Senin, 11/11/2019

2 Juta Lahan di Kaltim dan Kalteng Tumpang Tindih

Senin, 11/11/2019

Kayu sebagai salah satu komoditas Industri Hasil Hutan diangkut melalui jalur sungai di Kalimantan. ( Foto: Dok. JPIK )

Join Grup Telegram Koran Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/+SsC4jer3I5syZWU1 atau klik tombol dibawah ini.

Grup Telegram Koran Kaltim

kemudian join. Anda harus instal aplikasi Telegram terlebih dahulu di ponsel.

Berita Terkait

2 Juta Lahan di Kaltim dan Kalteng Tumpang Tindih

Senin, 11/11/2019

logo

Kayu sebagai salah satu komoditas Industri Hasil Hutan diangkut melalui jalur sungai di Kalimantan. ( Foto: Dok. JPIK )

KORANKALTIM.COM, SAMARINDA - Laporan dari Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK) mengungkap tantangan kelestarian dan keberlanjutan pada konsesi Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu – Hutan Alam (IUPHHK-HA) yang sudah bersertifikat Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (S-PHPL) terancam aktivitas pertambangan batu bara, pembukaan perkebunan kelapa sawit dan kebakaran hutan. 

Bahkan dari laporan tersebut terungkap persoalan tumpang tindih pengelolaan hutan dan lahan di Kalteng dan Kaltim merupakan ancaman serius untuk operasionalisasi konesesi IUPHHK-HA, hilangnya hutan alam dan munculnya konflik sosial. Dari total 7,2 juta hektare konsesi IUPHHK-HA, lebih dari 2 juta haktare atau 30 persennya  tumpang tindih dengan pertambangan, kelapa sawit, dan Hutan Tanaman Industri (HTI). 

Selain itu disebutkan deforestasi terjadi karena kegiatan-kegiatan tersebut bukan bagian dari praktik pengelolaan hutan, namun demikian angka deforestasi yang terjadi di dalam konsesi IUPHHK-HA, di lokasi yang tidak tumpang tindih dengan konsesi lainnya ditemukan cukup besar, yaitu 100 ribu hektare, serta kebakaran hutan juga menjadi salah satu penyebab hilangnya tutupan hutan alam. 

Juru Kampanye JPIK Muhamad Ichwan menjelaskan, hasil analisis hotspot dari 2014-2017 di kedua provinsi tersebut menemukan 1.572 titik berada pada area konsesi IUPHHK-HA pemilik S-PHPL. Sebagian besar kebakaran terjadi pada 2015 saat fenomena El Nino yang ekstrem.  Analisis citra satelit juga menunjukan bahwa pada 2019 kebakaran juga  terjadi di lima konsesi IUPHHK-HA di Kalteng dan dua konsesi di Kaltim. 

“Di samping itu, hasil pemantauan JPIK pada periode 2014-2017 menemukan panataan tata batas konsesi belum juga terselasaikan. Masih terjadi konflik pengakuan tata batas dan ada penyelesaian secara tuntas,” kata Ichwan melalui rilis yang diterima Koran Kaltim, Ahad (10/11/2019) kemarin.

Meski terdapat masalah tumpang tindih lahan, deforestasi, kebakaran hutan dan kasus-kasus konflik sosial, semua konsesi PHPL yang diaudit Lembaga Sertifikasi (LS) pada periode 2015-2017 menunjukkan nilai yang baik. 

Sedianya, lanjut Muhamad Ichwan JPIK paham bahwa dalam menjalankan tugasnya logika LS yang ada saat ini, adalah kebijakan pemerintah yang berdampak terhadap integritas teritori konsesi lingkungan dianggap sebagai sesuatu yang berada di luar kontrol konsesi. Maka dari itu, hal tersebut tidak dipertimbangkan dalam audit dan penilikan yang dilakukan oleh LS. Sama halnya ketika LS mempertimbangkan kebijakan penggunaan lahan atau rencana pengelolaan hutan yang telah disetujui secara resmi oleh pemerintah yang dianggap sebagai pengesahan yang telah diberikan dan tidak lagi dipertanyakan ketika penilaian. 

Peneliti JPIK, Asti Maulita  menegaskan, pendekatan audit yang dilakukan LS kurang tepat karena studi JPIK menunjukkan kebijakan eksternal pemerintah dan peraturan yang terkait dengan izin lahan-hutan secara mendasar membentuk atau mempengaruhi kondisi lingkungan di dalam konsesi. Temuan JPIK menunjukan,  bahwa konsesi IUPHHK-HA yang telah bersertifikat PHPL mempunyai potensi yang cukup besar untuk mengelola hutan secara berkelanjutan,  dengan syarat mereka bebas dari gangguan kebijakan pemerintah yang tidak sinkron ini.  

“Mengeluarkan dampak ini dari pertimbangan baik atau buruknya kinerja konsesi, bisa dianggap sebagai kelemahan dari penilaian yang dilakukan oleh LS. Selain itu, ada beberapa kelemahan yang lain pada standar penilaian PHPL yang perlu perbaikan supaya potensi berkelanjutan PHPL bisa tercapai. Di antaranya tentang kepastian kawasan pemegang IUPHHK-HA, terutama pada beberapa verifier penting terkait ketersediaan dokumen legal dan administrasi tata batas, serta pengakuan para pihak atas areal IUPHHK kawasan hutan (BATB) yang masih bersifat Co-Dominan (tidak berpengaruh besar terhadap penilaian),” bebernya.

Sementara itu, norma atau nilai kematangan verifier masih didasarkan pada pemenuhan atau ketersediaan dokumen. Memandang berbagai persoalan itu, lanjut Asti, JPIK merekomendasikan lima hal. 

Pertamam pemerintah dan parapihak terkait untuk mengakhiri konflik lahan, tumpang tindih, dan perusakan konsesi atas nama tujuan nasional strategis lainnya. One Map diharapkan dapat memfasilitasi konsesi PHPL dan S-LK dengan jelas dan bersih.

Kedua, pemerintah Indonesia harus mempertimbangkan untuk menghapus IPPKH dan izin konversi untuk kelapa sawit secara bertahap. Faktor utama ini merusak konsesi hutan komersial dengan berbagai cara. Izin-izin tersebut juga merupakan pemicu di balik konversi hutan yang berlangsung secara terus menerus yang bertentangan dengan komitmen pemerintah Indonesia terkait perubahan iklim. 

Ketiga, standar dan kriteria untuk mengevaluasi konsesi PHPL harus diperbaiki untuk memastikan bahwa LS mempertimbangkan keseluruhan aspek, baik aspek internal maupun eksternal yang berdampak pada suatu konsesi ketika melakukan penilaian, penilikan dan atau pengawasan. 

Keempat, secara spesifik, aspek yang penting untuk direvisi berkaitan dengan standar penilaian adalah indikator tentang kepastian kawasan dan indikator  tentang persetujuan atas dasar informasi awal tanpa paksaan (PADIATAPA), serta indikator (3.2) tentang perlindungan dan pengamanan hutan. 

“Yang terakhir, konsesi yang memiliki S-PHPL dan S-LK harus memperbaiki kinerja, terutama terkait dengan potret utuh pengelolaan, resolusi konflik dan kontrol terhadap integritas konsesi serta pencegahan kebakaran,” ungkapnya. (*)


Penulis: */Rusdi

Editor: Aspian Nur

2 Juta Lahan di Kaltim dan Kalteng Tumpang Tindih

Senin, 11/11/2019

Kayu sebagai salah satu komoditas Industri Hasil Hutan diangkut melalui jalur sungai di Kalimantan. ( Foto: Dok. JPIK )

Berita Terkait


Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.