Kamis, 05/09/2019
Kamis, 05/09/2019
Ilustrasi ( Foto: net)
Kamis, 05/09/2019
Ilustrasi ( Foto: net)
KORANKALTIM.COM, SAMARINDA - Catatan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) selama 2018, terdapat temuan dugaan penyelewengan penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi senilai Rp120 miliar di seluruh Indonesia.
Hal ini mendorong BPH Migas mengoptimalisasi penerapan Perpres 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM, dan UU 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, dengan menerbitkan Surat Edaran (SE) tentang Pengendalian Kuota Jenis BBM tertentu (JBT) yaitu solar. Surat edaran yang diperuntukkan bagi PT Pertamina ini berlaku mulai 1 Agustus 2019.
Anggota Komite BPH Migas Muhammad Ibnu Fajar mengatakan, untuk optimalnya pengawasan diperlukan keterlibatan pemerintah daerah. “Kami minta pemerintah daerah proaktif dalam mengawasi ini. Karena pemda punya pengawas migas itu, di daya gunakan,” kata Fajar.
Penerapan dua beleid di atas, kata dia, bukan bukan hanya tidak maksimal. Lebih jauh, ia menyebut aturan belum sepenuhnya ditaati. Dalam hal yang paling prinsip adalah soal perizinan. Ia mencontohkan Pertamini. Dalam aturan disebutkan, harus ada izin niaga, untuk penjualan BBM dalam skala berapapun.
“Pertamini kan tidak ada izin. Ini tergantung dari SPBU-nya. Nah, di sini Pertamina harus kontrol , karena SPBU mitra pertamina. Harus dilarang kaliau ada yang beli pakai motor dan mobil modifikasi,” paparnya.
Namun pemerintah juga tak bisa menegakkan aturan secara serta merta. Pasalnya, keberadaan Pertamini atau penjual BBM eceran sudah lama dan jumlahnya tak sedikit. Untuk itu, BPH Migas terus melalukan pengawasan. “Kami punya standar untuk pengawasan dengan verifikasi volume, setiap bulan kami verifikasi solar subsidi kepada Pertamina. Kalau ada selisih kan kelihatan, selisih antara yang kami hitung dengan yang dilaporkan,” ungkap Fajar.
Selain itu, dilakukan pula mekanisme pengumpulan bahan keterangan, dengan kirim Penyidik Pegawai Negeri Sispil (PPNS) ke daerah atas laporan masyarakat atau respon pemberitaan media. Turunnya SE BPH Migas, kata dia, juga dilatari adanya potensi kuota subsidi tidak mencapai akhir tahun pada 2019. Hal ini terlihat dari realisasi penyaluran BBM bersubsidi per Juni yang sudah melewati 50 persen. “Per Juni sudah 60 persen. Harusnya kan cuma 50 persen saja,”ucapnya.
Untuk itu, pihaknya akan mengawasi betul penyaluran solar subsidi di SPBU. “Kalau dulu truk kosong boleh, sekarang tidak. Penyaluran kami tidak batasi, tapi kalau disalahgunakan itu yang kami hindari. Kami akan lihat dengan keluarnya SE ini awal Agustus lalu kami akan lihat bagaimana implementasinya dan akan kami evaluasi dalam satu atau dua bulan ke depan,” tutupnya. (*)
Penulis: */Rusdianto
Editor: Aspian Nur
Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.