Selasa, 18/07/2017

Anak 6 Tahun Gagal Bersekolah

Selasa, 18/07/2017

Ilustrasi

Join Grup Telegram Koran Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/+SsC4jer3I5syZWU1 atau klik tombol dibawah ini.

Grup Telegram Koran Kaltim

kemudian join. Anda harus instal aplikasi Telegram terlebih dahulu di ponsel.

Anak 6 Tahun Gagal Bersekolah

Selasa, 18/07/2017

logo

Ilustrasi

SAMARINDA - Kisah Vincero, bocah laki-laki usia 6 tahun yang tinggal di Jalan Gerilya RT 60 No 64 Kelurahan Sungai Pinang Dalam, Kecamatan Sungai Pinang, Samarinda, Kalimantan Timur, ini memprihatinkan. Dia gagal bersekolah di bangku SD, lantaran pihak sekolah enggan transparan untuk merinci pungutan Rp 815 ribu per orangtua murid. Nasib Vincero kini belum jelas.

Berawal dari curhat Marwah (30), ibu kandung Vincero di facebook, Senin (17/7) kemarin, belakangan menjadi viral. Netizen menyayangkan sekolah yang tidak transparan, hingga Vincero batal bersekolah.

Sekira pukul 12.25 Wita, wartawan menelusuri identitas pemilik akun, hingga berhasil menyambangi rumah yang sangat sederhana, yang ditinggali Vincero bersama orangtuanya, dan 2 adiknya. 

Marwah bercerita, berseragam merah putih, Vincero datang ke sekolah, di hari pertama masuk sekolah, Senin (17/7). Anak seusia Vincero begitu ceria di hari pertama masuk sekolah. Namun tidak bagi Vincero.

“Ada 3 ruang kelas I di SDN 016 di Jalan Proklamasi itu. Kelas IA, IB dan IC. Tapi kok tidak ada nama saya,” kata Marwah, mengawali perbincangan bersama wartawan.

“Saya tanya ke dewan guru, apa ada kelas lain misal ID? Diminta tanya ke Kepala Sekolah (Kepala SDN 016 Thoyyibah). Begitu saya bertemu, ditanya kenapa saya kemarin ke Dinas Pendidikan?” ujar Marwah.

Marwah tidak menampik, dia ke Dinas Pendidikan. Namun demikian, bukan tanpa alasan. “Saya ke Dinas Pendidikan minta perlindungan khawatir anak saya diintimidasi. Karena saya kemarin disodorin kwitansi bernilai Rp 815 ribu yang harus saya bayar, di awal masuk sekolah. Tapi tidak ada rinciannya. Saya mau tahu rinciannya, transparan,” sebut Marwah.

“Ibu kepala sekolah itu memang sempat ketemu saya di kantor Dinas Pendidikan. Jadi, begitu ketemu di sekolah tanggal 17 kemarin, dia tanya ngapain ke Dinas Pendidikan. Ya saya jelaskan,” ungkap Marwah.

Merunut ke belakang, Vincero sendiri mengikuti proses seleksi penerimaan siswa baru 3 Juli 2017, dan dinyatakan lulus dan diterima pada 5 Juli 2017. Untuk keperluan administrasi, orangtua diminta mendaftarkan ulang anaknya pada 8 Juli 2017.

“Saya daftarkan ulang anak saya tanggal 8 Juli, dibilang terlambat. Loh kok terlambat, kan anak saya lulus seleksi murni. Dijawab kepala sekolah tanggal 8 itu, terserah saya, kan saya yang buat peraturan,” sebut Marwah mengingat saat itu.

Setelah sempat debat, Marwah pun menyodorkan uang Rp 815 ribu dan selembar kwitansi tanda terima uang, tanpa ada embel-embel rincian apa saja yang didapat dari nominal sebesar itu. “Itu saja saya utang di koperasi. Karena darimana saya punya uang dalam 3 hari sebesar itu. Pekeerjaan suami saya hanya nganvas mainan keliling,” terang Marwah.

Akhirnya rincian Rp 815 ribu yang dibayar itu, diketahui saat Marwah mengambilnya di sekolah. Hanya berisi 4 LKS, baju olahraga, rompi dan baju batik. 

“Anak saya pakai seragam merah putih, datang ke sekolah kemarin, kok tidak ada nama anak saya masuk di kelas mana? IA, IB atau IC? Tidak ada nama anak saya,” kenang Marwah. “Saya perjuangkan anak saya karena sejak awal saya ikuti proses seleksinya. Tapi kok malah tidak ada nama anak saya? Akhirnya, uang yang saya setor dikembalikan oleh Kepsek, anak saya tidak jadi sekolah,” terang Marwah.

“Awalnya cuma saya mau tahu dan sekolah transparan uang Rp 815 ribu di awal masuk sekolah itu, untuk apa? Tidak ada penjelasan rinci. Jadi, ujungnya anak saya tidak bisa sekolah. Ke Disdik pun tidak ada solusi. Akhirnya saya curhat di medsos,” jelas Marwah.

“Iya, kami sebagai orangtua, uang Rp 815 ribu itu, besar sekali. Sementara saya, kerja jual mainan keliling. Seandainya saja transparan sejak awal. Jadi, untuk dapat uang sebesar itu, saya minjam di koperasi,” terang David Saputro (31), ayah dari Vincero.

Wartawan berupaya untuk mengkonfirmasi ketidaktranparanan pungutan itu ke Kepala SDN 016 Thoyyibah, yang berkantor di Jalan Proklamasi II Kecamatan Sungai Pinang. Dia enggan mengomentari persoalan yang menjadi viral netizen di Samarinda itu.

 “Ke Dinas Pendidikan saja. Dia (Marwah) ke sana saja. Dia kan sering ke Dinas Pendidikan. Soal transparansi, saya No Comment. Kita diminta Dinas No Comment,” ungkap Thoyyibah.

Ditanya kembali soal transparansi Rp 815 ribu, hingga menghilangnya nama Vincero dari daftar murid di 3 ruang kelas I, serta Vincero yang akhirnya gagal bersekolah, Thoyyibah juga menolak menjelaskan.

“Kita tidak keluarkan anak itu dari sekolah. Orangtua yang tidak mau sekolah di sini,” kilahnya. (ros)


Anak 6 Tahun Gagal Bersekolah

Selasa, 18/07/2017

Ilustrasi

Berita Terkait


Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.