Rabu, 12/12/2018

Empat Perusahaan Sawit di Kubar di-Warning Komisi III

Rabu, 12/12/2018

Komisi III saat hering dengan Dinas Perkebunan, Dinas Perhubungan dan Badan Pengelola Jalan Nasional XII dan warga Bentian Besar yang mengeluhkan jalan tersebut baru-baru ini.

Join Grup Telegram Koran Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/+SsC4jer3I5syZWU1 atau klik tombol dibawah ini.

Grup Telegram Koran Kaltim

kemudian join. Anda harus instal aplikasi Telegram terlebih dahulu di ponsel.

Empat Perusahaan Sawit di Kubar di-Warning Komisi III

Rabu, 12/12/2018

logo

Komisi III saat hering dengan Dinas Perkebunan, Dinas Perhubungan dan Badan Pengelola Jalan Nasional XII dan warga Bentian Besar yang mengeluhkan jalan tersebut baru-baru ini.

KORANKALTIM.COM, SAMARINDA - Komisi III DPRD Kaltim mendesak kepada empat perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kubar yaitu PT Kutai Agro Lestari, PT Ketapang Agro Lestari, PT Borneo Citra Persada Jaya dan PT Citra Palma Pertiwi. untuk membangun  jalan alternatif senditi. 

Deadline diberikan wakil rakyat tersebut  selama satu tahun untuk pembuatan jalan alternatif. Sekedar diketahui, selama perusaahaan sawit tersebut beroperasi menggunakan jalan umum Trans Kaltim-Kalteg atau tepatnya di Kecamatan Bentian Besar, Kutai Barat dari SP Blusuh, hingga perbatasan Kalimantan Selatan (Kalteg). 

Akibatnya, jalan tersebut saat ini rusak parah akibat dilalui perusahaan tersebut. "Kami (Komisi III DPRD Kaltim) memberikan waktu selama satu tahun kepada lima perusahaan sawit tersebut untuk membangun jalan alternatif sepanjang 56 kilometer tersebut," kata Ketua Komisi III  DPRD Kaltim Agus Suwandy saat ditemui media ini, usai melakukan hearing antara Komisi III, Dinas Perkebunan, Dinas Perhubungan dan Badan Pengelola Jalan Nasional XII dan warga Bentian Besar yang mengeluhkan jalan tersebut baru-baru ini. "Kalau perusahaan tersebut mengabaikan perintah itu, Pemerintah Kaltim harus tegas memberikan teguran," sambungnya. 

Sambil menunggu, jalan alternatif dibangun, perusahaan sawit tersebut tetap diizinkan untuk tetap beroperasi, namun dengan batasan frekuensi angkutan CPO (crude palm oil) sepanjang 56 kilometer di Bentian Besar.  Kesepakatan tersebut merupakan solusi yang diputuskan setelah semua pihak menyampaikan masalah dan kondisi dilapangan.  “Selama satu tahun kedepan harus dilakukan pengaturan frekuensi dan tonase lalu lintas operasional angkutan perusahaan sawit,"ungkap Agus.  

Nantinya, pengaturan diserahkan kepada Dinas Perhubungan Provinsi dan Dinas Perhubungan Kabupaten Kutai Barat serta instansi terkait dan dibantu dengan masyarakat Bentian Besar.  Perwakilan Dinas Perhubungan Kaltim Mohammad Syamsul Hadi mengatakan, Perda Kaltim Nomor 10 Tahun 2012 yang melarang angkutan batubara dan sawit di jalan umum, otomatis tak mempunyai daya berlaku lagi setelah terbitnya Perpres No 91 Tahun 2017 tentang Percepatan Berusaha atau Berinvestasi yang isinya mengesampingkan produk hukum lainnya yang tidak berkesesuain dengan Perpres tersebut.

Pengaturan dan pembatasan angkutan CPO, Sawit, dan Batubara di jalan umum sebetulnya sudah dibuat Bupati Kubar, sehinggga sekarang angkutan CPO dan Sawit hanya boleh melintas malam hari di Melak, termasuk pembatasan muatan dan jumlah truk bering-iringan.  “Bisa jadi ketentuan yang sama diperluas hingga ke Bentian Besar,” katanya.

Terpisah, Kepala Dinas Perkebunan Kaltim, Ujang Rachmad mengatakan, akan melihat dulu dokumen perizinan yang diterbit bupati se-Kaltim kepada perusahaan perkebunan apakah di dalamnya ada klausul kewajiban membangun jalan khusus angkutan CPO dari pabrik ke pelabuhan.  “Kalau dalam izin yang diberikan bupati tidak ada klausul kewajiban membangun jalan pkhusus, berarti izinya perlu direvisi,”kata Ujang. 

Ujang menyebut, kewenangan pengurusan perkebunan sawit sebetulnya ada di kabupaten/kota, bukan di provinsi. Selama ini kalau ada pengaduan masyarakat soal perkebunan ke Disbun Kaltim, sebetulnya tidak tepat, karena seharusnya ke bupati. “Posisi Pemprov dalam sengketa atau perselisihan perkebunan, hanya sebatas mediator dan fasilitator semata,”bebernya. 

Badan Pengelola Jalan Nasional (BPJN) XII, Refly mengatakan, simpang jalan Trans Kaltim-Kalteg panjangnya 89 kilometer. Namun, ada 56 kilometer jalan yang dipermasalahkan oleh warga karena jalan rusak dilalui perusahaan sawit.  "Jadi ada 56 kilometer dipermasalahkan oleh masyarakat, karena kerusakan jalan cukup parah, bahkan banyak memakan korban jalan tersebut. Tentu, kami (pemerintah pusat) sudah berupaya menganggarkan kurang lebih Rp57 miliar untuk perbaikan jalan tersebut," ujar Refly. 

Anggaran Rp57 miliar itu, untuk anggaran rekontruksi perbaikan jalan rusak berat tidak cukup. Refly merinci, jalan 1 kilometer membutuhkan Rp 8-10 miliar. Namun kalau dirijid beton dalam perkilometernya butuh Rp12 miliar.  "Kalau kita bagi, anggaran tersebut hanya bisa  mendapat perbaikan jalan sepanjang 8 kilometer. Sementara sisahnya kalau kita hanya tutup lubang saja, itu percuma. Apalagi angkutan mobil yang melalui jalan itu tidak terkontrol. Kira-kira jadi seperti apa jalan itu, kita tutup, rusak lagi besoknya," pungkas Refly. (adv/*1)

Empat Perusahaan Sawit di Kubar di-Warning Komisi III

Rabu, 12/12/2018

Komisi III saat hering dengan Dinas Perkebunan, Dinas Perhubungan dan Badan Pengelola Jalan Nasional XII dan warga Bentian Besar yang mengeluhkan jalan tersebut baru-baru ini.

Berita Terkait


Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.