Selasa, 17/03/2020

Menanti Sosok 'Umar' Pada Rezim Saat Ini

Selasa, 17/03/2020

Join Grup Telegram Koran Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/+SsC4jer3I5syZWU1 atau klik tombol dibawah ini.

Grup Telegram Koran Kaltim

kemudian join. Anda harus instal aplikasi Telegram terlebih dahulu di ponsel.

0

Menanti Sosok 'Umar' Pada Rezim Saat Ini

Selasa, 17/03/2020

logo

Oleh: Riva Mulfiasari (Praktisi Pendidikan dan Pemerhati Sosial Ekonomi Islam)


Masih teringat di benak tentang pernyataan Rokhmin Dahuri pada tahun 2018 lalu. Ia mengumpamakan gaya kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) seperti Umar bin Khatab. Memang benar, ada sebuah peristiwa serupa yang dialami oleh Jokowi dan Umar. Presiden Jokowi harus memutar otak dan memeras tenaganya dalam menghadapi wabah virus Covid-19 Corona tahun ini. Sedang ratusan tahun yang lalu, tepatnya di abad ke 17 Hijriyah, Khalifah Umar bin Khattab juga harus menghadapi wabah mematikan serupa, Amawas namanya. 

Meskipun menghadapi peristiwa yang serupa, ada yang berbeda dari bagaimana mereka mengambil kebijakan untuk rakyatnya. Mengetahui bahwa rakyat sedang terjangkit wabah mematikan, Umar bertindak cepat untuk segera mengisolasi rakyatnya dan memencar mereka ke beberapa titik untuk berdiam di tempat tersebut. Istilah saat ini disebut dengan lockdown.

Berbeda dengan kebijakan Presiden Jokowi. Ia sendiri menegaskan tak berpikir untuk melakukan kebijakan lockdown baik nasional maupun daerah. Hal itu ia ungkapkan di Istana, senin (16/03/2020). Yang menjadi pertimbangan dari kebijakan ini ialah dampaknya yang paling menonjol, yakni krisis ekonomi. 

Umar pun memahami demikian. Umar lebih memilih keselamatan dan kesehatan rakyatnya hingga mengambil kebijakan isolasi. Kebijakan yang diambil Khalifah Umar sungguh tak main-main. Lockdown memang berakibat krisis ekonomi parah saat itu. Belum lagi ditambah terdapat bencana kelaparan di tengah musim kemarau panjang setelahnya. Sehingga disebut sebagai tahun abu (Amar Ramadhah). Sebab, banyak hamparan tanah setempat yang mengering dan hanya menghasilkan debu. Akan tetapi, permasalahan bertubi ini dengan apik ia selesaikan dan negara kembali stabil. 

Lalu, mengapa pemerintah Indonesia masih ragu mengambil kebijakan ini? Benarkah hanya karena khawatir krisis ekonomi? Dimanakah sosok ‘Umar’ yang diumpamakan dengan rezim saat ini?

Memang benar, Umar bin Khattab ialah sosok terbaik yang pernah ada di masa setelah Rasulullah Saw. Kita tidak bisa menyamakan bagaimana kesholihan dan piawai kepribadian yang ada di dalam diri Umar dengan manusia di zaman ini. Rasulullah pun bersabda,“Sebaik-baik umatku adalah pada masaku. Kemudian orang-orang yang setelah mereka (generasi berikutnya), lalu orang-orang yang setelah mereka.” (Shahih Al-Bukhari, no. 3650).

Tetapi, ada perbedaan besar yang sesungguhnya mampu untuk diambil oleh rezim di masa ini. Perbedaan itu terletak pada sistem yang diterapkan oleh negara ini. Indonesia saat ini menerapkan sistem ideologi kapitalisme sekuler, sedangkan Khalifah Umar menerapkan ideologi Islam di negara yang ia pimpin.

Adalah hal yang wajar, bila sistem kapitalisme sulit dan berat sekali untuk mengambil kebijakan yang berdampak besar pada ekonomi. Karena prinsip ideologi ini memang bergantung dari ekonomi. Segala hal akan dipertimbangkan untung ruginya. Pemimpin yang dibentuk dari sistem ini adalah pemimpin yang berpihak pada pelaku ekonomi bukan rakyatnya. Suasana masyarakat yang diciptakan dari ideologi ini pun individualis. Masing-masing lebih mementingkan kebutuhan pribadi dibanding yang lain.

Maka, jangan heran apabila di saat krisis, ada saja yang memanfaatkan situasi untuk berbisnis. termasuk saat wabah covid-19 Corona tengah menjangkiti sekitar kita. Ada saja pelaku bisnis yang sengaja memborong masker untuk dijual kembali dengan harga lebih mahal. Ataupun aparat yang menyita masker dari pelaku pemborong itu, namun bukannya dibagikan kepada rakyat yang butuh masker, tetapi malah dijual kembali oleh aparat. Parahnya, mereka berdalih hasil penjualan masker sitaan itu untuk pemasukan negara.

Berbeda halnya dengan sistem ideologi Islam yang diterapkan Umar. Islam adalah sebuah agama yang tidak berisi ibadah ritual semata, melainkan juga seperangkat aturan yang mampu menyelesaikan berbagai problematika kehidupan. Islam memandang bahwa krisis ekonomi adalah sunnatullah. Bisa dialami oleh sebuah negara. Syariah Islamlah yang ternyata telah menuntun Khalifah Umar dengan jelas hingga Ia mampu mengatasi krisis ekonomi yang hebat tersebut dengan baik dan cepat.

Islam memandang bahwa Khalifah sebagai pemimpin kaum Muslim di seluruh dunia memiliki tanggung jawab yang begitu besar dalam mengurusi urusan umat. Rasulullah Saw. bersabda:

الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ


“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR al-Bukhari).

Makna raa‘in (penggembala/pemimpin) adalah “penjaga” dan “yang diberi amanah” atas bawahannya. Di saat krisis, ia yang pertama kali merasakan derita dibanding rakyatnya. Layaknya Umar yang memilih untuk tidak bergaya hidup mewah. Makanan ia seadanya. Bahkan kadarnya sama dengan rakyat yang paling miskin atau bahkan lebih rendah lagi.

Pada  masa krisis ekonomi itu, Khalifah Umar ikut menderita hingga diceritakan warna kulitnya berubah. Diriwayatkan dari Iyadh bin Khalifah, ia berkata, “Saya melihat Umar pada tahun kelabu berkulit kelam. Ia tadinya adalah orang Arab yang selalu makan mentega dan susu. Saat rakyatnya tertimpa paceklik, Khalifah Umar mengharamkan keduanya. Ia pun makan dengan minyak hingga warna kulitnya berubah, lapar dan haus.” (Ath-Thabaqat, 3/314).

Selain pemimpin sebagai penjaga, sistem pendidikan dan ekonomi Islam yang diterapkan akan melahirkan individu-individu yang bertakwa kepada Allah swt. Juga menciptakan suasana saling tolong menolong (ta’awun). Karena Islam tidak memandang untung dan rugi, melainkan halal dan haram. Para aghniya (kaum berkecukupan/kaya) dengan ringan hati membantu sesama. Mereka tidak takut akan kekurangan rezeki. 

Pasukan militernya pun melaksanakan tugas dan menjaga keamanan atas dorongan iman. Memantau posko-posko dan mengantarkan makanan di saat krisis hingga sampai di tangan rakyat. Apabila terdapat kelalaian, maka ada peran qadhi yang bertugas untuk memberikan sanksi kepada mereka. Semua itu harus berjalan sesuai syariah Islam dan atas dorongan iman. 

Tentu saja tidak ada yang ingin mengharapkan krisis ekonomi terjadi. Karenanya, kepemimpinan Umar mampu mengajarkan kita bagaimana dan apa yang harus dilakukan agar itu tidak terjadi tanpa harus mengorbankan kepentingan rakyat. Itu semua tidak hanya butuh ketangkasan seorang pemimpin, namun juga penerapan hukum syariah secara kaffah dalam bingkai negara. Sehingga mempu menciptakan suasana ta'awun (tolong-menolong) bukan egoisme dikala krisis. Itulah sistem Khilafah ala minhaj an-nubuwwah. Wallahu’alam.


Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.