Minggu, 29/12/2019

Program “Merdeka Belajar”, Benarkah Solusi Dunia Pendidikan Indonesia?

Minggu, 29/12/2019

Pemerhati Lingkungan dan Generasi

Join Grup Telegram Koran Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/+SsC4jer3I5syZWU1 atau klik tombol dibawah ini.

Grup Telegram Koran Kaltim

kemudian join. Anda harus instal aplikasi Telegram terlebih dahulu di ponsel.

0

Program “Merdeka Belajar”, Benarkah Solusi Dunia Pendidikan Indonesia?

Minggu, 29/12/2019

logo

Pemerhati Lingkungan dan Generasi

Pendidikan merupakan salah satu jalan bagi seseorang untuk mengubah hidupnya menuju kesejahteraan. Sekiranya inilah yang biasa kita dengar sebagai sebuah harapan bagi “Si Miskin” untuk tetap bertahan ditengah kerasnya kehidupan. Namun harapan ini nyatanya tak semulus yang dibayangkan. Bukan tanpa sebab, dunia pendidikan saat ini sarat akan berbagai macam problem didalamnya. Mulai dari rendahnya mutu pendidikan, kualitas guru, sarana dan prasarana sekolah yang kurang layak hingga kasus-kasus kriminalitas yang melibatkan anak-anak sekolah. 

Jika masalah-masalah tersebut digabungkan menjadi satu, maka tidak mengherankan jika output yang dihasilkan jauh dari kata “ Berkualitas”. Inilah masalah utama dalam dunia pendidikan. Tak perlu berpikir terlalu dalam untuk menelaahnya, letaknya ada pada arah kebijakan pendidikan yang saat ini lebih condong membentuk generasi siap kerja dengan pencapaian nilai akademis  namun lupa dalam membentuk karakter dan kepribadian. Akibatnya, output yang dihasilkan adalah generasi yang liberal. Generasi yang melakukan segala sesuatu dibawah payung kebebasan.

Dilansir dari https://tekno.tempo.co, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, menyampaikan empat program pokok kebijakan pendidikan Merdeka Belajar. Program tersebut meliputi perubahan pada Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Ujian Nasional (UN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi.

“Empat program pokok kebijakan pendidikan tersebut akan menjadi arah pembelajaran ke depan yang fokus pada arahan presiden dan wakil presiden dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia," kata Nadiem di Jakarta, Rabu, 11 Desember 2019.

Menurut Menteri Pendidikan, konsep “Merdeka Belajar”  dimaknai dengan kemerdekaan berpikir yang  harus dimulai dari guru atau  tenaga pendidik. Tanpa diawali oleh guru, mustahil merdeka belajar itu akan terjadi pada peserta didik. Guru diharap mampu  menginterpretasikan dasar materi pembelajaran yang nantinya dituangkan dalam RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran). Dalam proses interpretasi tersebut guru diarahkan untuk berpikir mandiri dalam menelaah konsep materi pelajaran setelah itu hasilnya disalurkan kepada peserta didik.

Konsep ini tentu menimbulkan multitafsir karena standar yang dipakai adalah subjektivitas dari seorang guru. Terlebih lagi tingkat pemahaman dan penguasaan seorang guru dalam menginterpretasikan berbeda-beda. Sehingga sangat mungkin hasil yang sampai kepada anak didik pun berbeda-beda. Apalagi jika dikaitkan dengan isu radikalisme dan intoleransi yang getol di sosialisasikan hingga ke sekolah-sekolah. Sementara isu ini kental sekali memframing sosok radikal adalah seorang  muslim yang taat menjalankan aturan agamanya.

Hal ini pastinya akan berpengaruh terhadap pelaksanaan pembelajaran yang nantinya menjauhkan murid-murid dari segala sesuatu yang berbau agama. Sekarang saja kegiatan Rohis di sekolah mulai dibatasi akibat dari framing jahat ini. Maka dari sini jelas kaum musliminlah yang dirugikan.

Konsep merdeka berpikir tak ubahnya sebagai pelegalan atas rambu-rambu pemikiran liberal yang kian merajalela. Liberal yang dimaksud adalah pandangan yang bersumber dari kebebasan berpikir orang perorang dimana kebebasan tersebut tidak boleh diganggu gugat bahkan dilindungi sebagai wujud dari kebebasan berpendapat. Liberalisme juga menolak adanya pembatasan terutama dari sisi agama .

Inilah hal yang harusnya menjadi point untuk di perhatikan dan ditelaah lebih lanjut. Jangan sampai ini menjadi bumerang dikemudian hari.  Bukankah kita sudah kenyang dengan berbagai penyakit di masyarakat akibat dari pemikiran liberal. Seks bebas, LGBT, aborsi, narkoba, prostitusi dan kenakalan remaja lainnya adalah sedikit contoh diantara banyaknya kerusakan yang terjadi saat ini. Terlebih jika ini dibawa keranah pendidikan maka akan berujung pada pembentukan karakter liberal bagi peserta didik yang jauh dari agama yang dapat mengakibatkan dekadensi moral pada generasi.

Memang saat ini dunia pendidikan butuh berbagai upaya untuk berbenah demi menghasilkan generasi berkualitas. Namun menyerahkan sistem pelaksanaan pembelajaran dengan mekanisme interpretasi masing-masing guru dalam memaknainya bukanlah jawaban dari permasalahan utama dunia pendidikan. Apalagi jika pelaksana tugas tersebut terpengaruh dengan gaya literasi dan karakter ala liberal maka bukan tidak mungkin generasi yang dihasilkan adalah generasi individualis, egois, dan materialistik yang jauh dari tuntunan agama. Wallahu a’lam bishawab 


Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.