Sangatta, Kutai Timur - PT Pertamina EP Asset 5 Sangatta Field adalah salah satu anak perusahaan
PT. Pertamina (Persero) yang beroperasi di wilayah Kabupaten Kutai Timur. Yang
rencananya akan menambah sumur bor baru di sekitar area kawasan Pertamina
tepatnya di lingkungan RT. 02 Dusun Topo Indah Desa Sangatta Selatan Kecamatan
Sangatta Selatan Kabupaten Kutai Timur. Kabar tentang pembebasan lahan ini
awalnya hanya diketahui oleh beberapa pihak serta aparat terkait saja, salah
satunya adalah Sidarman, Ketua RT.02 Dusun Topo Indah Desa Sangatta Selatan. Lalu
berkoordinasilah Ketua RT setempat bersama warga yang terkait dengan mencari
tahu setiap pengelola lahan (pemilik
kebun) di lokasi kawasan hutan tersebut agar dapat dibuatkan surat
kepemilikan lahan.
Maka diundanglah warga yang diketahui kepemilikannya untuk menghadiri
rapat guna membahas tentang rencana pembebasan lahan lokasi sumur pemboran dari
PT. Pertamina EP 5 Asset Sangatta Field. Salah satu yang dibahas adalah pembuatan surat kepemilikan atas lahan yang
berbentuk segel. Dalam pertemuan hanya beberapa orang saja yang hadir dari
pemilik lahan/kebun yang rencana terkena lokasi pengeboran itu, sedang yang belum
mengetahui tidak hadir dalam rapat tersebut tapi justru para mafia tanah yang
diundang oleh Sidarman, Ketua RT.02 Dusun Topo Indah Desa Sangatta Selatan. Salah
seorang pengelola lahan/pemilik kebun bernama ibu Hadriah yang sekarang
bertempat tinggal di Bengalon belakangan memperoleh informasi dari keluarganya
yang biasa dipanggil bapak Dasman yang kebetulan juga beliau berkebun di
sekitar kawasan tersebut, mengatakan bahwa lahan/kebun milik ibu Hadriah dirintis
atau dibersihkan orang lain diduga oknum mafia
tanah. Lalu kemudian ibu Hadriah dan suaminya dari Bengalon beserta anaknya
yang bernama Ferry dari Kaliorang datang ke Sangatta untuk hadir mengikuti
rapat selanjutnya, karena mereka yang merintis dan berkebun dari awal.
Pada saat dilakukan pengukuran di lokasi, ternyata lahan/kebun ibu
Hadriah sudah bersih dan sudah ada nama lain atas lahan tersebut. Dengan
melihat sketsa gambar yang telah dibuat dan ditunjukkan oleh Sidarman, seharusnya lahan/kebun yang merupakan milik ibu Hadriah adalah seluas
±1,5 hektar tetapi yang diperlihatkan tersisa hanya 50m x 100m saja, sedangkan
selebihnya yang ±1 hektar dalam lokasi rencana sumur pengeboran sudah diserobot
dengan mengatasnamakan orang lain. Diduga ada kepentingan bersama atau kelompok
sehingga dalam kepemilikan lahan tersebut ada rekayasa oleh Ketua RT setempat. Dengan adanya
kecurangan atau dugaan rekayasa dalam kepemilikan lahan, maka ibu Hadriah
mengambil tindakan untuk membuat surat keberatan/komplain ke Kantor Desa
Sangatta Selatan serta tembusan ke Kecamatan, Pertamina dan Kepolisian pada
tanggal 16 Oktober 2019.
Beberapa saksi juga mengetahui bahwa bukan hanya lahan milik ibu
Hadriah yang diserobot oleh kelompok tersebut, ada lahan milik warga yang
berinisial S, yang juga telah diserobot oleh para mafia tanah ini. Seolah
SIdarman menggunakan jabatan dan wewenangnya sebagai Ketua RT untuk mengatur
dan menentukan nama pemilik lahan yang telah di ambil alih. Sedangkan untuk legalitas
kepemilikan lahan tersebut diketahui tidak ada seorangpun yang punya. Dari
beberapa saksi menyebutkan surat kepemilikan lahan baru akan dibuat setelah
tahu adanya rencana pembebasan dan ganti rugi lahan tersebut.
Informasi lain yang diperoleh, berdasarkan bukti surat
segel yang diterbitkan di Kantor Desa Sangatta Selatan, dan dalam hal
pengurusan administrasi di Kantor Desa Sangatta Selatan yang bertugas adalah
Suganda, Kasi Pemerintahan pada saat itu. Beberapa pemilik lahan diterbitkan
segelnya pada tanggal 08 Oktober 2019 antara lain atas nama Naloyangan memiliki
luas tanah 10.000 m² (50mx200m), R. Irawan Prasetya memiliki luas tanah 10.000
m² (50m x 200m), dan Inawan Rawati yang memilik luas tanah 7.000 m² (70m x 100m).
Sedangkan atas nama Hadriah tidak diterbitkan padahal KTP dan Kartu Keluarga
sudah diterima oleh Ketua RT setempat namun berkasnya dikembalikan. Alasan
Sidarman, Ketua RT tidak menyetujui kalo permintaan dari pihak ibu Hadriah
mengklaim tanahnya seluas ±1,5 hektar, “itu
tidak bisa karena sudah ada nama orang lain yang punya”, ungkapnya. Pada
saat peninjauan lokasi berikutnya kedua belah pihak saling bersih keras
mengklaim lahan yang sudah dibuat atau dirancang oleh Sidarman. Karena lahan
milik ibu Hadriah yang telah diambil alih diketahui atas nama Naharuddin seluas
50.000 m² (50m x 100m) dan sisanya atas nama Harianto Tangsi.
Pada hari Rabu tanggal 23 Oktober 2019 Suganda, Kasi
Pemerintahan mengundang secara lisan pihak yang bersengketa untuk diadakan
musyawarah di Balai Desa agar masalah ini dapat diselesaikan. Karena tidak ada
penyelesaian maka disepakatilah untuk melihat langsung ke lokasi lahan tersebut
dan didampingi Bintara Pembina Desa (Babinsa) dan seorang wakil dari aparat
Kepolisian yang bertugas saat itu. Maka hari itu juga dilakukan pengukuran
ulang. Disaat itu jelas bahwa lahan/kebun tersebut adalah milik Hadriah, karena
pada saat pengukuran ulang tidak ada yang merasa itu adalah miliknya, padahal
sudah di sketsa/gambar yang dirancang oleh Sidarman tercantum beberapa nama yaitu
Naharuddin dan Harianto Tangsi. Saat itu keberadaan Naharuddin tidak ada di
lokasi pengukuran tapi justru para mafia tanah yang ada disana untuk mengawasi.
Kehadiran Naharuddin saat itu dipertanyakan sebagai saksi namun Sidarman
mengatakan Naharuddin ada di Sulawesi, padahal Naharuddin saat itu berada di
Jawa, atas pengakuan dia sendiri. Hal ini diketahui Lilis anak pertama dari ibu
Hadriah saat bertemu di Kantor Desa guna meminta tandatangan untuk saksi lahan
perwatasan di atas surat segel.
Walaupun sudah dilakukan pengukuran ulang tetap saja
Ketua RT dan kelompoknya merekayasa ukuran tanah yang seharusnya milik ibu
Hadriah. Ukuran yang dibuat oleh Ketua RT saat itu 50m x 100m diukur dari Utara
ke Selatan (bagian barat) dan 50m x 75m diukur dari Utara ke Selatan (bagian
timur). Seharusnya yang benar adalah 50m x 75m diukur dari Selatan ke Utara. Karna tidak mau berdebat lagi akhirnya pihak Hadriah iklas
menerima ukuran tersebut untuk sementara waktu, karena jika tidak begitu ibu
Hadriah tidak akan dapat memiliki surat segel atas lahannya. Akhirnya surat
segel atas nama Hadriah diterbitkan oleh Suganda, Kasi Pemerintahan yang
bertugas di Kantor Desa Sangatta Selatan. Saat ditemui di ruang kantornya pihak
Hadriah yang diwakili anaknya meminta di revisi kembali untuk bidang tanah di
sebelah selatan yang berbatasan dengan Naloyangan namun ditolak dengan alasan
itu sudah disepakati pada saat pengukuran ulang. Tetapi anehnya beberapa hari
setelah itu Suganda dengan mudah memperbaiki bidang tanah yang di sebelah
selatan di dalam surat segel tersebut tanpa harus berkoordinasi ke Sidaraman,
Ketua RT terlebih dahulu. Katanya, “kalau
ada yang keberatan silahkan hubungi saya”. Dengan cara seperti itu berarti
memang benar akan adanya dugaan rekayasa dan konspirasi antara oknum perangkat
desa dan para mafia tanah ini.
Fakta lain yang membenarkan klaim atas tanah ibu
hadriah adalah tepatnya pada hari Jumat tanggal 21 November 2019 diadakan
pertemuan antara pihak Pertamina dengan pemilik lahan di Kantor Desa yang dipimpin
langsung oleh Sjaim, Kepala Desa Sangatta Selatan, sedangkan dari pihak PT. Pertamina
EP Asset 5 Sangatta Field diwakili oleh Daniel, Maulana dan Rifani. Hal yang
dibahas adalah tentang nilai atau harga tanah yang akan dibayarkan oleh pihak
Pertamina. Berdasarkan data yang dimiliki pihak Pertamina bahwa nama Harianto
Tangsi yang justru berbatasan langsung dengan lahan Hadriah di sebelah selatan,
padahal segel yang terdaftar dengan No. Reg 592.11/965/X.2019 adalah atas nama
Naloyangan. Lebih anehnya lagi, setiap pemilik lahan baru yang diduga para
mafia tanah ini memiliki hak lahan dengan ukuran luas tanah yang tidak jelas
atau tidak beraturan bidangnya. Hal ini bisa dibuktikan dengan adanya sketsa gambar
yang di perlihatkan oleh pihak Pertamina. Kalau melihat setiap surat segel dari
pemilik lahan lain, maka para mafia tanah ini juga seharusnya memiliki luas
lahan kurang lebih 1 (satu) hektar untuk dikelola itupun dengan bidang tanah
yang jelas bentuknya. Fakta inilah yang membuat pihak dari ibu Hadriah merasa
telah dipermainkan dan dirampas haknya.