Minggu, 26/11/2017
Minggu, 26/11/2017
ISKANDAR
Minggu, 26/11/2017
ISKANDAR
TENGGARONG – Target Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp400 miliar pada 2017 ini nampaknya sulit terwujud. Hingga September lalu, PAD Kutai Kartanegara baru menyentuh angka Rp113 miliar.
Demikian dikatakan Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unikarta, Prof Iskandar saat menjadi narasumber forum group discussion (FGD) yang digelar Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Kukar, belum lama ini.
“Selama bertahun-tahun sumber pendapatan Kukar didominasi dana transfer DBH migas, yang nilainya cenderung menurun tiap tahun,” kata Iskandar.
Menurut Iskandar, dalam kurun 12 tahun terakhir, PAD Kukar belum memuaskan. Rata-rata setiap tahun hanya dikisaran Rp205 miliar.
Iskandar merincikan data yang didapat Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) 2015 dan RPJMD Kukar 2011-2015 menunjukan dari 2005-2017 total realisasi pendapatan mencapai Rp56 triliun, sedangkan PAD yang terkumpul selama 12 tahun mencapai dua triliun lebih. Rata-rata pendapatan Kukar per tahun mencapai Rp4,7 triliun, sedangkan rata-rata PAD Kukar per tahun hanya Rp205 miliar.
“Per September 2017 realisasi PAD Kukar baru mencapai Rp113 miliar, rasio PAD terhadap pendapatan Kukar hanya 3,61 persen, sedangkan rasio DBH migas mencapai 79,24 persen,”ujarnya.
Iskandar mengingatkan, bahwa sektor migas dan pertambangan pada dasarnya bersifat tidak dapat diperbaharui, padat modal, dan daya serap tenaga kerja rendah. Hal ini menyebabkan potensinya selalu menurun.
Sedangkan sektor pendukung seperti pertanian, konstruksi, industri pengolahan dan perdagangan, dari masa-masa ke masa cenderung mengalami peningkatan, namun tidak signifikan.
“Diperkirakan dibutuhkan sembilan sampai 10 tahun ke depan sektor tersebut baru bisa menggantikan kontribusi pertambangan dan penggaliat saat ini,” katanya.
Doktor lulusan UGM ini menyebut dibutuhkan terobosan atau strategi untuk melakukan transformasi struktur ekonomi dari berbasis SDA ke non SDA. harapannya pada sektor pertanian dalam arti luas, pariwisata atau industri pengolahan, yang akhirnya mampu meningkatkan PAD.
“Pertanian dalam arti luas, pariwisata atau industri pengolahannya bisa atau tidak terwujud tergantung kemampuan SDM yang mengelolanya,” katanya.
Kepala Balitbangda Kukar Ahmad Hardi Dwi Putra menyebut peningkatan PAD menjadi hal krusial di tengah perlambatan transfer DBH dari pusat.
“Diskusi ini mencari formula yang tepat guna meningkatkan PAD, sehingga persentasinya besar menopang APBD,” ujarnya. (ran)
Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.