Selasa, 05/09/2017

Hamsiah, Perajin Sarut dari Kubar

Selasa, 05/09/2017

PRODUK TRADISIONAL: Hamsiah tengah menekuni kerajinan sarut tradisional Kubar

Join Grup Telegram Koran Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/+SsC4jer3I5syZWU1 atau klik tombol dibawah ini.

Grup Telegram Koran Kaltim

kemudian join. Anda harus instal aplikasi Telegram terlebih dahulu di ponsel.

Berita Terkait

Hamsiah, Perajin Sarut dari Kubar

Selasa, 05/09/2017

logo

PRODUK TRADISIONAL: Hamsiah tengah menekuni kerajinan sarut tradisional Kubar

SENDAWAR – Kabupaten Kutai Barat (Kubar) selama ini dikenal dengan sejumlah potensi obyek wisata, baik alam, maupun budaya yang terdiri dari seni kerajinan asli daerah itu. Diantaranya seni kerajinan kain tenun Doyo, Badong dan Tumpar. Tapi ini adalah seni kerajinan sarut (menjahit) dengan motif meriah dan warna-warni.

Kerajinan sarut etnis Dayak Benuaq itu telah turun-menurun dilakoni warga asli Kubar. Generasi yang melanjutkan kerajinan sarut itu adalah Hamsiah (30), penyarut dari Kampung Bomboy, Kecamatan Damai, Kubar.

Berkat kerja kerasnya sebagai penyarut, Hamsiah bisa memamerkan karya seninya itu hingga di stand pameran Dekranasda Kubar, bahkan pada pameran Kaltim Expo di Convention Hall Samarinda, Sabtu (26/8).

Kerajinan sarut ini, dianggap mampu menjadi perekat sosial dan identitas diri bagi masyarakatnya,”kata Hamsiah, di stand pameran Dekranasda Kubar, pada pameran Expo Kaltim di Convention Hall Samarinda pada Agustus lalu.

“Menyarut harus dengan keterampilan khusus, ketekunan dan kesabaran. Saya mulai belajar menyarut sejak 2015 silam,  diajari ibu mertua saya (Ibu Renten, red,-), yang juga pengrajin sarut. Selama dua tahun, hanya empat stel pakaian yang sudah dikerjakan,” ceritanya kepada wartawan di Sendawar, dua hari lalu.

Hamsiah menuturkan, pakaian hasil kerajinan menyarutnya, cukup laris di pasaran. Untuk lokal Kubar, di Kecamatan Damai dan Barong Tongkok hasil karyanya ludes diburu pembeli. Hamsiah yang kesehariannya sebagai tutor di pusat pengembangan anak Kampung Rejo Basuki (Mencimai), Kecamatan Barong Tongkok itu,  mengakui untuk menyelesaikan satu stel pakaian dengan menyarut lumayan lama.

“Menyarut itu sama dengan menjahit secara manual. Untuk satu stel pakaian, menyelesaikannya sekitar dua bulan. Tapi hasil pakaian sarut sangat kuat. Saya mengimbau generasi muda agar terus melestarikan budaya lokal menyarut. Jangan pernah malu terhadap budaya asli daerah,” imbuhnya.

Untuk diketahui, pakaian hasil karya menyarut oleh Hamsiah, dipasarkan dengan harga bervariasi, tergantung motif.

Mulai dari topi sarut berlabel Rp 200 ribu -Rp 400 ribu. Selendang sarut Rp 750 ribu, baju sarut sekitar Rp1 juta-Rp2 juta, ulap sarut antara Rp3 juta-Rp5 juta. Sedangkan motif sarut  Hamsiah adalah tingang, sengkoit dan benang.(imr)

Hamsiah, Perajin Sarut dari Kubar

Selasa, 05/09/2017

PRODUK TRADISIONAL: Hamsiah tengah menekuni kerajinan sarut tradisional Kubar

Berita Terkait


Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.