Rabu, 27/09/2017
Rabu, 27/09/2017
Kiki Taufik
Rabu, 27/09/2017
Kiki Taufik
BALIKPAPAN - Greenpeace Indonesia, organisasi lingkungan global mengkritisi pernyataan Gubernur Kaltim, Awang Faroek Ishak bahwa perkebunan sawit mampu memproteksi hutan alam.
Greenpeace menyayangkan statement Awang yang terlontar disela pertemuan tahunan Satuan Tugas Gubernur untuk Hutan dan Iklim atau Governors Climate and Forest (GCF) di kota Balikpapan.
Kiki Taufik, Kepala Kampanye Hutan Global Greenpeace Indonesia mempertanyakan pernyataan Gubernur Kaltim.
“Bagaimana mau proteksi alam kalau hutan dihancurkan dan dijadikan perkebunan sawit. Saya tidak mengerti alasan Gubernur mengeluarkan statement itu,” kritiknya, Selasa (26/9/2017).
Menurutnya, perkebunan sawit merusak alam karena keseimbangan ekologi menjadi hancur dan keanekaragaman hayati juga hilang. Bahkan daya jelajah Orangutan bisa berkurang. Serangga yang menjadi penyeimbang bagi hewan lain juga tidak ada.
Kilah untuk pembangunan ekonomi juga tidak bisa diterima oleh Greenpeace. Mengingat harus perhitungan jumlah masyarakat pemilik lahan dengan kebun sawit yang dikelola perusahaan.
“Pada akhirnya kan kelompok pemilik modal atau konglomerasi yang memegang kendali. Jadi, pembangunan apa yang Gubernur Kaltim idamkan dari persawitan itu? Apakah semua hutan jadi kebun sawit dan masyarakat yang menjadi buruh sawit bisa makmur?,” tanya dia.
Sebelumnya, Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak mengelak jika perkebunan sawit dikatakan merusak ekosistem alam dan merugikan masyarakat. “Perkebunan sawit itu transformasi ekonomi yang harus dilakukan karena Kaltim sudah tidak bisa mengandalkan sektor minyak dan gas bumi yang akan habis,” tandas Awang kemarin.
Menurut Awang agroindustri harus digencarkan di Kaltim. “Pemprov juga sudah membuat kesepakatan dengan kabupaten/kota di Kaltim menjaga hutan alam di areal perkebunan sawit yang sekarang ini total luasannya sudah 3 juta hektare,” ungkapnya.
Jika diperlukan ekspansi perluasan kebun sawit maka yang harus ditingkatkan adalah produktivitas hingga mencapai rata-rata produksi nasional yakni 25 ton per hektare. Perluasan pun hanya di kawasan rendah karbon atau lahan semak belukar.
Tidak hanya itu, mantan Bupati Kutai Timur ini juga ingin produksi dari sektor sawit bisa tetap menjaga keberlangsungan ekosistem lingkungan. “Kita tidak lagi memberikan izin pembukaan lahan kepada perusahaan-perusahaan yang tidak komitmen. Zero burning harus dilaksanakan. Tidak boleh lagi membuka kebun dengan cara membakar atau izinnya kita cabut,” desaknya. (din)
Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.