Rabu, 27/03/2019

Indonesia Menang Sidang Arbitrase, Isran Noor: Kalian Tidak Percaya Sama Aku

Rabu, 27/03/2019

Isran Noor

Join Grup Telegram Koran Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/+SsC4jer3I5syZWU1 atau klik tombol dibawah ini.

Grup Telegram Koran Kaltim

kemudian join. Anda harus instal aplikasi Telegram terlebih dahulu di ponsel.

Berita Terkait

Indonesia Menang Sidang Arbitrase, Isran Noor: Kalian Tidak Percaya Sama Aku

Rabu, 27/03/2019

logo

Isran Noor

KORANKALTIM.COM, SAMARINDA – Saat masih menjabat sebagai Bupati Kutai Timur, H Isran Noor mencabut izin perusahaan pertambangan Churchill Mining Plc dan Planet Mining Pty Ltd di kabupaten yang dipimpinnya sembilan tahun silam. 

Pencabutan izin mendapat gugatan arbitrase internasional dari kedua perusahaan itu namun akhirnya gagal dan Isran Noor pun yang sekarang menjabat sebagai Gubernur Kalimantan Timur tentu saja sangat bahagia. “Menurut kalian (wartawan) gimana?. Kan sudah kubilang apa kemarin, kalian gak percaya sama aku, “ ujar Isran sembari bercanda saat ditanya media terkait kemenangan Indonesia di sidang arbitrase internasional tersebut.

Dalam sebuah kesempatan wawancara dengan koran kaltim.com beberapa waktu lalu Isran mengaku dahulu ia menginisiasi Indonesia untuk mengadapi gugatan atas dirinya, yang dituduh melakukan ekspropriasi tidak langsung (indirect expropriation) dan prinsip perlakuan yang adil dan seimbang (fair and equitable treatment) melalui pencabutan Kuasa Pertambangan/Izin Usaha Pertambangan Eksploitasi (KP/IUP Eksploitasi) terhadap anak perusahaan Para Penggugat (empat perusahaan Grup Ridlatama) seluas lebih kurang 350 km persegi, di Kecamatan Busang, Kutai Timur pada 4 Mei 2010.

Tak tanggung-tanggung, Isran mengaku siap menghadapi risiko ketika gugatan tersebut kalah. Akibat besar bisa ditanggung, pasalnya para penggugat mengklaim bahwa pelanggaran tersebut telah menimbulkan kerugian terhadap investasinya di Indonesia, dan mengajukan gugatan sebesar US$1.3 miliar (lebih kurang Rp18 triliun).

“Aku bilang dengan Pak Presiden SBY (Susilo Bambang Yudhoyono), saya akan maju dengan menggunakan pengacara lokal. Kalau kalah, saya yang bayar ganti ruginya. Walaupun aku tidak tahu, uang siapa kupakai membayar,” paparnya waktu itu.

Benar saja, kala itu Indonesia dinyatakan menang. Namun, pengadilan atau Tribunal International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) yang terdiri dari Professor Gabrielle Kaufmann-Kohler, Michael Hwang SC, dan Professor Albert Jan van den Berg pada 6 Desember 2016 sempat memutuskan menolak semua gugatan Para Penggugat. 

Sayang, pada 31 Maret 2017 Para Penggugat kembali menyatakan menolak putusan Tribunal ICSID dengan mengajukan permohonan pembatalan putusan (annulment of the award) berdasarkan Pasal 52 Convention on the Settlement of Investment Disputes between States and Nationals of Other States (Konvensi ICSID) dengan berbagai macam argumentasinya.

Selain mengajukan permohonan pembatalan putusan, para penggugat juga meminta penghentian sementara pelaksanaan putusan Tribunal ICSID yang akan dilakukan oleh Pemerintah Indonesia.

Menanggapi hal tersebut, Pemerintah Indonesia pun tidak tinggal diam. Pemerintah yang diwakili oleh Kementerian Hukum dan HAM mensyaratkan adanya jaminan yang layak, penuh, dan dapat dieksekusi, dan menolak tawaran jaminan dari para penggugat karena bentuk dan nilai jaminan yang tidak masuk akal.

Sehingga Pemerintah Indonesia meminta Komite ICSID untuk secara seksama mempelajari bentuk dan nilai jaminan yang ditawarkan tersebut, termasuk dengan mengajukan ahli hukum agraria dari Indonesia sebagai saksi ahli, dan meminta Komite ICSID untuk membatalkan penghentian sementara pelaksanaan putusan Tribunal ICSID.

“Akhirnya, melalui perjuangan panjang, pada 18 Maret 2019 Komite ICSID menegaskan kemenangan Indonesia melalui sebuah putusan yang final dan berkekuatan hukum tetap (Decision on Annulment,” kata Kemenkumham Yasonna Laoly. 

Kemenangan Indonesia kali ini, dijelaskan Yasona Laoly, karena  Pemerintah Indonesia telah berhasil meyakinkan Komite ICSID melalui Tribunal ICSID, dengan sejumlah bukti dan keterangan ahli forensik terkait pemalsuan sejumlah dokumen yang diduga dibuat menggunakan mesin autopen oleh para penggugat.

Selain itu, kata Yasonna, Tribunal ICSID juga menemukan bukti bahwa para penggugat tidak melakukan kewajibannya untuk memeriksa mitra kerja lokalnya serta mengawasi dengan baik proses perizinannya.  Sehingga berdasarkan dengan fakta dan pertimbangan tersebut, Tribunal ICSID menyatakan klaim dari para penggugat ditolak.

“Sehingga Indonesia terhindar dari klaim sebesar US$1.3 miliar (sekitar Rp18 triliun). Dan Tribunal ICSID meminta para penggugat mengabulkan permintaan Pemerintah Indonesia yaitu dengan membayar penggantian biaya perkara sebesar US$9.4 juta,” kata Yasonna. (*)


Penulis: */Rusdi

Editor: Aspian Nur

Indonesia Menang Sidang Arbitrase, Isran Noor: Kalian Tidak Percaya Sama Aku

Rabu, 27/03/2019

Isran Noor

Berita Terkait


Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.