Jumat, 07/07/2017

Jatam Minta Gubernur Tindak PT GBPC

Jumat, 07/07/2017

Join Grup Telegram Koran Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/+SsC4jer3I5syZWU1 atau klik tombol dibawah ini.

Grup Telegram Koran Kaltim

kemudian join. Anda harus instal aplikasi Telegram terlebih dahulu di ponsel.

Berita Terkait

Jatam Minta Gubernur Tindak PT GBPC

Jumat, 07/07/2017

logo

SAMARINDA - Kasus tewasnya Novita Sari (18) siswi SMK Barong Tongkok, Kabupaten Kubar di lubang bekas tambang milik PT Gunung Bayan Pratama Coal (GBPC) di Desa Belusuh, Kecamatan  Siluq Ngurai pada 25 Juni menyedot perhatian kalangan pecinta lingkuangan nasional. Setelah Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim bereaksi dengan melakukan penelusuran dan menemukan indikasi perusahaan lalai. Kini giliran Jatam Nasional yang juga bereaksi atas tewasnya korban ke-28 warga Kaltim di danau bekas tambang batu bara.

Media ini berhasil mengkonfirmasi kepada manajemen PT GBPC. Soal tudingan perusahaan lalai, GBPC enggan menanggapinya. Termasuk tudingan Jatam, perusahaan telah melakukan tindak kejahatan lingkungan setidaknya empat kali sejak tahun 1999. Di antaranya; penyerobotan lahan warga Muara Tae (1999), merusak habitat Pesut Mahakam dengan melanggar aturan lintas perairan yang tidak boleh dilalui kapal besar terutama di kawasan cagar alam Sedulang, Muara Kaman (2015). Selanjutnya, insiden ponton batu bara menabrak enam rumah warga di Kota Bangun (2017) dan yang terakhir kasus tewasnya Novita Sari di bekas lubang tambang (2017).

Dikonfirmasi terkait tewasnya Novita Sari, Eksternal PT GBPC, Radiro Triswardono hanya menjawab singkat. Menurut dia perusahaan sudah mengucapkan ikut prihatin. Sebagai bentuk keprihatinan perusahaan, perusahaan sudah menyalurkan tali asih atau uang duka sebesar Rp28 juta kepada pihak keluarga korban beberapa hari lalu. 

“Kami ikut prihatin atas kejadian ini dan kami telah memberikan tali asih kepada keluarga korban. Meskipun kita tahu korban memasuki area kolam bekas tambang yang dipagar kawat berduri dan ada tanda larangan masuk atau beraktivitas,” singkat Radiro, kepada media ini kemarin.

Mengenai tudingan kejahatan lingkungan seperti yang dirilis Jatam pihaknya tidak ingin berkomentar. Termasuk kecaman keras dari berbagai pihak bahwa kasus terakhir di wilayah operasional GBPC menjadi penyebab Kaltim tidak dianugerahi Nirwasitra Tantra dari Kementerian Lingkungan Hidup (LH). “Mengenai selentingan itu kami belum dapat info,” imbuhnya.

Terpisah, Koordinator Jatam Nasional Merah Johansyah Ismail yang dihubungi media ini merasa berang dengan tanggapan GBPC. Merah menilai ungkapan perusahaan itu seolah menyalahkan korban yang memasuki area terlarang dan beranggapan dengan tali asih atau uang duka tragedi ini dianggap selesai. Menurutnya tali asih berapapun nilainya tidak akan bisa mengganti nyawa seseorang. Merah menilai apa yang diutarakan GBPC sebagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Theresia Jari, Tim Kerja Perempuan dan Tambang di Jatam Kaltim menambahkan, tali asih dari GBPC tidak serta merta menggugurkan hak hukum keluarga korban. Kemudian kesan bahwa korban yang salah karena memasuki area terlarang sudah melampaui kewenangan penyelidikan pihak kepolisian. “Kami akan somasi pernyataan itu karena mendahului kerja kepolisian. Apalagi ini bukan delik aduan, tapi pidana umum. Kami akan terus kawal kasus ini dan GBPC jangan coba-coba intimidasi keluarga korban,” tambahnya.

Koordinator Jatam Kaltim, Pradharma Rupang menegaskan kepolisian wajib mengusut tuntas kasus ini berdasarkan KUHP dan instrumen hukum lain yakni UU nomor 32 tahun 1999. “Ada pidana lingkungan yang terjadi sana dan pemerintah dalam hal ini Gubernur Kaltim harus menggunakan kewenangannya untuk menindak. GBPC seharusnya tahu ada aturan yang mewajibkan menutup lubang bekas tambang tersebut merujuk PP nomor 78 tahun 2010 tentang kewajiban reklamasi pasca tambang,” beber Rupang.

Dari hasil penelusuran Jatam, saat kejadian tidak ada petugas GBPC yang berjaga. Di lokasi kolam tambang, luas pagar yang terpasang tidak sampai 10 persen dari luasan kolam bekas galian tambang. Sementara luas tambang diperkirakan tiga kali luas lapangan sepakbola. “Akses menuju kolam bekas tambang itu terbuka, bahkan hanya berjarak 100 meter dari rumah warga. Sedikitnya ada lima lubang dengan kondisi serupa yang siap menelan korban berikutnya. Sementara Permen LH tahun 2012 mensyaratkan jarak minimal 500 meter dari akses publik,” tutupnya. (ds)

Jatam Minta Gubernur Tindak PT GBPC

Jumat, 07/07/2017

Berita Terkait


Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.