Jumat, 17/11/2017

Komisi II Kerja Maksimal

Jumat, 17/11/2017

Join Grup Telegram Koran Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/+SsC4jer3I5syZWU1 atau klik tombol dibawah ini.

Grup Telegram Koran Kaltim

kemudian join. Anda harus instal aplikasi Telegram terlebih dahulu di ponsel.

Berita Terkait

Komisi II Kerja Maksimal

Jumat, 17/11/2017

logo

SAMARINDA - Dalam waktu yang tidak lama lagi Provinsi Kalimantan Timur akan memiliki dua buah rancangan peraturan daerah sebagai jawaban terhadap persoalan perkebunan dan swasembada daging sapi. Setelah melalui uji publik pada 14 dan 15 November di Hotel Selyca Mulia, Samarinda, dua Raperda yakni tentang Pembangunan Perkebunan Berkelanjutan dan Raperda tentang Pengendalian Pemotongan Ternak Sapi dan Kerbau Betina Produktif akan segera disahkan.

Ketua Komisi II DPRD Kaltim Edy Kurniawan mengatakan sesuai dengan mekanisme setelah menerima berbagai masukan melalui uji publik kemudian akan dilakukan revisi draf raperda, lalu kemudian akan dibawa ke pemerintah pusat melalui kementerian terkait untuk dilakukan evaluasi. 

Kehadiran, Raperda tentang Pengendalian Pemotongan Ternak Sapi dan Kerbau Betina Produktif dalam rangka menjaga konsistensi pemenuhan kebutuhan sapi potong yang berkelanjutan oleh peternak lokal dan segala potensi ekonomi kerakyatan yang berada didalamnya.

Menurutnya, Raperda ini bertujuan untuk mengatur tentang pengendalian pemotongan ternak produktif, sehingga terdapat peningkatan jumlah populasi ternak sapi dan kerbau di Kaltim, agar swasembada pangan dan swasembada daging dapat tercapai.

Mengusung visi “Terwujudnya Agribisnis Peternakan Yang Berdaya Saing Menuju Dua Juta Ekor Sapi” dengan salah satu misinya adalah “meningkatkan produksi daging untuk memenuhi konsumsi masyarakat”, maka berbagai macam kebijakan dilakukan oleh Dinas Peternakan Kaltim dengan sasarannya pada Tahun 2018 akan ada 1,827,482 ekor sapi potong.

Seperti diketahui, tingginya kebutuhan daging sapi di Kaltim tak sebanding dengan produksi sapi lokal, sehingga untuk memenuhi kebutuhan tersebut pemerintah mendatangkan secara berkala dari luar daerah seperti Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Palu. “Bayangkan saja, peternak lokal hanya mampu memenuhi kebutuhan sapi potong 26, 87 persen, sedangkan 73, 13 persen didatangkan dari luar daerah,” ujar Edy.

Merujuk data Dinas Peternakan Kaltim pada Mei 2017, kebutuhan sapi sepanjang tahun ini diperkirakan mencapai 70, 585 ekor atau setara dengan 11, 124,13 ton, dengan rata-rata kebutuhannya pada kisaran 4 ribu ekor hingga 5 ribu ekor sapi per bulan. Akan tetapi khusus bulan Juni dan Agustus kebutuhannya akan meningkat tajam karena bertepatan dengan hari besar keagamaan. 

Apabila dibandingkan 2016, konsumsi daging sapi di Kaltim sebanyak 10, 852 ton atau setara dengan 68, 862 ekor sapi. Artinya, kenaikan hampir satu ton itu merupakan bukti bahwa kebutuhan daging sapi segar di Kaltim meningkat setiap tahunnya. “Apabila rata-rata kenaikan kebutuhan daging sapi mencapai 1 ton per tahun maka itu cukup besar dan memiliki implikasi ekonomi yang besar pula. Sebab itu sangat disayangkan apabila peluang ini justru diambil peternak luar,” katanya.

Sedangkan, Raperda tentang Pembangunan Perkebunan Berkelanjutan, sebut Politikus PDIP itu merupakan benteng perekonomian berkelanjutan berbasis kerakyatan sehingga sudah seharusnya didukung dan dijaga bersama. 

Hal yang tidak kalah pentingnya, peraturan ini juga mengatur tentang kemitraan dan tanggung jawab sosial perusahaan, pengelolaan konflik perkebunan hingga sanksi administrasi, dan sanksi pidana. “Kami ingin perda ini dapat mendorong terciptanya tranformasi ekonomi dengan menerapkan strategi ekonomi hijau dalam pelaksanaan pembangunan Kaltim,” tuturnya.

Secara nasional, dari ratusan konflik yang terjadi, konflik di lahan perkebunan masih menjadi penyumbang tertinggi dengan angka mencapai 163 konflik pertanahan di Indonesia. sedangkan di Kaltim, Data Disbun Kaltim periode Juli 2015 mencatat, telah terjadi 89 kasus gangguan usaha perkebunan. Dari 89 kasus tersebut, 62 persen merupakan kasus lahan seperti tumpang tindih perizinan, okupasi lahan, tanah adat dan sebagainya. Sedangkan 38 persen merupakan kasus non lahan meliputi tuntutan plasma, ganti rugi dan penolakan oleh masyarakat.

Ia menambahkan, selain dua raperda tersebut, komisi II bersama komisi IV sedang melakukan pembahasan Raperda tentang Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Daerah guna mendongkrak pariwisata di Kaltim dalam rangka meningkatkan sumber pendapatan asli daerah dan peningkatan ekonomi rakyat. (adv)

Komisi II Kerja Maksimal

Jumat, 17/11/2017

Berita Terkait


Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.