Selasa, 15/08/2017
Selasa, 15/08/2017
Selasa, 15/08/2017
SANGATTA – Pembangunan Pelabuhan Maloy Kabupaten Kutai Timur (Kutim) yang ditargetkan akan dapat beroperasi tahun 2018, ternyata masih terkendala lahan yang memang menjadi persyaratan utama.
Padahal pelabuhan yang telah mendapat kucuran dana dari APBN dan APBD ratusan miliar sejak beberapa tahun lalu tersebut, hingga kini belum berjalan. “Bupati sudah meminta agar pelabuhan maloy secepatnya diselesaikan,” kata Sekretaris Daerah (Sekda) Kutim, Irawansyah, usai mengikuti coffe morning, Senin (14/8).
Menurut Irawansyah, saat ini pembangunan pelabuhan masih terkendala dua syarat utama yang harus dipenuhi. Pertama surat keterangan bukan masuk kawasan hutan mangrove dan kedua menyangkut permasalahan nilai pajak, yakni Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) lahan seluas 513 hektare.
Sepertinya Ismunandar kecewa dengan progres pembangunan pelabuhan tersebut, padahal Pemkab Kutim telah melakukan rapat evaluasi degan Pemprov Kaltim dan Badan Pertanahan Nasional (BPN), serta unsur pemerintah pusat maupun pihak terkait lainnya, untuk mempercepat penyelesaian persoalan yang ada di kawasan tersebut.
Padahal Pelabuhan Maloy masuk jalur interkoneksi Kalimantan dan Sulawesi atau merupakan jalur regional lintas trans Kalimantan dan transportasi penyeberangan kapal feri dengan rute Tarakan-Toli Toli dan Balikpapan-Mamuju. Fungsi pelabuhan ini dinilai strategis dalam mendukung Kawasan Ekonomi Khusus (KEE) Maloy Batuta Trans Kalimantan (MBTK) yang menjadi pusat hilirisasi industri berbasis kelapa sawit (oleokimia).
“Kita akan percepat semuanya dan menargetkan pelabuhan ini bisa beroperasi tahun depan,” pungkas Irawansyah. (yul1116)
SANGATTA – Pembangunan Pelabuhan Maloy Kabupaten Kutai Timur (Kutim) yang ditargetkan akan dapat beroperasi tahun 2018, ternyata masih terkendala lahan yang memang menjadi persyaratan utama.
Padahal pelabuhan yang telah mendapat kucuran dana dari APBN dan APBD ratusan miliar sejak beberapa tahun lalu tersebut, hingga kini belum berjalan. “Bupati sudah meminta agar pelabuhan maloy secepatnya diselesaikan,” kata Sekretaris Daerah (Sekda) Kutim, Irawansyah, usai mengikuti coffe morning, Senin (14/8).
Menurut Irawansyah, saat ini pembangunan pelabuhan masih terkendala dua syarat utama yang harus dipenuhi. Pertama surat keterangan bukan masuk kawasan hutan mangrove dan kedua menyangkut permasalahan nilai pajak, yakni Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) lahan seluas 513 hektare.
Sepertinya Ismunandar kecewa dengan progres pembangunan pelabuhan tersebut, padahal Pemkab Kutim telah melakukan rapat evaluasi degan Pemprov Kaltim dan Badan Pertanahan Nasional (BPN), serta unsur pemerintah pusat maupun pihak terkait lainnya, untuk mempercepat penyelesaian persoalan yang ada di kawasan tersebut.
Padahal Pelabuhan Maloy masuk jalur interkoneksi Kalimantan dan Sulawesi atau merupakan jalur regional lintas trans Kalimantan dan transportasi penyeberangan kapal feri dengan rute Tarakan-Toli Toli dan Balikpapan-Mamuju. Fungsi pelabuhan ini dinilai strategis dalam mendukung Kawasan Ekonomi Khusus (KEE) Maloy Batuta Trans Kalimantan (MBTK) yang menjadi pusat hilirisasi industri berbasis kelapa sawit (oleokimia).
“Kita akan percepat semuanya dan menargetkan pelabuhan ini bisa beroperasi tahun depan,” pungkas Irawansyah. (yul1116)
Copyright © 2024 - Korankaltim.com
Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.