SAMARINDA – Minimnya anggaran sekolah sebagai imbas tak lagi ada kucuran dana Bosda Kabupaten dan kota diakui beberapa Kepala SMA/SMK berpengaruh dalam operasional sekolah. Hal ini seperti disampaikan Mus Mulyadi, Kepala SMK Medika Samarinda, kemarin.

“Normalnya, siswa dalam satu bulan untuk sekolah butuhkan Rp 500 ribu-Rp 600 ribu/bulan. Sementara total Bosda dan Bosnas yang kami terima hanya Rp 2,5 juta/ tahun. Dibagi 12 bulan, jadinya hanya sekitar Rp 208 ribu,” katanya.

Kurangnya penganggaran biaya yang semestinya dibiayai Bosda dan Bosnas ini membuat sekolah juga harus melakukan utang kepada beberapa rekanan sekolah dalam hal operasional sekolah.

“Seandainya Bosda dan Bosnas lancar, itu bisa mengurangi beban sekolah. Ini kami harus utang karena dana itu juga belum cair. Utang di toko-toko alat-alat kesehatan. Belum lagi, untuk iuran siswa yang juga kadang telat beberapa bulan,” katanya.

Dikatakannya, meski di SMK swasta yang ia kelola sudah mulai melakukan uang bulanan dengan cara subsidi silang, masih ada saja siswa/orang tua siswa yang menunggak. Hal ini juga berimbas pada kondisi keuangan sekolah.

“Ada yang belum bayar hingga 8 bulan. Kami terbitkan surat untuk memanggil orang tua  siswa pula,” sebutnya.

Hal lain yang menurut Mus Mulyadi menjadi alasan agar sekolah bisa berbayar adalah munculnya peraturan dalam penggunaan Bosnas, dimana hanya 10 persen yang bisa digunakan untuk pembelian/pengadaan fasilitas baru di sekolah.

“Bosnas kan hanya untuk operasional seperti bayar air, bayar listrik dan pembelian ATK. Tidak boleh untuk membangun. Kalau membangun bisa gunakan dana Bosda, tetapi itu pun untuk perbaikan minim,”tandasnya. (sab)