Kamis, 16/08/2018

Muhamad Salihidin, Pejuang Kemerdekaan dari Tanah Loa Tebu

Kamis, 16/08/2018

TOKOH PEJUANG: Foto Muhammad Salihidin, pejuang asal Loa Tebu. ( reza / koran kaltim )

Join Grup Telegram Koran Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/+SsC4jer3I5syZWU1 atau klik tombol dibawah ini.

Grup Telegram Koran Kaltim

kemudian join. Anda harus instal aplikasi Telegram terlebih dahulu di ponsel.

Berita Terkait

Muhamad Salihidin, Pejuang Kemerdekaan dari Tanah Loa Tebu

Kamis, 16/08/2018

logo

TOKOH PEJUANG: Foto Muhammad Salihidin, pejuang asal Loa Tebu. ( reza / koran kaltim )

TENGGARONG – Perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia dari tangan penjajah tidak mudah, penuh pengorbanan harta bahkan nyawa.

Rakyat Indonesia dengan sukarela mengangkat senjata melakukan perlawanan. Perang berkobar di mana-mana, hampir di setiap penjuru daerah di Indonesia.

Di Kelurahan Loa Tebu, Kecamatan Tenggarong, Kutai Kartanegara, aksi perlawanan terhadap Belanda juga digelorakan oleh sejumlah aktivis pergerakan. Salah satunya adalah Muhammad Salihidin, seorang tokoh perjuangan kemerdekaan Indonesia di Kampong Loa Tebu. 

Almarhum H Asran, S (anak ketiga Muhamad Salihidin), dalam riwayatnya menuliskan Muhammad Salihidin, pria kelahiran Loa Tebu, 15 Agustus 1917, adalah wakil pimpinan laskar perjuangan rakyat yang didirikan Bung Tomo, Badan Pergerakan Rakyat Indonesia (B.P.R.I) kecamatan Tenggarong yang di pimpin Dr Suwono, Sangaji, Herman Ruturamli dan Ali Badrun yang pergerakannya sampai ke Hulu Mahakam pada masa itu

“Setelah lama diketahui menjabat wakil pimpinan B.P.R.I oleh serdadu NICA (Belanda Netherlands Indies Civil Administration), Muhammad Salihiddin tertangkap dan dibawa ke tahanan yang letaknya di Kecamatan Loa Kulu selama 10 hari lantaran di cap sebagai pengurus ektrimis. Dalam keadaan terikat dengan posisi berlutut, dia dihantam pukulan terus menerus untuk mendapati informasi mengenai organisasi yang dia urus,” kata Istri Almarhum H Asran, Hj Maisyarah.

Bahkan, Salihidin sempat divonis hukuman mati namun dibatalkan setelah perjanjian Linggar Jati ditandatangani oleh Soekarno. Lantas, Salihidin dikeluarkan dari tahanan Loa Kulu dan diamankan kembali oleh polisi Kerajaan Kutai selama 40 hari bersama Matlimak, rekan seperjuangannya.

Pejuang Kemerdekaan dengan nomor daftar RI. No. 1738/ II / 21/-II /1960 itu wafat tanggal 28 Juli 1964 di Loa Tebu. Namun kerangka dan tulang belulang disatukan kembali dan dipindahkan ke Makam Pahlawan Bukit Biru dengan serangkaian upacara pemakaman angkatan bersenjata disertai dengan letusan senapan. 

Semenjak Indonesia merdeka dari penjajahan hingga akhir riwayatnya, Muhammad Salihidin selalu mengibarkan bendera merah putih di setiap kemerdekaan Indonesia maupun hari-hari besar lainnya yang juga menyertakan siswa siswi kelurahan Loa Tebu menjadi Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka). “Termasuk pengibaran bendera setengah tiang berkabung atas gugurnya tujuh dewan jenderal dari Gerakan 30 September (G30S) PKI tahun 1965,” imbuhnya.

Bendera Merah Putih berukuran 3 x 2 meter dan tiang kayu ulin berukuran 12 meter pun diwariskan kepada sang anak ketiga, Almarhum  H Asran S yang juga mantan kepala Desa Loa Tebu 2009. 

Pada tahun 1970, warisan sekaligus peninggalan sejarah itu tidak bisa dikibarkan lagi, bendara penuh perjuangan itu rontok dan robek dimakan usia yang sudah lebih dari setenga abad dan hingga saat ini masih tersimpan di kediaman Almarhum H Asran S. “Hingga saat ini, pengibaran bendera merah putih di setiap 17 Agustus telah menjadi tradisi sekaligus mengingat momen-momen bersejarah tentang perjuangan melepaskan diri dari belenggu penjajah, karena sejarah di sini seingat saya lebih lama daripada Sanga-sanga” kata Hj Maisyarah. (rf218)


Muhamad Salihidin, Pejuang Kemerdekaan dari Tanah Loa Tebu

Kamis, 16/08/2018

TOKOH PEJUANG: Foto Muhammad Salihidin, pejuang asal Loa Tebu. ( reza / koran kaltim )

Berita Terkait


Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.