Jumat, 06/07/2018

Jangan Buru-buru Bertunangan

Jumat, 06/07/2018

Join Grup Telegram Koran Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/+SsC4jer3I5syZWU1 atau klik tombol dibawah ini.

Grup Telegram Koran Kaltim

kemudian join. Anda harus instal aplikasi Telegram terlebih dahulu di ponsel.

Jangan Buru-buru Bertunangan

Jumat, 06/07/2018

logo

JAKARTA- Bagi banyak orang, pertunangan menjadi momen awal untuk mempersiapkan diri lebih matang menjelang pernikahan. Namun, berapa lama biasanya sejoli harus berkercan sebelum memutuskan untuk memasang cincin pertunangan? Terkadang ada beberpa pasangan yang tak butuh waktu lama untuk berkencan sebelum memutuskan untuk bertunangan. 

Tapi, tak jarang pula pasangan butuh waktu bertahun-tahun untuk menyakinkan diri masing-masing sebelum melangkah ke jenjang yang lebih serius. Dilansir dari laman InStyle, Terry Orbuch, profesor dari Oakland University, AS, telah memaparkan beberapa pendapatnya terkait isu ini. 

Menurut Orbuch, terlalu cepat memutuskan bertunangan bisa menjadi tanda bahaya dalam sebuah hubungan. Baca juga: Tirulah Ed Sheeran, Lelaki Pun Perlu Pakai Cincin Tunangan Misalnya, dalam contoh kasus hubungan pesohor Ariana Grande dan Pete Davidson. Sejoli tersebut diketahui menjalin asmara pada bulan Mei tahun ini. 

Namun, belum genap satu bulan menjalin asmara, keduanya telah memutuskan untuk bertunangan. Menurut Terry Orbuch, pasangan yang terlalu cepat melangkah ke jenjang yang lebih seirus ini belum saling mengenal satu sama lain dengan baik. “Mereka dibutakan oleh hasrat, nafsu, dan kegembiraan ketika baru menjalin hubungan,” paparnya. 

Keduanya termotivasi untuk bertunangan karena hasrat dan gairah seksual di antara mereka. Dan, nafsu hampir selalu menjadi obsesi untuk selalu bersama orang yang kita cintai sepanjang waktu. “Kita memikirkan orang itu tanpa henti, dan kita tidak dapat melihat kehidupan tanpa mereka,” tambahnya. 

Pasangan yang terburu-buru bertunangan atau menikah, kata Terry Orbuch, harus mengajukan tiga pertanyaan kepada diri sendiri demi memastikan kesiapan diri. Pertama, kita harus menanyakan apakah kita dan kekasih saling mempercayai. Kedua, tanyakanlah apakah kita mampu menangani stres dan konflik dengan baik bersama-sama. Sementara itu, pertanyaan lain yang harus kita ajukan adalah apakah kita berbagi nilai yang sama dengan pasangan. 

Menurut Terry, dua bulan adalah waktu yang tak terlalu lama untuk menjawab semua pertanyaan tersebut. Ketika pasangan berada dalam pergolakan hasrat atau nafsu, mereka tidak dapat benar-benar melihat, mengamati, atau mengetahui pasangan sejati. Sebaliknya, mereka dibutakan oleh cinta yang bergairah dan terlalu memandang ideal pasangannya. “Pasangan tidak dapat berbuat salah, dan selalu menjadi yang terbaik,” ucapnya. 

Nafsu yang kuat jelas dimiliki oleh pasangan yang baru menjalin cinta. Kita bisa melihat hal ini lewat aktivitas sosial media mereka. Biasanya, pasangan baru akan saling mengomentari media sosial masing-masing dan terlalu sering mengunggah kebersamaan mereka. Benar-benar memahami pasangan dan membangun kepercayaan dan kenyamanan bersama adalah kunci untuk kebahagiaan dalam pernikahan. Dan, itu semua membutuhkan waktu. 

“Riset menunjukkan, dibutuhkan setidaknya 12-18 bulan sebelum gairah dan nafsu menurun,” ucap Terry Orbach. Setelah melalui waktu tersebut, Kata tery Orbach, kita akhirnya bisa menyakinkan apakah orang tersebut benar-benar jodoh kita, mengetahui sisi negatif dan semua hal tentangnya. 

Marrisa Nelson, ahli terapi pernikahan dan keluarga, juga angkat bicara mengenai hal ini. Setelah tiga bulan berkencan, rasa cinta pada pasangan akan melampaui daya tarik fisik. Biasanya, mereka akan mulai merasakan persahabatan. Jika belum melalui tahapan tersebut, memutuskan untuk bertunangan akan mendatangkan risiko besar. Pasangan yang terburu-buru untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius biasanya tidak memiliki nilai hidup yang sama. Inilah yang akhirnya menyebabkan konflik dan ketidakbahagiaan. Mereka tidak memiliki banyak waktu untuk mengatasi tekanan bersama, kemampuan mereka untuk bekerja sama mengatasi perselisihan belum diuji. 

“Di masa depan, ketika sesuatu yang besar terjadi atau peristiwa traumatis terjadi, akankah mereka dapat bersandar pada yang lain dan menangani dengan baik?” ucap Terry Orbuch. Menurut dia, tidak ada jaminan pasangan akan tetap bersama meskipun mereka telah berjanji akan saling percaya. Hal tersebut justru meningkatkan peluang perdebatan dari waktu ke waktu. 

Jika masing- masing pasangan tahu siapa diri mereka masing-masing dan apa yang diinginkannya, kata Terry, hubungan tersebut berpotensi langgeng meski baru terjalin selama beberapa bulan. “Sebagai seorang individu, kita mungkin tahu persis apa yang kita inginkan dari pasangan,” paparnya. (kc)


Jangan Buru-buru Bertunangan

Jumat, 06/07/2018

Berita Terkait


Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.