Sabtu, 17/11/2018
Sabtu, 17/11/2018
Sabtu, 17/11/2018
Pada kurun waktu
yang cukup lama, tepatnya saat rezim Orde Baru masih berkuasa, pemerintahan
Indonesia telah digiring untuk menjadikan paradigma pembangunan sebagai
landasan nilai yang menjadi acuan dari seluruh kebijakan. Kendali pemerintahan
dan pembangunan berada di tangan pusat (sentralistik). Akibat dari implementasi
pendekatan terpusat itu adalah semakin kuatnya ketergantungan daerah kepada
pemerintah pusat.
Namun dengan adanya amandemen terhadap UUD
NRI 1945, serta diiringi oleh euforia pasca runtuhnya rezim Orde Baru. Saat itu
masyarakat dan pemerintah daerah bisa benafas lega tatkala pintu
penyelenggaraan pemerintah di daerah bisa dilaksanakan. Sebagaimana ditegaskan
dalam Pasal 18, 18A dan 18B UUD NRI 1945 yang merupakan hasil amandemen kedua dengan
mengedepankan asas-asas penyelenggaraan pemerintahan daerah. Akan tetapi pada kenyataannya
(sein), alih-alih dilaksanakan untuk mempermudah mewujudkan kesejahteraan umum,
masyarakat daerah malah dirugikan akibat tindak-tanduk pemerintah daerah.
Sehingga tak
dapat dipungkiri bahwa penyerahan kekuasaan atau urusan untuk melakukan
penyelenggaraan yang dilakukan secara mandiri oleh pemerintah daerah telah
menggiring kita untuk menjustifikasi bahwa penyerahan kekuasaan tersebut telah
melahirkan raja-raja kecil di wilayahnya masing-masing. Hal tersebut didukung
dengan beberapa perilaku menyimpang yang tidak ada hentinya dilakukan oleh beberapa
oknum kepala daerah (Gubernur, Walikota dan Bupati) yang notabene merupakan pemimpin
dari pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
Berdasarkan uraian tersebut perlu kita analisa beberapa perilaku menyimpang
kepala daerah, dengan menggunakan diksi “Dosa
Kepala Daerah”.
Pertama, dosa yang
acapkali dilakukan oleh kepala daerah adalah tindak pidana korupsi sebagaimana
belakangan terakhir ini telah menjadi tren yang mengarah pada rajinnya kepala
daerah ditangkap karena kasus korupsi. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh lembaga antirasuah (KPK), hingga
saat ini terdapat 98 kepala daerah yang sudah diproses dalam 109 perkara
korupsi dan pencucian uang. Selanjutnya sejak Januari hingga pertengahan Juli
2018, sebanyak 19 kepala daerah ditetapkan sebagai tersangka. Dari jumlah itu,
15 di antaranya berawal dari operasi tangkap tangan. Sebagai contoh,
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang telah menangkap Bupati Bekasi
Neneng Hassanah Yasin. Neneng ditangkap setelah ditetapkan sebagai tersangka.
Neneng diduga menerima suap terkait proyek perizinan proyek pembangunan
Meikarta di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat. Neneng diduga dijanjikan uang Rp 13
miliar oleh pengembang Lippo Group. Namun, berdasarkan pernyataan komisiner
KPK, nominal penyerahan yang baru dilaksanakan sebesar Rp 7 miliar yang
diberikan melalui sejumlah pejabat di Pemerintah Kabupaten Bekasi.
Kedua,
dosa yang acapkali dilakukan oleh kepala daerah adalah penyelenggaraan
pelayanan publik yang buruk, sehingga banyak kalangan masayarakat yang
mengeluhkan bahkan sampai melaporkannya ke Ombudsman Republik Indonesia yang
notabene merupakan lembaga pengawas penyelenggaraan pelayanan publik. Berdasarkan
data yang dikeluarkan oleh Ombudsman dalam kurun waktu 2016-2018 pemerintah
daerah menempati urutan pertama sebagai instansi terlapor. Pada tahun 2016,
berdasarkan klasifikasi Terlapor,
instansi yang menempati urutan 3 (tiga) terbanyak yang dilaporkan adalah
Pemerintah Daerah sebanyak 3612 laporan (40%), Kepolisian sebanyak 1.671
laporan (18.5%), dan BUMN/BUMD sebanyak 650 laporan (7.2%).Pada Tahun 2017,
berdasarkan klasifikasi Terlapor, instansi yang menempati urutan 3 (tiga)
terbanyak yang dilaporkan adalah Pemerintah Daerah sebanyak 3.445 laporan
(41.69%), Kepolisian sebanyak 1.042 laporan (12.61%), dan Instansi
Pemerintah/Kementerian sebanyak 787 laporan (9.52%). Pada tahun 2018,
berdasarkan klasifikasi Terlapor, instansi yang menempati urutan 3 (tiga)
terbanyak yang dilaporkan adalah Pemerintah Daerah: 1157; Kepolisian: 371; dan
Badan Pertanahan Nasional: 302. Adapun data yang dikeluarkan oleh OmbudsmanRepublik
Indonesia terkait pemerintah daerah
merupakan instansi yang paling sering dilaporkan bahkan berakhir dengan
rekomendasi yang dikeluarkan oleh Ombudsman Republik Indonesia terhadap kepala
daerah. Dengan demikian telah menunjukan bahwa tingkat kualitas penyelenggaran
pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah daerah sangatlah rendah.
Ketiga, dosa yang
acapkali dilakukan oleh kepala daerah adalah terkait attitude, dalam hal sikap
atau perilaku yang tak pantas dalam menjalankan aktivitasnya baik sebagai
kepala daerah maupun tanpa atribut kepala daerah. Walaupun ada yang berasumsi
bahwa melakukan tindak pidana korupsi juga merupakan satu kesatuan dari
attitude yang buruk, akan tetapi dalam uraian ini, kita melihatnya dari sudut
pandang etika dan moral manakala menjalankan aktivitasnya baik sebagai kepala
daerah maupun tanpa atribut kepala daerah. Ada sebagian oknum kepala daerah
yang mempunyai karakter tidak baik bila berkomunikasi yang kadangkala melakukan
sikap yang tidak sepatutnya dilakukan oleh pemimpin bahkan ada kepala daerah
yang akibat kata-katannya atau tindakannya dikirim ke jeruji besi. Seperti
contoh Kasus perselingkuhan yang
melibatkan seorang Bupati di daerah Kalimantan Tengah dengan inisal AY,
tepatnya pada tahun 2017, AY digerebek di sebuah rumah di
kota bersama dengan seorang perempuan yang merupakan seorang pegawai di
rumah sakit daerah setempat. Akibat dari tindak asusila yang dilakukannya AY
diberhentikan sebagai kepala daerah oleh Menteri Dalam Negeri, dengan alasan
telah melanggar norma-norma yang berlaku.
Adapun contoh kasus
tersebut telah terjadi degradasi intregritas yang mengakibatkan rasa
kepercayaan dan hormat masyarakat berkurang terhadap kepala daerah. Dalam hal
ini hakikatnya pemimpin haruslah menjadi suri tauladan bagi masyarakat bukan
malah sebaliknya. Selaras dengan hal tersebut Tjahjo Kumolo sering mengemukakan, bahwa tugas seorang
pemimpin tak hanya membuat serta melaksanakan kebijakan atau program yang
bermanfaat bagi rakyat. Pemimpin juga mempunyai kewajiban memberikan contoh
yang baik dari sisi perilaku.
Berdasarkan
tiga dosa yang telah dikemukakan di atas, baik dengan atribut maupun tanpa
atribut kepala daerahnya. Dalam hal ini kepala daerah telah dilekati tugas dan
tanggung jawab yang besar untuk menjalankan amanah yang diberikan rakyat. Oleh
karena itu tak seharusnya kepala daerah bertindak diluar norma-norma yang
berlaku dan pemerintah haruslah berpedoman asas-asas yang berlaku di antaranya
Ketidakberpihakan, kecermatan, tidak menyalahgunakan kewenangan, keterbukaan,
hingga pelayanan yang baik. Sehingga meminimalisir terjadinya perilaku yang tak
sepatutnya dilakukan.
Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.