Sabtu, 21/07/2018
Sabtu, 21/07/2018
PATAHKAN DAKWAAN: Ahli hukum pidana Pemilu Unhas Prof Jhajir Sumadi didampingi tim kuasa hukum Muharram saat memberikan keterangan pers. ( indra / korankaltim)
Sabtu, 21/07/2018
PATAHKAN DAKWAAN: Ahli hukum pidana Pemilu Unhas Prof Jhajir Sumadi didampingi tim kuasa hukum Muharram saat memberikan keterangan pers. ( indra / korankaltim)
TANJUNG REDEB – Ahli hukum pidana Pemilu Universitas Hasanuddin (Unhas) Prof Jhajir Sumadi menyebut dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) perkara pelanggaran pemilu dengan terdakwa Bupati Berau Muharram, kabur dan menyesatkan.
Prof Jhajir Sumadi menyebut, dakwaan pasal 188 junto pasal 71 ayat (1) UU 10/2016 tentang Perubahan Kedua atas UU 1/2015 tentang Penetapan Perppu 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang-Undang, tidak dijelaskan secara gamblang keuntungan atau kerugian yang dialami oleh para pasangan calon gubernur saat Muharram berkampanye.
Menurutnya, JPU harusnya menguraikan fakta-fakta apa yang dibuat oleh terdakwa secara kongkret, berupa keputusan dan/atau tindakan apa yang dilakukan oleh terdakwa yang menimbulkan kerugian bagi salah satu pasangan calon. Apakah memberikan kata sambutan dalam acara silaturahmi (kampanye), dapat dikualifikasikan sebagai keputusan dan/atau tindakan yang merugikan pasangan calon lain.
“Sebenarnya, keputusan dan/atau tindakan sebagaimana dimaksud pasal 71 ayat (1) UU 10/2016, erat kaitannya dengan ketentuan pasal 1 ayat (7) dan ayat (8) UU 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Di mana keputusan yang dimaksud adalah ketetapan tertulis dalam penyelenggaraan pemerintahan. Sementara tindakan yang dimaksud, yakni perbuatan konkret dalam rangka penyelenggara pemerintahan,” tegasnya.
Artinya, kampanye yang dilakukan terdakwa dengan tidak mempunyai surat izin kampanye, tidak dalam keadaan sedang cuti, hingga berfoto bersama dengan calon gubernur, sama sekali tidak ada kaitannya dengan tafsiran keputusan dan/atau tindakan sebagaimana dimaksud pasal 71 ayat (1) UU 10/2016.
“Seharusnya, jika ingin diterapkan oleh JPU itu pasal 70 ayat (2), sehingga terpenuhi unsurnya. Dalam kata lain, JPU juga dalam menerapkan dakwaan menggunakan ketentuan pasal 71 ayat (1) UU 1/2014 yang sudah dinyatakan tidak berlaku lagi, oleh karena terjadi pertentangan antara pasal 71 ayat (1) pada UU 10/2016. Dengan kata lain, JPU telah keliru menerapkan undang-undang,” , saat terang saksi ahli yang dihadirkan terdakwa ini dalam jumpat jumpa persnya di Hotel Grand Parama Berau, Jumat (20/7).
Ramlan Asri, ketua tim penasihat hukum Muharram menyebut perkara ini dipaksakan. Penilaian ini, kata dia, bisa dilihat dari penyampaian beberapa saksi yang dihadirkan di persidangan. (ind)
Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.