Kamis, 12/07/2018
Kamis, 12/07/2018
TOLAK AKUISISI : Ketua SP Mathilda, Mugiyanto (tengah) saat memberikan keterangan pers terkait penolakan akuisisi Pertagas ke PGN. ( hendra / korankaltim)
Kamis, 12/07/2018
TOLAK AKUISISI : Ketua SP Mathilda, Mugiyanto (tengah) saat memberikan keterangan pers terkait penolakan akuisisi Pertagas ke PGN. ( hendra / korankaltim)
BALIKPAPAN - Proses akuisisi Pertagas ke PGN mendapat penolakan dari Serikat Pekerja (SP) Mathilda yang merupakan pekerja Pertamina di Kalimantan. Pasalnya, akuisisi tersebut berpotensi membuka peluang bagi pemburu rente untuk memanfaatkan peluang bisnis.
Ketua SP Mathilda, Mugiyanto mengatakan, akuisisi juga menimbulkan keresahan atas ketidakpastian status pekerja Pertagas dan membuat suasana kerja menjadi tidak kondusif di seluruh sentra unit Pertamina.
“Kami menolak akuisisi yang berkedok aksi korporasi dan meminta Conditional Sales and Purchase Agreement (CSPA) yang telah ditandatangani serta menghentikan seluruh proses akuisisi,” kata Mugiyanto (10/7).
Selain itu, SP Mathilda mendukung kedua persero tanpa harus merger maupun Inbreng atau pemasukan harta pemegang saham dalam modal perseroan untuk meningkatkan kinerja dan menjamin tersedianya kebutuhan gas di seluruh tanah air.
“Kami akan melakukan industrial action, menghentikan produksi jika Kementerian BUMN tidak mengindahkan aspirasi dan tidak ada upaya untuk menghentikan seluruh proses dan tahapan akuisisi,” tegasnya.
Dalam waktu dekat perwakilan SP Mathilda bersama Serikat Pekerja Pertamina di seluruh Indonesia akan berkumpul di Jakarta untuk melakukan aksi long march ke kantor Kementerian BUMN dan Istana Negara. Bahkan telah menggugat SK Menteri BUMN atas akuisisi Pertagas ke PGN.
“Kami juga melaporkan ke KPK karena ada potensi kerugian negara. Berkas dokumen sudah kami serahkan karena ada dugaan tindak pidana korupsi tapi belum ada tindak lanjutnya,” ujar Mugiyanto.
Terlebih skema akuisisi dianggap bertentangan dengan UU 40/2007 tentang Perseroan Terbatas yang wajib memperhatikan kepentingan karyawan. Akuisisi juga tidak sesuai rencana pembentukan holding migas dimana Pertamina ditetapkan sebagai induk perusahaan yang seharusnya lebih dominan dalam proses konsolidasi.
“Akuisisi juga berpotensi merugikan Pertamina karena harus menanggung hutang PGN sebesar 1,93 miliar USD dan aset 6,2 miliar USD. Apalagi PGN itu perusahaan terbuka yang sahamnya dapat dimiliki siapapun. Perlu diketahui, 43 persen saham PGN didominasi asing,” ungkapnya. (hn518)
Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.