Sabtu, 09/12/2017

Jatah DBH Migas Untuk Bontang Diakomodir

Sabtu, 09/12/2017

Kunjungan Komisi II DPRD bersama Walikota Bontang, Neni Moerniaeni di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis, 7 November 2017. (ist)

Join Grup Telegram Koran Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/+SsC4jer3I5syZWU1 atau klik tombol dibawah ini.

Grup Telegram Koran Kaltim

kemudian join. Anda harus instal aplikasi Telegram terlebih dahulu di ponsel.

Berita Terkait

Jatah DBH Migas Untuk Bontang Diakomodir

Sabtu, 09/12/2017

logo

Kunjungan Komisi II DPRD bersama Walikota Bontang, Neni Moerniaeni di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis, 7 November 2017. (ist)

BONTANG – Siyal positif Kota Bontang bisa mendapatkan jatah proporsional bagi hasil pusat dan daerah kian terang, usai Komisi II DPRD bersama Walikota Bontang bertandang ke kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis, 7 Desember 2017 pagi.

“Alhamdulillah, dari pertemuan itu ada sinyal, jika Bontang bakal dapat jatah. Besarannya belum bisa kita pastikan,” jelas Ketua Komisi II DPRD Kota Bontang, Ubaya Bengawa.

Potensi pendapatan Kota Bontang, Kalimantan Timur sebagai besar penerimaan dari jasa daerah pengolah migas kian terbuka. Kata Ubaya, usulan Pemkot Bontang soal daerah pengolah sudah diakomodir di draf revisi Undang-Undang No.33/2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang masuk di Prolegnas 2017 DPR RI.

Menurut politisi Demokrat ini, daerah penghasil migas, seperti Bontang sudah selaiknya mendapatkan benefit atas pengusahaan migas yang dihasilkan di wilayahnya. Benefit itu dalam bentuk penerimaan bagi hasil yang lebih pasti dalam APBD, dan keterlibatan BUMD secara langsung dalam pengelolaan usaha migas, yang berujung pada kemakmuran warga Bontang.

Agar lebih mengoptimalkan benefit yang diterima daerah penghasil minyak, pemerintah perlu meninjau ulang skema bagi hasil dan PI. Proporsi bagi hasil harus dinaikkan dari 84,5/15 menjadi 60/40 untuk minyak, sedangkan untuk gas dar I 69,5/30,5 menjadi 50/50 masing-masing untuk Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Untuk memberikan kepastian penghasilan bagi daerah, penerimaan bagi hasil itu diperhitungkan dari First Trace Petroleum (FTP), produksi migas yang diproduksi pada tahun pertama.

Revisi UU 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah perlu dilakukan. Sebab, kata Ubaya ada 110 pasal di UU 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Sayang, tidak satu pun yang menyinggung posisi Bontang. Padahal, Kota Taman sebagai pengolah migas di Indonesia. Walhasil, tak sepeser pun rupiah dari pengolahan migas yang mengucur untuk pembangunan kota. Sebab, pemerintah tak “mengakui” daerah pengolah migas diberi insentif. Cukup melalui transfer daerah penghasil migas dalam bentuk DBH.

Hal itulah yang membuat Bontang kehilangan potensi besar penerimaan dari jasa daerah pengolah migas. Jadi, desakan merevisi UU 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah kian deras mengalir.

Skema alokasi dasar menempatkan Bontang mendapatkan hasil tertentu yang dijamin oleh UU. Selain DBH migas yang sekarang 15,5 persen dengan nol rupiah untuk daerah pengolah, dan 30,5 persen dengan nol rupiah untuk daerah pengolah. (kb)

Jatah DBH Migas Untuk Bontang Diakomodir

Sabtu, 09/12/2017

Kunjungan Komisi II DPRD bersama Walikota Bontang, Neni Moerniaeni di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis, 7 November 2017. (ist)

Berita Terkait


Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.