Sabtu, 08/12/2018

kars sangkuliran destinasi wisata yang menarik perhatian dunia

Sabtu, 08/12/2018

Join Grup Telegram Koran Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/+SsC4jer3I5syZWU1 atau klik tombol dibawah ini.

Grup Telegram Koran Kaltim

kemudian join. Anda harus instal aplikasi Telegram terlebih dahulu di ponsel.

0

kars sangkuliran destinasi wisata yang menarik perhatian dunia

Sabtu, 08/12/2018

Kars Sangkulirang sedang gencar-gencarnya secara Internasional diajukan sebagai situs warisan dunia. Kars Sangkulirang dirasa mampu menjadi Objek Wisata yang diakui oleh dunia, bagaimana tidak, keindahan alam yang disajikan di Kars Sangkulirang memang bias dibilang mampu memuaskan pandangan. Sungguh menjadi aset bangsa yang sangat berharga karena memiliki nilai ekonomi, budaya, sosial, dan ilmiah. Menurut hasil penelitian para ahli, kawasan karst ini memberi informasi tentang jejak manusia purba yang bisa dilihat dari lukisan tangan, gambar perahu, dan lukisan berbagai jenis binatang yang tergambar jelas pada dinding-dinding gua dan konon telah ada sekitar 10.000 tahun SM.

Di sini juga ditemukan tulang, wadah yang terbuat dari tanah liat, serta alat-alat yang terbuat dari batu. Masih dari hasil penelitian, diperkirakan penyebaran rumpun manusia purba Austronesia diawali dari pegunungan karst Sangkulirang. Ini artinya, Karst Sangkulirang Mangkalihat menjadi titik awal kemunculan manusia purba yang ada di bumi pertiwi. Ketika dieksplorasi, kawasan Karst Sangkulirang Mangkalihat memiliki beberapa bagian pada puluhan gua berlorong panjang dengan hiasan ornamen alami beserta stalagtit dan stalagmit mengagumkan.

Sedangkan flowstone yang terjajar indah memancarkan kristal kalsit yang memukau mata. Mengeksplorasi gua-gua bawah tanah juga menjadi tantangan sendiri buat para penjejah karena ketinggian air pada tiap-tiap spot berbeda. Di tempat ini terdapat situs berharga, seperti untuk bidang plaeontologi, arkeologi, situs fosil, struktur geologi-mineral, litologi, serta beragamnya flora dan fauna endemik. Keberadaan gua-gua, sungai bawah laut, cadangan batu kapur dan bahan semen pun cukup melimpah sehingga cocok sekali dijadikan spot pariwisata alam.

situs-situs gambar prasejarah tetap harus didekati dengan berjalan kaki. Ada  yang dapat dijangkau dalam hitungan menit dari sungai, namun ada yang memerlukan perjalanan satu malam untuk mendekatinya. Gambar ini dilukis jauh pada masa silam, ketika Kalimantan masih ‘berbagi’ daratan dengan Asia, Jawa, dan Sumatra. Gambar cadas (garca) terawetkan ribuan tahun oleh pekatnya hutan dan jauhnya dari keramaian modernitas.

Garca diduga dibuat oleh kaum Austro-asiatik yang bermata pencaharian berburu dan meramu tingkat lanjut. Mereka datang sekitar 12.000 – 9.000 tahun lalu. Secara teoritis, mereka berjalan kaki dari arah Vietnam menuju Serawak, Sabah, dan akhirnya sampai ke daerah Sangkulirang. Ketika itu, air laut sedang naik menggenangi banyak pesisir dan daratan Asia-Tenggara, dan boleh jadi itu adalah alasan perpindahan orang-orang tadi. Para penggambar garca prasejarah tadi datang lebih dulu dari kaum Austronesian yang merupakan nenek moyang kebanyakan Dayak yang ada sekarang.

Penggambar prasejarah yang disebut orang Kutai Prasejarah itu, tampaknya memusatkan kegiatannya di Gunung Gergaji dan Kulat. Garca di langit-langit gua menunjukkan gua mempunyai posisi penting dalam budaya prasejarah. hampir seluruh tingkat pada kedua gunung tersebut, khususnya Gunung Gergaji. Hal itu terlihat dari sebaran situsnya: tingkat pertama situs dekat sungai, tingkat kedua situs di tengah tebing atau di danaudanau kars di puncak gunung, serta tingkat ketiga situs di puncak punggungan gunung batu.

Tingkat pertama, berupa situs kubur dan hunian. Ada situs yang bergambar, ada yang tidak. Pada situs dekat sungai, ditemukan banyak kereweng-kereweng gerabah, bermotif garis-garis dan tumpal. Berkeliling situs-situs dekat sungai sangat mengasyikkan, seperti keliling ke ‘rumah-rumah’ prasejarah. Pada satu ceruk dan satu gua, ditemukan tiga kerangka yang berwajah ‘halus’, yaitu ciri wajah orang Mongoloid, mungkin juga Austro-asiatik atau Austronesian, namun jelas bukan Melanesoid.

Tingkat kedua yang berada di tengah atau di lembah kars, tampaknya merupakan tempat suci untuk upacara saman. Situs saman ini paling sulit dijangkau dibandingkan dengan situs yang berada di dekat sungai atau di punggungan gunung. Untuk mencapai situs tengah, orang perlu berjalan mendaki tanjakan terjal. Situs-situs tingkat dua ini benar-benar berada di tengah-tengah tebing, kurang-lebih 90- 120 m di atas permukaan sungai.

Umumnya untuk mencapai situs tingkat kedua diperlukan pendakian antara satu hingga dua jam. Tidak heran bila napas tersengal-sengal, jantung seperti dipalu-palu detaknya sendiri, dan badan dibanjiri keringat. Istirahat pun tidak nyaman, karena tidak ada pijakan penuh di tanah atau batu. Semua serba sempit dan miring. Pada beberapa tempat, perlu memanjat tangga kars bersudut 80-90o setinggi 3-4 m. Pada jalur terakhir membutuhkan juluran tali karmantel, yang dijuluki tali ‘Bandung’ oleh penduduk lokal.

Situs tingkat ketiga merupakan situs di puncak punggungan gunung malahan mempunyai jalan yang nyaman dan mudah, asalkan dapat menemui lorong tembus rahasia. Bila lorong tembus itu tidak dilalui, maka tidak mungkin orang sampai ke mulut situs di puncak punggungan karena terlalu tinggi dan terjal. Situs tingkat tiga merupakan situs bergambar tertinggi di kawasan ini, dan tampaknya berfungsi sebagai tempat berkumpul dalam melakukan upacara-upacara komunal.

Dari mulut situs pada tingkat dua dan tiga, pemandangannya sangat mengagumkan. Balutan dedaunan hijau merambat jauh di bawah, dan kabut merangkak pelan seperti enggan meninggalkan hutan. Tegakan gunung kars di sebelahnya tampak angkuh mencuatkan menara karsnya. Menara itu tampak berbayang hitam berlapis-lapis. Kepakan sayap rombongan burung rangkong menggebuk udara, mirip suara helikopter datang. Orangutan terlihat dengan malas menggelayut dari satu kanopi ke kanopi lainnya, dan sesekali orangutan betina, turun ke lereng kars dan duduk sebentar dengan anaknya dari cabang pohon yang dekat ke tebing. Lengkingan panjang orangutan sering terdengar bersautan. Ratusan burung walet berciut-ciut mencari serangga. Menjelang magrib sang raja malam keluar: kelelawar pemakan serangga menggelapkan sebagian langit. Di malam hari geraman beruang dan lenguhan rusa ikut meramaikan hutan.

Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.