Selasa, 29/08/2017
Selasa, 29/08/2017
MUSPANDI
Selasa, 29/08/2017
MUSPANDI
SAMARINDA – Desakan mundur terhadap Sekprov Rusmadi yang mencalonkan diri sebagai bakal calon gubernur (Bacagub) Kaltim berbuntut saling balas pernyataan. Anggota Banggar DPRD Kaltim Muspandi membantah tudingan Rusmadi bahwa mereka tidak siap membahas APBD-P.
“Bukannya kita tidak siap, buat apa kita mengundang. Kalau molor kita akui. Kita minta jam 10 Tapi Sekprov minta jam 11. Sebagian teman ada yang belum bisa hadir, rapat molor setengah jam,” kata Muspandi.
Molornya itu karena koordinasi waktu yang belum ketemu. Banggar juga harus kolektif kolegial. Bilangan anggota Banggar yang hadir harus memenuhi ketentuan dalam aturan perundang-undangan. Jadi, tidak bisa sembarangan.
Selanjutnya, pada pembahasan APBD-P Senin (28/8) kemarin, TAPD dan Banggar hanya membahas apa yang menjadi usulan TAPD. DPRD dalam hal ini, hanya menyiapkan rencana kegiatan yang disampaikan TAPD ke Banggar yang dianggap proritas.
“Apa yang disampaikan TAPD ke Banggar, itu yang akan kita anggap proritas bersama. Soal program usulan apirasi dewan memang belum akan kita sampaikan pada rapat itu. Sebab, pembahasan ini hanya konteks pada usulan TAPD,” ungkapnya.
Terpisah, anggota DPRD Kaltim Syarifah Masitah Assegaf menyebut bahwa permintaan mundur oleh DPRD adalah demi kebaikan bersama. Rusmadi harus menjaga netralitas dirinya sebagai ASN. Pernyataan bantahan Rusmadi yang ditujukan ke Karang Paci (sebutan untuk DPRD Kaltim) terasa seperti menyerang lembaga itu.
“Dengan resminya dia mendaftar ke parpol, itu sudah menunjukkan dia telah melanggar netralitas ASN dan resmi masuk politik praktis. Jadi dalam hal ini hendaknya kedepankan juga etika politik dan aturan yang berlaku sesuai UU ASN,” katanya.
Seharusnya Sekprov tidak berspekulasi dengan jabatannya saat mendaftar ke partai politik. Apalagi jelas sudah disampaikan oleh Mendagri Tjahjo Kumolo bahwa Sekprov harus mundur dari jabatannya ketika mendaftar di partai politik.
Secara logika, Sekprov adalah pejabat yang memegang administratif pemerintahan. Jika kemudian Sekprov terlibat dalam politik, pasti muncul kekhawatiran bahwa tata kelola pemerintah akan terganggu.
“Mendagri saja bilang omong kosong kalau Sekprov bisa bagi tugas antara tugasnya di pemerintahan dengan urusan politik,” imbuhnya. (sab)
Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.