Senin, 10/07/2017
Senin, 10/07/2017
ABDULLOH
Senin, 10/07/2017
ABDULLOH
BALIKPAPAN - Penerimaan peserta didik baru (PPDB) saat ini memang dilakukan secara online. Meski begitu, tetap saja muncul dugaan adanya siswa titipan. Diduga, anggota DPRD juga ikut bermain, menitipkan siswa tertentu ke sekolah tertentu.
Dugaan itu pun buru-buru dibantah Ketua DPRD Kota Balikpapan Abdulloh, terkait kabar adanya titipan dari anggotanya, pada proses PPDB tahun ini.
Abdulloh meluruskan anggota DPRD memilik hak memperjuangkan aspirasi konstituen. Termasuk, dalam hal penerimaan siswa baru, agar bisa diterima di sekolah negeri tanpa mengeluarkan uang sepeser pun, alias gratis.
“Itu semua isu. Yang namanya titipan itu bagaimana? Jadi, kalau DPRD memperjuangkan hak rakyat Balikpapan itu ya wajar. Bukan berarti itu titipan,” kata dia, saat dikonfirmasi wartawan, Senin (10/7).
Dia menerangkan, wajar apabila wakil rakyat memperjuangkan aspirasi masyarakat, yang memilihnya. Sebaliknya, tidak wajar apabila ada anggota DPRD, yang tidak memahami dengan apa yang menjadi kebutuhan dan aspirasinya.
“Kalau tidak tahu aspirasinya terus yang bertanggungjawab siapa?” cetusnya.
Terkecuali, lanjut Abdulloh, dalam aktivitasnya memperjuangkan aspirasi rakyat, juga meminta dan menerima uang dari orangtua yang menitipkan anaknya, untuk masuk ke sekolah tertentu. Praktik itu, tentu melanggar aturan.
” Yang dimaksud titipan itu, nitip anaknya terus dia (anggota DRPD) dikasih uang. Nah itu sudah masuk ranah hukum,” terang Abdulloh.
Ditanya perihal keberadaan sekolah negeri di kota Beriman masih terbilang minim, seperti di jenjang SMP dan SMA, menurut Abdulloh persoalan itu sudah menjadi masalah nasional.
Menurutnya, Pemkot memiliki anggaran untuk membangun sekolah negeri baru. Namun dari pengadaan formasi guru, berada di tangan pemerintah pusat. “Membangun kita ada uangnya. Tapi tenaga guru itu otoritas dari pusat,” sebut Abdulloh menegaskan.
Tenaga pengajar, memang kerap diusulkan Pemkot kepada Kementerian Reformasi Birokrasi dan Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN), meski tidak jarang belum mendapatkan persetujuan yang diharapkan. “Kita minta 50 dikasih dua. Minta 20 dikasih 1. Jadi kalau kita bangun (sekolah negeri baru), siapa yang akan ngajar,” tutup Abdulloh. (din)
Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.