Jumat, 15/02/2019

Kesopan Santunan Yang Mulai Memudar Di Sekitar Kita

Jumat, 15/02/2019

Muhamad Fadhol Tamimy

Join Grup Telegram Koran Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/+SsC4jer3I5syZWU1 atau klik tombol dibawah ini.

Grup Telegram Koran Kaltim

kemudian join. Anda harus instal aplikasi Telegram terlebih dahulu di ponsel.

Kesopan Santunan Yang Mulai Memudar Di Sekitar Kita

Jumat, 15/02/2019

logo

Muhamad Fadhol Tamimy


Oleh: Muhamad Fadhol Tamimy


Pegawai Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Tenggarong


Mahasiswa Psikologi Universitas Mulawarman


Sejak dahulu kala bangsa kita bangsa Indonesia di identikkan dengan adat kebudayaan yang sopan nan ramah tamah dalam bingkai “Orang Timur”. Tentu saja budaya timur itu sendiri memiliki makna dengan anggapan tentang keterjunjungan adab dan juga sopan santun. Sopan santun dalam makna luas misalnya saja saling menghormati dan menghargai terhadap sesama. Sesama yang lebih tua, muda, baik itu wanita maupun pria. Bahkan saking sopannya tak hanya alam nyata saja yang diberi keramahan, bahkan sebagian mereka yang mempercayai mistis pun alam goib mereka beri perlakuan dengan sopannya. “Permisi mbah, disini saya tidak ganggu”


Konsep kebudayaan bangsa indonesia yang begitu indahnya, dimana moral, adab, serta prinsip kekeluargaan sangat di junjung tinggi disini. Menurut Moes (2009) konsep dari kebudayaan bangsa indonesia mengacu pada nilai ketaqwaan, kebenaran, ketertiban, iman, setia kawan, rukun, disiplin, harga diri, kompetitif, ramah tamah, tenggang rasa, kreatif, dan kebersamaan. Yang mana di dalam nilai tersebut menjadi sebuah puncak kebudayaan yang dimiliki oleh seluruh masyarakat bangsa indonesia.


Sebagaimana sifat dan juga ciri dari kebudayaan menurut Melalota (dalam moes, 2009) telah mengkonsepkan kebudayaan yang di miliki oleh bangsa indonesia, diikat oleh jembatan pemersatu, dalam bingkai Bhineka Tunggal Ika.


Konsep yang telah di gambarkan oleh para ahli tersebut memanglah konsep yang seharusnya menjadi pedoman dan tuntunan saat ini sebagai bangsa timur. Akan tetapi apa hendak dikata, jika pedoman dan tuntunan yang dahulu dijunjung tinggi tersebut kinii mulai memudar hingga tak lagi menjadi sebuah pakem yang melekat bagi para masyarakatnya. Kini pakem dan pandangan tersebut seolah menjadi teori usang yang tersimpan di rak-rak perpustakaan adab semata.


Fenomena tersebut barangkali banyak kita lihat dimana seorang murid berani melawan gurunya, bahkan beberapa waktu lalu viral seorang murid yang tengah merokok di tengah pelajaran yang mana tak menghiraukan gurunya yang sedang mengajar. Pun dengan para senior paskib di sebuah sekolah yang memperlihatkan tengah memperpelonco para juniornya dengan memaksa mereka memakan makanan cair yang menjinjikan.


Beberapa kejadian tersebut menjadi semacam bencana citra “sopan” bagi bangsa ini. Semakin tercoreng lagi manakala prostitusi online berharga 80 juta terkuak. Bahkan lakonnya tak segan berbohong hingga membuat tim pengacaranya mundur. Barangkali jika uang 80 juta itu di sumbangkan untuk membeli beras bagi korban bencana bisa sangat berfaedah untuk banyak orang.


Ucapan, sapaan, hingga memanggil yang lebih tua daripadanya pun seakan enggan untuk di lakukan. Apakah berat  melakukan penghormatan sederhana? Bukan bermaksud untuk gila hormat namun berat kah kita saat ini untuk hanya sekedar memanggil “mas”, “kak”, “bang”, “mba” dan lain sebagainya kepada yang lebih dewasa dibandingkan kita semua yang kerap melalikannya.


Urusan remeh temeh memanggil ini, barangkali memang urusan remeh bak tempe, namun dari persoalan sederhana ini kita dapat menakar, bagaimana langkanya sopan santun yang tertanam dalam setiap generasi masa kini. Jika di budidayakan ala ayam surama perilaku seperti ini di sekitar kita, maka jangan heran jika Anda menjadi orang tua nantinya, lantas anak Anda memanggil langsung nama, seperti BRO, Sist, Gan, dan lain sebagainya dengan logat pongah nan ketus.


Pun dengan perilaku beberapa adik-adik yang katanya intelektual saat ini. Begitu mudahnya mereka mengkritik dengan idealism tinggi, akan tetapi rendah akan rasa empati. Menyudutkan orang lain tentang permasalahan yang tak diketahuinya secara online maupun percakapan grup pun tak lagi sungkan untuk dilakukan.


Pudarnya sopan santun


Sadarlah hay sahabat, de, kang, mas, mba, bu, bahwasannya pudarnya sopan santun di sekitar kita menjadi sebuah problem yang amat serius guna di sikapi. Penyikapan ini sama seriusnya seperti menyikapi kasus korupsi yang menggerogoti negeri ini. Karena sopan santun yang tak di pelihara dengan baik hanya akan berdampak sistemik pada potensi kejahatan di segala lini. Bahkan kasus prostitusi, korupsi, pungli, dan grativikasi yang telah menguat di negeri ini merupakan imbas dari memudarnya sopan santun dalam benak dan juga sanubari para koloni petinggi negeri.


Barangkali dalam mendirikan bangsa ini tak cukup hanya dengan membangun infratruktur semata. Hal tersebut mungkin berguna dan memiliki manfaat, namun adakalanya membangun bangsa ini juga diperlukan dengan cara membersamainya dalam membangun karakter soapan dan adab. Karena sebuah peradaban fondasi utama adalah adab para masyarakatnya.


Menjadi kritis akan semakin dhasyat kontribusinya bagi bangsa, manakala mampu menyeimbangkan kekritisan yang dimiliki dengan trah keberadaban dalam kesantunan. Sebagai kaum muda sekaligus abdi negara, penulis menyadari bahwasanya banyak kekurangan yang harus diperbaiki dalam diri. Terutama sebuah contoh suri tauladan adab yang baik.


Kesopan Santunan Yang Mulai Memudar Di Sekitar Kita

Jumat, 15/02/2019

Muhamad Fadhol Tamimy

Berita Terkait


Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.