Sabtu, 19/10/2019

BPJPH dan Sertifikasi Halal, Pelaku UKM Bilang Rumit

Sabtu, 19/10/2019

BIKIN RUMIT: Pelaku UKM Amplang menyebut sistem birokrasi untuk sertifikasi halal di BPJPH lebih rumit ketimbang saat kewengan itu dilakoni LPPOM MUI. (Alvin/Koran Kaltim)

Join Grup Telegram Koran Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/+SsC4jer3I5syZWU1 atau klik tombol dibawah ini.

Grup Telegram Koran Kaltim

kemudian join. Anda harus instal aplikasi Telegram terlebih dahulu di ponsel.

Berita Terkait

BPJPH dan Sertifikasi Halal, Pelaku UKM Bilang Rumit

Sabtu, 19/10/2019

logo

BIKIN RUMIT: Pelaku UKM Amplang menyebut sistem birokrasi untuk sertifikasi halal di BPJPH lebih rumit ketimbang saat kewengan itu dilakoni LPPOM MUI. (Alvin/Koran Kaltim)

KORANKALTIM.COM, SAMARINDA - Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal telah berlaku per 17 Oktober 2019. UU itu memindahkan kewenangan sertifikasi halal dari Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) kepada Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).

Menanggapi hal tersebut, Pelaku Usaha Amplang, Alis menilai hanya semakin membuat rumit. Pasalnya, ia sudah melihat birokrasi pengajuan permohonan halal ke BPJPH yang semestinya memberikan kemudahan.

"Itu kita bayar 2 kali, makan waktu 5 hari untuk diperiksa dokumen saja. Nanti sidang fatwa MUI bayar lag,li, lanjut bayar lagi ke LPH. Rumit sekali ini, tidak inovatif," kata Alis kepada KoranKaltim.Com, Jumat kemarin (18/10/2019).

Secara teknis, BPJPH hanya berperan sebagai pemberi sertifikasi. Penelitian dan pengkajian diserahkan kepada Lembaga Penjamin Halal (LPH) yang memiliki tenaga ahli. Hasilnya dikembalikan ke BPJPH untuk dimintakan fatwa halal ke MUI.

"Awal pendaftaran kita dibina selama 2 hari lalu ditinjau setelah itu usaha dagang dikaji oleh tenaga ahli mereka, dari awal proses peninjauan hingga mendapat label halal, cuma 2 minggu dan dikenakan biaya Rp125 ribu," ungkapnya.

Media ini lantas mendatangi Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Timur. Bertemu dengan Kepala Bidang Bina Masyarakat Islam, Ahmad Nabahan yang menjelaskan pembentukan BPJPH masih dalam kajian faktor finansial dari pusat.

Termasuk mengenai penggajian dan tunjangan pegawai eselon 3 yang menjabat di BPJPH, baik tingkat provinsi maupun kabupaten kota. Walau struktur organisasi telah terbentuk di pusat pemerintahan.

"Namun belum lengkap ke tingkat provinsi maupun kabupaten kota, karena pusat masih mengkaji apakah mampu atau tidak untuk menggaji pegawai eselon 3 atau 2 di BPJPH," ungkap Nabahan.

Dirinya tidak mendapat informasi secara jelas mengenai waktu pembentukan struktural BPJPH di tingkat daerah oleh Kemenag RI. Sehingga proses sertifikasi halal tetap bekerja sama dengan LPPOM MUI. Cara itu berlaku di seluruh Indonesia.

"Pembentukan struktural diimbau secepatnya, tapi tidak tahu kapan," imbuhnya.

Sedangkan untuk proses pembayaran, Nabahan bilang belum ditentukan. Hanya saja masyarakat mengira gratis karena program pemerintah.

"Padahal kita juga bekerja sama dengan pihak lain. Nantinya itu untuk pembayaran ada 2, ke MUI kan mereka juga bekerja di sini untuk fatwa lalu ke LPH sebagai tenaga ahli," tandasnya. (*)

Penulis : */Alvin

Editor : Hendra

BPJPH dan Sertifikasi Halal, Pelaku UKM Bilang Rumit

Sabtu, 19/10/2019

BIKIN RUMIT: Pelaku UKM Amplang menyebut sistem birokrasi untuk sertifikasi halal di BPJPH lebih rumit ketimbang saat kewengan itu dilakoni LPPOM MUI. (Alvin/Koran Kaltim)

Berita Terkait


Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.