Senin, 21/05/2018
Senin, 21/05/2018
ILustrasi / net
Senin, 21/05/2018
ILustrasi / net
SAMARINDA - Sepanjang 2017, Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw-BI) Kaltim mencatat, dari outflow (uang yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia) Rp 11,13 miliar pecahan logam yang disalurkan di Kaltim, hanya sekitar 15 persen yang kembali ke kas bank sentral (inflow). Tren tersebut, diprediksi masih terjadi tahun ini. Diperkirakan dari outflow logam Rp 9,8 miliar hanya akan kembali sekitar Rp 8 juta.
Hal itu diungkapkan Kepala Divisi Sistem Pembayaran Pengedaran Uang Rupiah SLA (SPPURSLA) KPw-BI Kaltim I Nyoman Ariawan Atmaja.
Inflow uang logam yang terlalu kecil, sudah kerap terjadi setiap tahun. “Ini terjadi karena orang hanya menaruh uang logam di rumah. Harusnya uang logam itu ditransaksikan atau kembalikan ke bank,” ujarnya.
Ia mengatakan, walau nilainya kecil, ongkos untuk uang pecahan logam lebih mahal dari pecahan kertas. Bisa mencapai Rp 3 triliun per tahun yang digunakan untuk mencetak, mengedarkan, dan menghancurkan.
Sebagai pembanding, biaya operasional untuk uang logam dengan uang pecahan Rp 100 ribu sama. Bahkan uang logam lebih mahal pembuatannya. Sehingga, jika masyarakat tidak menimbun uang logam tentunya akan menguntungkan dari sisi ekonomi. Karena, mengurangi biaya operasional percetakan uang logam. “Sebenarnya sudah dilakukan berbagai cara agar masyarakat di Kaltim tidak menimbun uang logamnya dan mulai memakainya untuk berbelanja,” tukasnya.
Salah satunya, lanjut dia, agenda penukaran uang logam diselenggarakan untuk mengembalikan uang logam yang berada di tangan masyarakat ke kas bank sentral. Bahkan agenda tersebut memberikan cenderamata berupa buku dan kaos ke masyarakat yang mau menukarkan uang logamnya. “Uang logam memang masih menjadi perhatian khusus kami. Hal itu dilakukan agar inflow uang logam bisa lebih meningkat,” tutupnya. (rs)
Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.