Minggu, 30/07/2017
Minggu, 30/07/2017
Minggu, 30/07/2017
TENGGARONG – Defisit anggaran yang dialami Pemkab Kutai Kartanegara tak hanya mempengaruhi pembangunan. Gaji dan tunjangan para PNS juga terkena dampak dari merosotnya penerimaan dana bagi hasil (DBH) migas tersebut. Bahkan, Sekkab Kukar mengaku pernah dimarahi pegawai karena kesal gaji dan tambahan penghasilan pegawai (TPP) terlambat dibayarkan.
“Ada pegawai yang marah yang menyebut, ini gara-gara Pak Marli, gaji dan TPP kami telat. Padahal keterlambatan itu bukan karena sekda, tapi memang anggarannya yang sedang defisit,” kata Marli, beberapa hari yang lalu.
Marli menjelaskan, defisit anggaran bukan hanya terjadi di Kukar saja, tapi secara nasional. Bahkan di daerah lain, ada pemda setempat terpaksa merumahkan pegawai honorer karena tak mampu membayar gaji. Di Kukar, kebijakan ini sebisa mungkin tak diambil.
“Mudah-mudahan pegawai kita bisa bersabar. Prinsip pimpinan Pemkab Kukar, tidak akan memperlambat proses pencairan gaji dan TPP sepanjang dananya tersedia,”katanya.
Sebelumnya, Wabup Kukar Edi Damansyah menjelaskan, ancaman lambatnya perekonomian Kukar masih berpotensi berlanjut di tahun berikutnya.
Hingga kini belum ada terobosan untuk menopong anggaran belanja publik selain penerimaan DBH migas. Ini merupakan tantangan terberat Pemkab Kukar dalam menjalankan pembangunan ke depannya.
“APBD Kukar sebanyak 73 persen ditopang dari DBH pertambangan dan bahan galian lainnya, sedangkan belanja publik kita masih tergantung pada APBD. DBH yang didapat Kukar terus mengalami penurunan sebagai ancaman pembangunan,” jelasnya.
Pengamat Kebijakan Publik, Toni Nurhadi mengatakan, defisit anggaran merupakan konsekuensi bagi daerah yang mengandalkan DBH sebagai pendapatan.
“Kalau PAD besar maka bisa saja Pemkab Kukar berupaya percepatan pembangunan untuk masyarakat,” pungkasnya. (ran)
TENGGARONG – Defisit anggaran yang dialami Pemkab Kutai Kartanegara tak hanya mempengaruhi pembangunan. Gaji dan tunjangan para PNS juga terkena dampak dari merosotnya penerimaan dana bagi hasil (DBH) migas tersebut. Bahkan, Sekkab Kukar mengaku pernah dimarahi pegawai karena kesal gaji dan tambahan penghasilan pegawai (TPP) terlambat dibayarkan.
“Ada pegawai yang marah yang menyebut, ini gara-gara Pak Marli, gaji dan TPP kami telat. Padahal keterlambatan itu bukan karena sekda, tapi memang anggarannya yang sedang defisit,” kata Marli, beberapa hari yang lalu.
Marli menjelaskan, defisit anggaran bukan hanya terjadi di Kukar saja, tapi secara nasional. Bahkan di daerah lain, ada pemda setempat terpaksa merumahkan pegawai honorer karena tak mampu membayar gaji. Di Kukar, kebijakan ini sebisa mungkin tak diambil.
“Mudah-mudahan pegawai kita bisa bersabar. Prinsip pimpinan Pemkab Kukar, tidak akan memperlambat proses pencairan gaji dan TPP sepanjang dananya tersedia,”katanya.
Sebelumnya, Wabup Kukar Edi Damansyah menjelaskan, ancaman lambatnya perekonomian Kukar masih berpotensi berlanjut di tahun berikutnya.
Hingga kini belum ada terobosan untuk menopong anggaran belanja publik selain penerimaan DBH migas. Ini merupakan tantangan terberat Pemkab Kukar dalam menjalankan pembangunan ke depannya.
“APBD Kukar sebanyak 73 persen ditopang dari DBH pertambangan dan bahan galian lainnya, sedangkan belanja publik kita masih tergantung pada APBD. DBH yang didapat Kukar terus mengalami penurunan sebagai ancaman pembangunan,” jelasnya.
Pengamat Kebijakan Publik, Toni Nurhadi mengatakan, defisit anggaran merupakan konsekuensi bagi daerah yang mengandalkan DBH sebagai pendapatan.
“Kalau PAD besar maka bisa saja Pemkab Kukar berupaya percepatan pembangunan untuk masyarakat,” pungkasnya. (ran)
Copyright © 2024 - Korankaltim.com
Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.