Sabtu, 16/09/2017

Guru SMA di Kutim Mengeluh

Sabtu, 16/09/2017

Join Grup Telegram Koran Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/+SsC4jer3I5syZWU1 atau klik tombol dibawah ini.

Grup Telegram Koran Kaltim

kemudian join. Anda harus instal aplikasi Telegram terlebih dahulu di ponsel.

Berita Terkait

Guru SMA di Kutim Mengeluh

Sabtu, 16/09/2017

SANGATTA–Perpindahan kewena-ngan pendidikan jenjang SMA/SMK ke tangan Pemprov Kaltim menyisakan masalah kesejahteraan bagi guru. Di Kabupaten Kutai Timur (Kutim), misalnya. Ada guru yang mengeluh karena kesejahteraan mereka tergerus. 

Ini diungkapkan Sekretaris Komisi D DRPD Kutim Uce Prasetyo.  “Ini sulit, kami mau bantu karena posisi SMA/SMK di kabupaten letaknya berdekatan dengan kami, tapi tidak ada kewenangan kami untuk membantu. Tapi kalau tak dibantu, ada rasa bersalah karena letaknya (SMA) di wilayah kabupaten kami,” ucap belum lama ini.

Diterangkannya, jika dulunya bantuan operasional sekolah (BOS) ada tiga jalur, yakni dari pemkab, pemprov dan pemerintah pusat, sekarang hanya dari pemprov saja. “Jadinya insentif dan BOS dari kabupaten tidak ada lagi. Bahkan, pengawas sekolah yang dulu diberi insentif, juga tidak bisa merasakannya lagi,” ujarnya.

Uce mengaku, sempat didatangi oleh seorang guru SMA pada suatu malam di kediamannya, belum lama ini. Guru tersebut mengadu bahwa penghasilan yang diterima saat ini hanya sebesar Rp 1 juta, sebab tak ada lagi insentif. Tentu, jumlah itu tak bisa menghidupi keluarga. “Apalagi bagi tenaga pendidik yang letaknya di pelosok Kutim. Tentu lebih terasa sulit,” ungkap dia.

Dia mengatakan, disdik perlu berupaya dengan membuat pengajuan kerja sama kepada pemprov Kaltim supaya bisa mendapat bantuan dari APBD Kutim. Bentuknya bisa berupa hibah seperti yang dilakukan pihaknya kepada instansi vertikal. “Nanti urusan diterima atau tidak, ada-tidak uangnya, bisa diupayakan,” tukasnya.

“Jadi, polanya, kami bisa hibah ke pemprov, kemudian mereka (pemprov) yang menganggarkan untuk (keperluan SMA di kabupaten). Itu boleh,” timpal dia lagi.

Ditegaskannya, jika tak melalui jalur tersebut, maka sulit ditempuh. Sebab, kebijakan pengalihan kewenangan SMA/SMK ke pemprov merupakan kebijakan pusat. Sementara pemkab maupun DPRD di kabupaten tidak bisa berbuat lebih karena hanya sebagai pelaksana.

“Tapi di sisi lain, dari kebijakan tersebut, pemerintah pusat mengharuskan kami mengalokasikan dana lebih besar (10 persen dari APBD) untuk keperluan di desa-desa. Sebab, teorinya, di mana ada alokasi tambahan pada suatu bagian, pasti ada yang lain berkurang. Itu hukum alam. Kecuali uangnya bertambah,” paparnya.

Dia menambahkan, kebijakan tersebut berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa. Yakni, kewajiban menga-lokasikan 10 persen alokasi dana desa (ADD) dari APBD kabupaten untuk operasional desa. Di Kutim, 10 persen tersebut jumlahnya hampir Rp 91 miliar. (yul1116)


Guru SMA di Kutim Mengeluh

Sabtu, 16/09/2017

Berita Terkait


Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.