Senin, 05/11/2018

Media Massa: Pilar Demokrasi melawan Arus Digitalisasi

Senin, 05/11/2018

Redaktur Pelaksana Koran Kaltim, FIRMAN HIDAYAT

Join Grup Telegram Koran Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/+SsC4jer3I5syZWU1 atau klik tombol dibawah ini.

Grup Telegram Koran Kaltim

kemudian join. Anda harus instal aplikasi Telegram terlebih dahulu di ponsel.

Media Massa: Pilar Demokrasi melawan Arus Digitalisasi

Senin, 05/11/2018

logo

Redaktur Pelaksana Koran Kaltim, FIRMAN HIDAYAT

Oleh:

FIRMAN HIDAYAT, S.SOS


MEDIA MASSA sudah diakui sebagai salah satu pilar demokrasi bangsa ini. Sebagai kontrol sosial. Corong publik yang menyebarluaskan informasi berupa berita. Apapun menjalankan fungsinya media tak bisa semaunya. Ada batas-batas nilai yang harus dipegang teguh sebagai pewarta. Menjalankan fungsinya, pers dilindungi Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999. Ada instrumen lain yang memberi batas yang tegas kepada pers yakni Kode Etik Jurnalistik. Lembaga yang menaungi ada Dewan Pers.

Memasuki era digital, fungsi media sebagai kontrol sosial dan pilar demokrasi tak lagi mutlak. Ruang kontrol sosial sedikit demi sedikit ‘terenggut’. Media sosial mulai mengambil ruang dan fungsi media massa sedikit demi sedikit. Adanya jejaring sosial, media chatting menjadi sarana komunikasi yang seolah tak ada lagi jarak. Telpon pintar alias gawai, membuat jaringan internet dalam genggaman.

Media massa seperti koran yang sebelumhnya menjadi sumber informasi mulai tersisih. Arus deras informasi di gawai sudah berseliweran tak pernah berhenti, setiap saat, setiap waktu. Hanya tinggal ‘klik’ semua informasi yang diperlukan sudah tersaji saat itu pula. Tak perlu lagi beli koran, berjalan kaki menuju lapak-lapak penjual koran. Dengan gawai, informasi tersaji secara gratis, tak lagi merogoh kocek.

Secara bisnis, koran sedikit demi sedikit tergerus. Tergulung arus informasi gratis. Koran mulai tersisih. Pelanggan koran tak lagi membeli. Dampaknya sangat terasa sekarang. Terbaru, Tabloid Bola yang harus menggulung tikar usahanya. Diperkirakan bakal ada koran atau majalah atau tabloid lain yang akan menyusul.

Fungsi penyebaran informasi di era digital memungkinkan semua pihak, individu menjadi seorang penyebar berita. Gawai yang dilengkapi jaringan internet serta kamera, mampu menyulap setiap individu menjadi pewarta. Sesungguhnya berita adalah informasi yang disebarluaskan. Banyak keran sebagai penyebaran informasi, ada media sosial (facebook, twitter, whatsapp grup, instagram, youtube, path, line) yang memungkinkan menjadi arus informasi instan. Belum lagi, blogger yang memiliki ruang lebih luas untuk menuangkan sebuah ide dan gagasan untuk berbagi.

Media massa kian menghadapi masa depan suram. Terlebih memasuki tahun politik, sekarang ini. Media massa mendapat serangan tak Cuma dari dunia amaya, di dunia nyata serangan juga mengepung. Memasuki masa kampanye Pemilu 2019, media (khususnya media mindstream) disudutkan. Persaingan dua kandidat calon presiden dan wakil presiden membuat ruang politik terbelah hanya dua. Media jadi perhatian serius. Terpeleset sedikti saja, tudingan membela pihak ‘sebelah’ sangat mudah dilontarkan. Tudingan media tidak lagi netral terjadi. Padahal netralitas media massa menjadi hal yang sangat mutlak dan fundamental. Jika sudah tudingan itu melekat, hilanglah kepercayaan publik. Dampaknya, runtuhlah bangunan utuh sebagai pilar demokrasi.

Tapi media massa yang dibangun dari idealisme dan mengedepankan nilai-nilai demokrasi tetap bertahan. Bahkan mampu meraih kembali kepercayaan publik. Niat baik berbalas kebaikan pula. Bebasnya dunia maya menyebar informasi, tercoreng dengan penyebaran berita hoaks. Berita bohong. Berita provokatif yang dikhawatirkan jadi pemecah belah. Sebagai media massa, konsisten menghindari itu semua. Kode etik jurnalistik tegas melarang upaya-upaya yang saat ini tercermin dari media sosial.

Sebagai pilar demokrasi, media harus tetap berjalan di atas aturan. Hukum jadi panglima dari setiap pengambilan keputusan. Media massa semakin hati-hati. Ini semua karena setiap kata yang tertulis dalam selembar koran berkonsekuensi hukum. Prinsip kehati-hatian dengan cek dan ricek menjadi wajib dilakukan. Konfrontasi media massa terhadap penyebar luasan berita di era digital dilakukan tidak dengan cara ekstrim. Tapi melawan dengan pemberitaan yang lebih bisa dipertanggungjawabkan.

Di era digital beban media massa semakin berat. Posisi media massa kini berubah di tengah-tengah masyarakat. Bukan lagi sebagai pusat penyebar berita untuk di konsumsi. Media massa kini justru melayani konsumsi informasi. Salah menyajikan berita akan terkena nyinyir bahkan menjadi bahan bully. Posisinya bukan lagi media massa yang mengawasi publik, justru sekarang public sebagai konsumen sekaligus pengawas media massa dalam setiap pemberitaan.

Sebagai pilar demokrasi, media massa tetap harus menjaga tugas itu dengan menyajikan informasi yang terkonfirmasi langsung dengan sumber berita. Media massa tetap menjadi pendidik, pemersatu dan penghibur dengan menyajikan berita yang mengedepankan fakta dan berimbang. Dewan Pers bahkan tak pernah lelah mengingatkan soal independensi wartawan.

Dalam konteks pemilu, wartawan seharusnya senantiasa memberikan pendidikan politik kepada para pembaca. Pemersatu dua kubu yang berseberangan dengan menyajikan berita yang menyejukkan, bukan justru menjadi ‘kompor’ yang membuat jarak semakin renggang. Pilihan politik bukan sebagai ajang permusuhan melainkan sebagai pembelajaran pendewasaan berpolitik. Dewasa menghadapi perbedaan pandangan menjadi tugas yang melekat di pundak media massa.

Media massa tengah berupaya merebut kembali ruang sebagai penyebar berita yang benar. Berita yang sama sekali tak mengandung unsure kebohongan. Media sebagai salah satu pendidik yang akan membawa perubahan ke arah lebih baik. Jika media sudah tak lagi memegang teguh kode etik tinggal menunggu masa akan tergulung dengan sendirinya. Kepercayaan publik menjadi satu modal penting sebuah media massa mampu bertahan.

Soal serangan bisnis media massa, kini sudah banyak media yang ‘banting setir’ dengan melahirkan portal berita yang dikemas dengan mengedepankan kode etik jurnalistik. Ini adalah jalan tunggal agar para wartawan tetap menjalani profesi dalam dunia tulis menulis. Media sudah bisa menyesuaikan keinginan pasar.

Dengan berbagai upaya serangan di era digital, toh media tetap bisa survive. Ada istilah kovergensi media. Dengan kondisi sekarang, media massa dan demokrasi harus berjalan sinergi menuju pemilu yang lebih baik, damai dan berkualitas. Memanfaatkan setiap ruang di media massa dan media digital yang sesuai kaidah jurnalistik untuk kepentingan penegakan demokrasi sangat penting. Lembaga atau institusi pemerintah dan publik harus selaras dalam penyiaran atau penyebarluasan informasi bersama media massa. Demi tegaknya demokrasi di negeri ini.


*Penulis adalah Redaktur Pelaksana Koran Kaltim

Media Massa: Pilar Demokrasi melawan Arus Digitalisasi

Senin, 05/11/2018

Redaktur Pelaksana Koran Kaltim, FIRMAN HIDAYAT

Berita Terkait


Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.