Rabu, 02/05/2018
Rabu, 02/05/2018
Ilustrasi/net
Rabu, 02/05/2018
Ilustrasi/net
BALIKPAPAN - Budaya membaca dan menulis atau literasi menjadi gerakan yang mesti terus digaungkan ke tengah masyarakat. Sebab, di era milenial saat ini, arus informasi termasuk kabar bohong alias hoaks, hanya bisa disaring dan ditangkal dengan literasi.
Budaya literasi itu mulai digerakkan oleh 31 guru SD dan SMP yang ada di kota Balikpapan. Bahkan para guru tersebut akan membagikan buku yang merupakan karya tulis ilmiah mereka, pada peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2 Mei 2018 di lapangan Merdeka Balikpapan.
Suyitna Saidin, guru SDN 011 Balikpapan Utara ini menulis buku yang berjudul ‘Dia yang Istimewa’. Buku itu ditulisnya berdasarkan pengalaman dalam mendidik anak kandungnya yang mengidap Disleksia dan Disgrafia.
“Buku itu isinya memoar, bagaimana mendidik putri pertama saya yang memiliki keterlambatan dalam menyerap pengetahuan seperti sulit mengenal huruf, sehingga sulit membaca dan Disgrafia sulit menulis,” kata Suyitna, kemarin.
Dia pun bersyukur, sang putri kini telah mampu memahami setiap pengetahuan dan telah diterima di salah satu SMP favorit di Balikpapan. “Alhamdulillah, setelah lulus, sekarang dia sekolah di Jawa,” ucapnya.
Dia menerangkan, bahwa Disleksia dan Disgrafia yang diidap anaknya itu menjadi motivasi untuk memberikan pendidikan selayaknya anak normal lainnya. Meski proses yang harus dilalui tidaklah mudah.
“Disleksia kan susah mengenal huruf, bisa saja kata musyawarah dan masyarakat justru dibacanya musyawarah juga. Kalau Disgrafia, anak saya dahulu sulit menulis, sering kali kata yang dituliskannya kurang huruf seperti huruf-huruf sengau seperti ng dan ny, pasti kurang,” ungkapnya.
Pengalaman itulah yang ditulisnya dalam sebuah buku dan dirinya ingin gerakan 1 Guru 1 Buku ini juga diikuti oleh para guru lainnya. “Ini kan program dari Kementerian Pendidikan yang bekerja sama dengan media guru untuk membimbing para guru dalam membuat buku,” harapnya.
Selain itu, budaya literasi menurutnya bisa menjadi penangkal dalam penyebaran hoaks, yang marak di media sosial. Pasalnya, literasi adalah kemampuan setiap individu dalam mengolah dan menyaring informasi yang beredar. “Juga bisa mencerdaskan anak didik karena bahan bacaan mereka di perpustakaan menjadi banyak. Apalagi yang dibaca adalah karya dari guru mereka sendiri. Jadi, pasti mereka antusias dan termotivasi,” jelasnya lagi.
Sementara Kasi Kurikulum Pendidikan Sekolah Dasar (PSD) Disdikbud Balikpapan Tri Yuni menjelaskan, Gerakan Satu Guru Satu Buku yang disingkatnya menjadi Sagusabu itu awalnya memang untuk menaikkan pangkat guru sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).
“Memang awal motivasinya agar naik pangkat dan ini mengedukasi guru untuk tak hanya bisa mengajar tapi juga berkarya. Manfaatnya, mereka bisa jual buku,” demikian Tri Yuni. (hn518)
Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.