Minggu, 08/12/2019
Minggu, 08/12/2019
Djumriah Lina Johan
Minggu, 08/12/2019
Djumriah Lina Johan
Oleh : Djumriah
Lina Johan
(Pengelola PAUD
Islam di Balikpapan)
Meningkatnya kenakalan remaja membuat khawatir sejumlah elemen
masyarakat. Mulai dari ngelem, merokok, mabuk-mabukan, hingga narkoba. Menurut Ketua Komisi IV DPRD
Kota Balikpapan, Muhammad Taqwa, dibutuhkan
fokus pengawasan yang dimulai dari orang tua di rumah.
Selain itu, pemerintah
kota juga diminta mengambil kendali dengan mengaktifkan jam malam bagi anak-anak.
Apalagi sebelumnya telah ditertibkan Peraturan Wali kota (Perwali) Nomor 35
Tahun 2013 yang menerapkan jam belajar malam, namun belum maksimal berjalan. “Anak-anak ini harusnya diatur
jam malamnya. Seperti perwali jam malam, harus diberlakukan dan gencarkan lagi
sosialisasinya di tengah masyarakat,” terangnya. (Balikpapan Pos, Jumat, 22/11/2019)
Upaya memaksimalkan Perwali Jam Belajar,
pengawasan orang tua dan sanksi kepada toko yang menjual lem kepada anak-anak pada
hakikatnya tidak cukup untuk mengatasi masalah kenakalan remaja. Sebab, pangkal
permasalahan kenakalan remaja bukan hanya sekedar karena kurangnya pengawasan. Ibarat
ada asap, tidak mungkin jika tidak ada api. Sehingga memaksimalkan kembali
Perwali tersebut seakan hanya mengipasi asap tanpa mematikan api yang menjadi
akar permasalahannya.
Untuk dapat memberikan solusi yang
solutif, perlu didudukkan terlebih dahulu apa penyebab kenakalan remaja.
Pertama, kenakalan remaja mayoritas disebabkan karena masalah keluarga. Mulai
dari perceraian orang tua, kedua orang tua yang sibuk bekerja, hingga orang tua
yang abai akan pemenuhan hak anak-anaknya. Sehingga anak pun mencari pelarian
keluar rumah dan akhirnya terjebak dalam kenakalan remaja.
Kedua, kesalahan memilih komunitas
pertemanan. Tak jarang, remaja yang merupakan anak dari keluarga baik-baik
bahkan anak dari seorang ustadz terjerumus ke dalam lingkaran pertemanan yang
salah. Berawal dari sekedar keingintahuan, memperluas pergaulan, dan
alasan-alasan lain mewarnai benak generasi hingga terjebak di lubang
kemaksiatan.
Ketiga, imbas dari konten tayangan
televisi, sosial media, bahkan komik dan novel. Kemajuan teknologi yang tidak
dibarengi peningkatan ilmu agama mengakibatkan kenakalan remaja secara massal
dan masif. Jika dulu kenakalan remaja hanya dipicu oleh sinetron, film, dan
iklan, kini serangan kerusakan tersebut melalui jejaring media sosial yang sudah
tidak terbendung lagi. Apalagi jika melihat mudahnya generasi mengakses
internet. Tak jarang usia SD bahkan sudah memiliki smartphone sendiri. Maka kerusakan pun tak bisa dihindarkan.
Keempat, masyarakat yang abai pada masalah
generasi. Masyarakat yang seharusnya menjadi pengontrol generasi, kehilangan
fungsi dan perannya tersebut. Hal ini disebabkan terjangkitnya virus
individualisme yang dampaknya invidivu masyarakat hanya memikirkan masalah
dirinya dan keluarganya. Walhasil semakin rusaklah generasi di negeri ini.
Kelima, hilangnya peran sekolah sebagai
pencetak generasi berkualitas. Sekolah dengan kurikulumnya yang sekarang, hanya
bertugas mencetak generasi yang berorientasi pada materi saja. Bukan
menghasilkan generasi yang siap untuk beribadah kepada Allah swt. Hasilnya,
generasi sekarang miskin adab, akhlak, dan bodoh.
Keenam, negara yang lalai dari tugasnya
sebagai pengurus dan pelindung generasi. Sudah menjadi kewajiban negara untuk
mengurusi dan melindungi generasi dari kerusakan moral. Namun, negara ini
justru disibukkan dengan narasi radikalisme, pengangkatan staf khusus, dan
seremonial-seremonial lain yang tidak lebih penting dari permasalahan generasi
sekarang. Jika generasi saat ini diwarnai dengan kenakalan remaja, maka
bagaimana nasib negara ini di masa depan? Itulah sebabnya, negara berperan
sangat besar dalam mengatasi permasalahan remaja ini.
Ketujuh, dari banyaknya faktor yang
menjadi penyebab kenakalan remaja, faktor ini yang berperan sangat penting
dalam menjaga atau justru merusak generasi. Yakni, sistem kehidupan. Sistem kehidupan
sekuler liberal yang diadosi negeri ini menjadi asal muasal rusaknya generasi.
Kehidupan serba bebas dan serba boleh yang diterapkan di negeri ini tanpa
campur tangan agama menjadikan negeri ini berada di jurang tak berujung.
Sebab, sebuah kehidupan yang tanpa aturan
hanya menghantarkan kepada kehancuran. Lihatlah kondisi Negeri Ginseng sekarang!
Korea Selatan yang dielu-elukan oleh hampir seluruh generasi muda di dunia
mengalami termasuk Indonesia dalam kurun waktu tahun 2019 saja sudah banyak
dihiasi kasus pelecehan seksual, narkoba, depresi, dan yang masih hangat
diingatan bunuh diri Idol.
Tak hanya di Korea Selatan, Jepang, China,
Amerika Serikat, dan negeri-negeri lainnya menambah daftar panjang rusaknya
generasi akibat tak ingin kehidupan mereka diatur. Tentu kita sebagai negeri
dengan penduduk mayoritas muslim tidak ingin negara kita seperti negara-negara
non muslim di atas. Maka tidak ada jalan lain untuk menyelamatkan generasi dari
kenakalan remaja melainkan dengan kembali kepada hukum Allah.
Keimanan yang ada di dalam diri seorang
muslim pasti akan menghantarkan dirinya kepada keinginan menerapkan hukum
Islam. Karena, puncak dari perwujudan keimanan seseorang adalah dengan
menerapkan aturan Allah swt. Allah yang menciptakan manusia, maka Allah pula
yang berhak untuk mengatur manusia dengan aturanNya.
Islam memandang generasi sebagai aset
negara yang wajib diurusi dan dilindungi. Bahkan Allah pun menegaskannya di
dalam QS. Ali ‘Imran ayat 110, “Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan
untuk manusia.”
Sehingga Islam memiliki pengaturan yang
komprehensif dalam mengurusi dan melindungi generasi dari kerusakan dan
menjadikan mereka generasi emas. Pertama, keluarga berkewajiban mendidik
anak-anaknya agar memiliki keimanan yang kuat dan kokoh. Keimanan ini yang akan
menjadi benteng utama ketika datang godaan untuk bermaksiat.
Kedua, masyarakat berkewajiban melakukan
amar makruf nahi mungkar. Masyarakat memandang bahwa generasi bukan hanya anak
orang tuanya tetapi anak mereka juga yang wajib dijaga dan dilindungi. Ketika
remaja melakukan kemaksiatan, maka individu-individu di masyarakat mengingatkan
dan menasehati. Apabila tidak diindahkan, maka masyarakat akan melaporkan
kepada pihak yang berwajib agar dihukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Ketiga, negara berkewajiban mengurusi dan
melindungi remaja dari kerusakan. Negara wajib memastikan setiap keluarga yaitu
suami dan istri, memahami peran, hak, dan kewajibannya masing-masing. Istri
sebagai ibu, pendidik pertama dan utama bagi anaknya dan sebagai pengatur rumah
tangga. Suami sebagai kepala keluarga dan pencari nafkah bagi keluarganya.
Sehingga kasih sayang dan pendidikan dapat tercurah kepada anak secara
sempurna.
Negara menerapkan kurikulum yang
berasaskan akidah Islam. Materi yang diajarkan mulai dari penguatan dari aspek
keimanan, penjelasan sistem pergaulan Islam yang berisi menundukkan pandangan,
menutup aurat, larangan khalwat dan ikhtilat, dan lain-lain.
Negara
wajib mengontrol konten tayangan yang ada di sosial media, internet, buku,
majalah, tabloid, koran, komik, novel, film, drama, sinetron, iklan, dan lain
sebagainya dari tayangan-tayangan berbau pornografi maupun pornoaksi. Negara
menjaga generasi dari paparan dan memberantas peredaran narkoba serta minuman
beralkohol.
Terakhir, adanya sistem sanksi bagi
anak-anak yang terbukti melakukan kemaksiatan. Ketika semua hal tersebut di
atas diterapkan maka zero kenakalan remaja bisa diwujudkan. Namun, sekali lagi
itu semua hanya bisa dilaksanakan secara menyeluruh apabila Islam dijadikan
asas dalam kehidupan bernegara. Wallahu a’lam bish shawab.
Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.