Rabu, 27/11/2019

KETUA RT DIDUGA BEKERJA SAMA DENGAN PARA MAFIA TANAH

Rabu, 27/11/2019

Lahan yang diambil alih oleh Mafia Tanah

Join Grup Telegram Koran Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/+SsC4jer3I5syZWU1 atau klik tombol dibawah ini.

Grup Telegram Koran Kaltim

kemudian join. Anda harus instal aplikasi Telegram terlebih dahulu di ponsel.

0

KETUA RT DIDUGA BEKERJA SAMA DENGAN PARA MAFIA TANAH

Rabu, 27/11/2019

Sangatta, Kutai Timur - PT Pertamina EP Asset 5 Sangatta Field adalah salah satu anak perusahaan PT. Pertamina (Persero) yang beroperasi di wilayah Kabupaten Kutai Timur. Yang rencananya akan menambah sumur bor baru di sekitar area kawasan Pertamina tepatnya di lingkungan RT. 02 Dusun Topo Indah Desa Sangatta Selatan Kecamatan Sangatta Selatan Kabupaten Kutai Timur. Kabar tentang pembebasan lahan ini awalnya hanya diketahui oleh beberapa pihak serta aparat terkait saja, salah satunya adalah Sidarman, Ketua RT.02 Dusun Topo Indah Desa Sangatta Selatan. Lalu berkoordinasilah Ketua RT setempat bersama warga yang terkait dengan mencari tahu setiap pengelola lahan (pemilik kebun) di lokasi kawasan hutan tersebut agar dapat dibuatkan surat kepemilikan lahan.

Maka diundanglah warga yang diketahui kepemilikannya untuk menghadiri rapat guna membahas tentang rencana pembebasan lahan lokasi sumur pemboran dari PT. Pertamina EP 5 Asset Sangatta Field. Salah satu yang dibahas adalah pembuatan surat kepemilikan atas lahan yang berbentuk segel. Dalam pertemuan hanya beberapa orang saja yang hadir dari pemilik lahan/kebun yang rencana terkena lokasi pengeboran itu, sedang yang belum mengetahui tidak hadir dalam rapat tersebut tapi justru para mafia tanah yang diundang oleh Sidarman, Ketua RT.02 Dusun Topo Indah Desa Sangatta Selatan. Salah seorang pengelola lahan/pemilik kebun bernama ibu Hadriah yang sekarang bertempat tinggal di Bengalon belakangan memperoleh informasi dari keluarganya yang biasa dipanggil bapak Dasman yang kebetulan juga beliau berkebun di sekitar kawasan tersebut, mengatakan bahwa lahan/kebun milik ibu Hadriah dirintis atau dibersihkan orang lain diduga oknum mafia tanah. Lalu kemudian ibu Hadriah dan suaminya dari Bengalon beserta anaknya yang bernama Ferry dari Kaliorang datang ke Sangatta untuk hadir mengikuti rapat selanjutnya, karena mereka yang merintis dan berkebun dari awal.

Pada saat dilakukan pengukuran di lokasi, ternyata lahan/kebun ibu Hadriah sudah bersih dan sudah ada nama lain atas lahan tersebut. Dengan melihat sketsa gambar yang telah dibuat dan ditunjukkan oleh Sidarman, seharusnya lahan/kebun yang merupakan milik ibu Hadriah adalah seluas ±1,5 hektar tetapi yang diperlihatkan tersisa hanya 50m x 100m saja, sedangkan selebihnya yang ±1 hektar dalam lokasi rencana sumur pengeboran sudah diserobot dengan mengatasnamakan orang lain. Diduga ada kepentingan bersama atau kelompok sehingga dalam kepemilikan lahan tersebut ada rekayasa oleh Ketua RT setempat. Dengan adanya kecurangan atau dugaan rekayasa dalam kepemilikan lahan, maka ibu Hadriah mengambil tindakan untuk membuat surat keberatan/komplain ke Kantor Desa Sangatta Selatan serta tembusan ke Kecamatan, Pertamina dan Kepolisian pada tanggal 16 Oktober 2019.

Beberapa saksi juga mengetahui bahwa bukan hanya lahan milik ibu Hadriah yang diserobot oleh kelompok tersebut, ada lahan milik warga yang berinisial S, yang juga telah diserobot oleh para mafia tanah ini. Seolah SIdarman menggunakan jabatan dan wewenangnya sebagai Ketua RT untuk mengatur dan menentukan nama pemilik lahan yang telah di ambil alih. Sedangkan untuk legalitas kepemilikan lahan tersebut diketahui tidak ada seorangpun yang punya. Dari beberapa saksi menyebutkan surat kepemilikan lahan baru akan dibuat setelah tahu adanya rencana pembebasan dan ganti rugi lahan tersebut. 

Informasi lain yang diperoleh, berdasarkan bukti surat segel yang diterbitkan di Kantor Desa Sangatta Selatan, dan dalam hal pengurusan administrasi di Kantor Desa Sangatta Selatan yang bertugas adalah Suganda, Kasi Pemerintahan pada saat itu. Beberapa pemilik lahan diterbitkan segelnya pada tanggal 08 Oktober 2019 antara lain atas nama Naloyangan memiliki luas tanah 10.000 m² (50mx200m), R. Irawan Prasetya memiliki luas tanah 10.000 m² (50m x 200m), dan Inawan Rawati yang memilik luas tanah 7.000 m² (70m x 100m). Sedangkan atas nama Hadriah tidak diterbitkan padahal KTP dan Kartu Keluarga sudah diterima oleh Ketua RT setempat namun berkasnya dikembalikan. Alasan Sidarman, Ketua RT tidak menyetujui kalo permintaan dari pihak ibu Hadriah mengklaim tanahnya seluas ±1,5 hektar, “itu tidak bisa karena sudah ada nama orang lain yang punya”, ungkapnya. Pada saat peninjauan lokasi berikutnya kedua belah pihak saling bersih keras mengklaim lahan yang sudah dibuat atau dirancang oleh Sidarman. Karena lahan milik ibu Hadriah yang telah diambil alih diketahui atas nama Naharuddin seluas 50.000 m² (50m x 100m) dan sisanya atas nama Harianto Tangsi.

Pada hari Rabu tanggal 23 Oktober 2019 Suganda, Kasi Pemerintahan mengundang secara lisan pihak yang bersengketa untuk diadakan musyawarah di Balai Desa agar masalah ini dapat diselesaikan. Karena tidak ada penyelesaian maka disepakatilah untuk melihat langsung ke lokasi lahan tersebut dan didampingi Bintara Pembina Desa (Babinsa) dan seorang wakil dari aparat Kepolisian yang bertugas saat itu. Maka hari itu juga dilakukan pengukuran ulang. Disaat itu jelas bahwa lahan/kebun tersebut adalah milik Hadriah, karena pada saat pengukuran ulang tidak ada yang merasa itu adalah miliknya, padahal sudah di sketsa/gambar yang dirancang oleh Sidarman tercantum beberapa nama yaitu Naharuddin dan Harianto Tangsi. Saat itu keberadaan Naharuddin tidak ada di lokasi pengukuran tapi justru para mafia tanah yang ada disana untuk mengawasi. Kehadiran Naharuddin saat itu dipertanyakan sebagai saksi namun Sidarman mengatakan Naharuddin ada di Sulawesi, padahal Naharuddin saat itu berada di Jawa, atas pengakuan dia sendiri. Hal ini diketahui Lilis anak pertama dari ibu Hadriah saat bertemu di Kantor Desa guna meminta tandatangan untuk saksi lahan perwatasan di atas surat segel.

Walaupun sudah dilakukan pengukuran ulang tetap saja Ketua RT dan kelompoknya merekayasa ukuran tanah yang seharusnya milik ibu Hadriah. Ukuran yang dibuat oleh Ketua RT saat itu 50m x 100m diukur dari Utara ke Selatan (bagian barat) dan 50m x 75m diukur dari Utara ke Selatan (bagian timur). Seharusnya yang benar adalah 50m x 75m diukur dari Selatan ke Utara. Karna tidak mau berdebat lagi akhirnya pihak Hadriah iklas menerima ukuran tersebut untuk sementara waktu, karena jika tidak begitu ibu Hadriah tidak akan dapat memiliki surat segel atas lahannya. Akhirnya surat segel atas nama Hadriah diterbitkan oleh Suganda, Kasi Pemerintahan yang bertugas di Kantor Desa Sangatta Selatan. Saat ditemui di ruang kantornya pihak Hadriah yang diwakili anaknya meminta di revisi kembali untuk bidang tanah di sebelah selatan yang berbatasan dengan Naloyangan namun ditolak dengan alasan itu sudah disepakati pada saat pengukuran ulang. Tetapi anehnya beberapa hari setelah itu Suganda dengan mudah memperbaiki bidang tanah yang di sebelah selatan di dalam surat segel tersebut tanpa harus berkoordinasi ke Sidaraman, Ketua RT terlebih dahulu. Katanya, “kalau ada yang keberatan silahkan hubungi saya”. Dengan cara seperti itu berarti memang benar akan adanya dugaan rekayasa dan konspirasi antara oknum perangkat desa dan para mafia tanah ini.

Fakta lain yang membenarkan klaim atas tanah ibu hadriah adalah tepatnya pada hari Jumat tanggal 21 November 2019 diadakan pertemuan antara pihak Pertamina dengan pemilik lahan di Kantor Desa yang dipimpin langsung oleh Sjaim, Kepala Desa Sangatta Selatan, sedangkan dari pihak PT. Pertamina EP Asset 5 Sangatta Field diwakili oleh Daniel, Maulana dan Rifani. Hal yang dibahas adalah tentang nilai atau harga tanah yang akan dibayarkan oleh pihak Pertamina. Berdasarkan data yang dimiliki pihak Pertamina bahwa nama Harianto Tangsi yang justru berbatasan langsung dengan lahan Hadriah di sebelah selatan, padahal segel yang terdaftar dengan No. Reg 592.11/965/X.2019 adalah atas nama Naloyangan. Lebih anehnya lagi, setiap pemilik lahan baru yang diduga para mafia tanah ini memiliki hak lahan dengan ukuran luas tanah yang tidak jelas atau tidak beraturan bidangnya. Hal ini bisa dibuktikan dengan adanya sketsa gambar yang di perlihatkan oleh pihak Pertamina. Kalau melihat setiap surat segel dari pemilik lahan lain, maka para mafia tanah ini juga seharusnya memiliki luas lahan kurang lebih 1 (satu) hektar untuk dikelola itupun dengan bidang tanah yang jelas bentuknya. Fakta inilah yang membuat pihak dari ibu Hadriah merasa telah dipermainkan dan dirampas haknya.


Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.