Senin, 20/05/2019

UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) di Era Revolusi Industri 4.0

Senin, 20/05/2019

Join Grup Telegram Koran Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/+SsC4jer3I5syZWU1 atau klik tombol dibawah ini.

Grup Telegram Koran Kaltim

kemudian join. Anda harus instal aplikasi Telegram terlebih dahulu di ponsel.

0

UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) di Era Revolusi Industri 4.0

Senin, 20/05/2019

logo

UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) di Era Revolusi Industri 4.0

Oleh: Abd Fajar

Mahasiswa Departemen Agribisnis, Pasca Sarjana IPB University


 

Krisis yang melanda dunia telah mendorong sejumlah pakar ekonomi global meninjau kembali serta mengkaji ulang peranan usaha mikro kecil menengah (UMKM). Bersama pertanian, UMKM sudah terbukti menjadi benteng kokoh saat perekonomian Negara diterpa krisis. Sebagai penguat keyakinan peran penting UMKM, Amerika Serikat dalam penciptaan lapangan kerja sejak perang dunia II, sumbangan UMKM ternyata tak bisa diabaikan. (DL Birch, 1979) AS benar-benar telah membuktikan hipotesis tersebut. Ketika sektor finansial ambruk diterpa krisis yang melanda negeri adidaya itu pada 2008, pertanian dan UMKM tampil sebagai penyelamat.

Di Indonesia, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) memiliki peran yang signifikan dalam menggerakkan sektor riil, khususnya mengatasi masalah pengangguran dan memberikan kontribusi terhadap GDP mencapai 60% . Data Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan kini sudah ada 59,2 juta UMKM dan sekitar 58 juta lebih di antaranya pelaku usaha mikro. Jika setiap usaha UMKM menampung dirinya sendiri dan satu orang tenaga kerja, itu berarti ada sekitar 118 juta tenaga kerja yang terserap dalam sektor ini.

Upaya-upaya pemerintah meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam negeri melalui penyediaan infrastruktur dan regulasi sektor digital diharapkan mampu mengurangi hambatan terhadap akses bagi para UMKM. Salah satu upaya konkrit untuk mewujudkan ini adalah melalui penguatan UMKM di tingkat desa yang berbasis digital. Pemerintah  dapat menghasilkan pertumbuhan dan pekerjaan dari bawah melalui pengembangan ekonomi lokal yang memanfaatkan peluang dan sumber daya yang dimiliki masing-masing daerah pedesaan.

Data Kementrian Desa Pembanguan Daerah Tertinggal dan transmigrasi, jumlah desa yang ada di Indonesia adalah sebanyak 74.754 desa, dengan persentase penduduk di pedesaan saat ini 50,2% dari total penduduk Indonesia. Kondisi buruk yang terjadi adalah adanya mobilisasi tenaga kerja produktif dan terdidik dari wilayah desa ke kota. Hingga 2035 diprediksi jumlah penduduk pedesaan akan menurun sebanyak 0,64% per tahunnya. Brain drain ini apabila dibiarkan maka akan memperburuk kondisi desa di kemudian hari. Brain drain akan selalu berlangsung jika tidak ada pekerjaan yang menarik dan menjanjikan di Desa.

Ditengah kemajuan teknologi dan industri 4.0, penyertaan teknologi digital dalam mengakses UMKM akan menarik minat para pemuda (angkatan kerja produktif) untuk tetap tinggal di desa mengembangkan pertanian melalui lembaga UMKM berbasis digital.

Digitalisasi dipastikan dapat memangkas rantai supply yang terlalu panjang, yang pada akhirnya akan memberikan harga yang lebih baik di hulu. Lebih lanjut, perdagangan online atau ecommerce akan memperbesar pasar untuk komoditas / produk yang ditawarkan, bukan hanya pasar domestik namun juga pasar ekspor. Kehadiran banyak platorm dan marketplace digital saat ini baik B2C (business to costumer) maupun B2B (business to business), dipastikan menjadi motor percepatan untuk menuju digitalisasi.

Platform dan marketplace dapat diibaratkan sebagai wadah one stop shopping bagi konsumen atau belanja bermacam-macam di satu tempat. Bukan hanya membantu memasarkan produk, namun juga menyiapkan segala sesuatunya agar produk sampai ke tangan konsumen dengan cepat dan biaya termurah. Mulai dari variasi pilihan untuk transportasi pengiriman, cara pembayaran (cash atau e-money), metode pembayaran (full payment atau cicilan) atau bahkan lokasi pembayaran (cash on delivery/COD atau di convenience store).

Sayangnya, hanya 3,79 juta UMKM dari 59,2 juta UMKM yang ada di Indonesia telah mengadopsi penggunaan teknologi digital. Sedangkan ketika kita berkaca ke Amerika Serikat, 90% pelaku UMKM disana sudah go digital. Oleh karena itulah, sejak tahun 2018 lalu pemerintah meluncurkan kampanye nasional bertajuk “Ayo UMKM Jualan Online” dengan target bahwa 8 juta UMKM akan go-online di tahun 2020. Peluang untuk mendongkrak perdagangan melalui go-digital dan go-online UMKM masih terbuka lebar. Apa yang harus dilakukan?

UMKM meskipun secara kuantitas jumlahnya sangat besar di Indonesia, namun mereka belum terkonsolidasi dengan kuat. Keberadaan mereka masih terpencar atau tidak terorganisir dan tidak solid.  Lemahnya kemampuan berjejaring membuat daya tawar mereka juga lemah. Sehingga masing-masing bergerak sendiri dan berjuang sendirian. Padahal dengan memperjuangkan kepentingan bersama dan secara bersama-sama akan memudahkan UMKM memperoleh segala dukungan yang diperlukan termasuk informasi tentang teknologi dan digital. Hal itu pula yang menyebabkan pelaku UMKM resistensi terhadap perubahan, Beberapa UMKM menganggap teknologi adalah hal baru, sehingga mereka masih meraba-raba potensi bisnisnya terlebih dulu. Kemudian rendahnya literasi digital terhadap UMKM dan belum adanya program secara massif di pedesaan agar UMKM bisa dengan baik mengenal dan menggunakan digital ekonomi.

Pemerintah harus memperkuat UMKM secara kelembagaan terlebih dahulu kemudian melakukan peningkatkan pemahaman tentang digitalisasi, dan potensi media sosial sebagai sarana promosi kepada para UMKM. Pasalnya, pengetahuan akan hal tersebut masih sangat minim pendampingannya. Harus dilakukan pemerintah adalah pemanfaatan secara maksimal broadband yang sudah terpasang di 400 kabupaten dan 114 daerah. Pemanfaatan infrastrukutr teknologi ini juga harus dibarengi dengan upaya untuk meningkatkan kapasitas UMKM di daerah-daerah melalui kolaborasi yang terbangun antara kementerian teknis di pusat dengan dinas di daerah serta pemerintahan kabupaten atau kota. Beberapa dimensi yang sering menjadi konten dalam penguatan organisasi UMKM antara lain penguatan manajemen dan perencanaan finansial, pemasaran, pembangunan produk, produksi, penguatan pengetahuan bagi pengusaha, hingga penguatan menajemen berbasis teknologi.

Langkah selanjutnya yang dapat diambil oleh pemerintah adalah dengan memperluas akses keuangan bagi UMKM sebagai modal untuk peningkatan kapasitas. Mengamini solusi yang ditawarkan oleh Delloite Access Economics, pemerintah perlu meningkatkan kemudahan akses pinjaman dengan bunga rendah kepada para UMKM. Pemberian akses kredit yang mudah juga harus dibarengi dengan penetapan pajak yang murah bagi UMKM yang memasarkan produknya secara digital. Pemerintah selayaknya menyamakan pajak penghasilan UMKM online dengan yang berbasis konvensional sebesar 0,5%. Bahkan achmad deni Daruri selaku President Director Center for Banking Crisis mengatakan keberpihakan yang terang-terangan dari pemerintah Indonesia akan memacu sektor UKM dan pertanian mencapai keunggulan kompetitifnya. Ini bisa dilakukan dengan keberanian memberikan kredit tanpa bunga kepada sektor UKM dan pertanian (Ini memang tidak mudah)

Jika skema ini bisa berjalan secara maksimal, UMKM go-digital dapat memberikan sumbangsih bagi perekonomian yang cukup signifikan. Dengan segenap keunggulan lokal serta dukungan pemerintah dan berbagai pemangku kepentingan, percayalah kita akan memenangkan persaingan di pasar global.


Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.