Jumat, 11/01/2019

Mendidik Calon Generasi Dengan Hati

Jumat, 11/01/2019

Muhamad fadhol tamimy

Join Grup Telegram Koran Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/+SsC4jer3I5syZWU1 atau klik tombol dibawah ini.

Grup Telegram Koran Kaltim

kemudian join. Anda harus instal aplikasi Telegram terlebih dahulu di ponsel.

Mendidik Calon Generasi Dengan Hati

Jumat, 11/01/2019

logo

Muhamad fadhol tamimy


Oleh: Muhamad Fadhol Tamimy

Pegawai lembaga pemasyarakatan kelas II b tenggarong

Mahasiswa psikologi universitas Mulawarman


Proses pendidikan merupakan salah satu potret suatu bangsa yang peduli akan nasibnya di masa yang akan datang. Tak heran jepang yang luluh lantak di saat hirosima dan Nagasaki dihujani oleh bom atom tentara sekutu, mereka bergerak cepat untuk membangun kembali bangsanya. Dan hal yang paling utama mereka perhatikan adalah aspek pendidikan bangsanya.


Pendidikan yang baik ibarat petani yang merawat dan mengusahakan agar apa yang ia tanam akan menghasilkan bulir padi yang baik nan berkualitas hingga siap untuk di panen. Mulai dari membajak, memberi pupuk, menanam, menjaga agar bulir tidak di makan hama terus dilakukan secara kontinu. Semua membutuhkan proses panjang dan waktu yang melelahkan.


Ketidak sabaran dalam menjalankan proses pendidikan hanya akan menjadikan proses pendidikan menjadi tidak maksimal atau bahkan nihil tanpa hasil. Banyak sekali contoh yang dapat kita ambil manakala proses pendidikan gagal diimplementasikan dalam keseharian kita, dimana mereka yang notabenenya menyandang sebagai orang yang pintar dalam proses pendidikannya justru menjadi tukang tipu, maupun otak di balik korupsi bernilai milyaran bahkan triliyunan hingga lakon prostitusi online.


Yah bisa jadi mereka yang pintar secara akademik tidak di barengi dengan kecerdasan emosional dan spiritual lantaran dahulu mengejar nilai diatas kertas selama proses pembelajaran tanpa menjiwai proses pendidikan itu sendiri. Yang penting nilai tinggi dan tak ada remedy, urusan cara untuk mendapatkan halal maupun haram tak jadi soal, asal bapak ibu guru, teman dan orang tua senang.


Suatu kali penulis melihat seorang ibu yang menghardik anaknya dengan kasar sekali. Ibu tersebut memiliki beberapa anak yang berusia balita dimana mereka sedang bermain genangan air di depan rumahnya. Kegembiraan yang terpancar diawal permainan pada akhirnya menjadi sebuah bencana bagi sang anak.


Tanpa ampun dan pandang bulu sang ibu seketika mencubit sekaligus menghardik anaknya hingga membuatnya menangis. Maksud hati hendak menghindarkan anak dari hal-hal kotor yang ditakutkan membawa penyakit, namun pada akhirnya perilaku sang ibu justru memunculkan penyakit baru. Sebuah penyakit yang barangkali akan ia kenang dan membentuk kepribadian kasar di masa yang akan datang.


Pola-pola berlabel didikan namun menghancurkan ini barangkali sering kita temui. Teguran-teguran yang niatnya untuk membangun, namun pada akhirnya justru menjadi aktifitas bullying dan memalukan orang yang ditegur. Bukannya sadar justru mereka yang mendapatkan teguran dengan unsur bully pada akhirnya merasa minder hingga rasa dendam. Tak dapat melampiaskan pada orang yang bersangkutan, akhirnya mereka pun melampiaskan pada orang lain.


Hal tersebut merupakan sebuah konsekuensi dari kondisi psikologis yang dimunculkan dan dibangun. Semakin sering seorang anak mendapatkan perlakuan buruk seperti bully, kekerasan fisik, pengabaian maka tata perilaku dan kepribadiannya pun akan serupa dengan perlakuan yang diterimanya. Kemungkinannya ada dua, jika anak yang mendapatkan perlakuan buruk tak mampu menyalurkan perlakuan yang diterimanya maka jatuhnya pada perasaan minder, tidak percaya diri, sering menyalahkan diri sendiri, merasa tak berguna dan lain sebagainya. Namun sebaliknya jika sang anak tergolong pada orang yang reaktif maka berpotensi menjadikan anak melakukan hal serupa pada orang lain hingga akhirnya ia dilabeli sebagai anak yang bandel, suka dengan kekerasan, suka membully dan lain sebagainya.


Oleh karenanya mendidik memerlukan sebuah kesabaran dan teknik yang tepat. Tepat dalam arti waktu, tempat, hingga keadaan. Jika melihat anak maupun murid melakukan kesalahan cobalah untuk tidak menegur di depan teman-temannya, karena bisa jadi hal tersebut dapat membuatnya merasa dipermalukan. Cari tempat yang tepat yang mana sekiranya tak membuatnya merasa direndahkan didepan umum. Atau sebagai orang tua saa hendak menegur anak, cobalah lihat pula waktunya. Hindari menasehati anak saat sedang dalam kondisi lelah seperti pulang sekolah. Karena kondisi lelah justru akan membuat sang anak merasa tidak nyaman dan marah.


Proses mendidik memang tidaklah instan dan mudah. Ia membtuhkan kerja sama, kerja keras, konsistensi dan keikhlasan. Kerjasama dalam mendidik generasi bisa dimulai dengan adanya pengertian serta kepedulian dari orang terdekat hingga sampai pada para pembimbing di sekolahnya. Semoga kita dapat menjadi para orang tua yang perhatian pada anak-anak kita.


Mendidik Calon Generasi Dengan Hati

Jumat, 11/01/2019

Muhamad fadhol tamimy

Berita Terkait


Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.