Senin, 17/07/2017
Senin, 17/07/2017
Inilah kolam bekas tambang milik PT Trubaindo Coal Mining Banpu di Kampung Muara Begai Kecamatan Muara Lawa.
Senin, 17/07/2017
Inilah kolam bekas tambang milik PT Trubaindo Coal Mining Banpu di Kampung Muara Begai Kecamatan Muara Lawa.
SENDAWAR – Anggota Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kaltim, Pius Erick Nyompe, mengutuk keras aktivitas sejumlah perusahaan penambang batubara di Kutai Barat (Kubar) yang tidak mengindahkan aturan reklamasi pasca tambang. Dia menyebut, puluhan perusahaan batubara di Kubar hingga saat ini terindikasi tidak mematuhi aturan UU serta aturan yang disosialisasikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan RI.
Menurutnya, salah satunya adalah PT Gunung Bayan Pratama Coal (GBPC). Menurut dia, perusahaan itu merupakan salah satu yang
terindikasi membangkang dalam pengelolaan lingkungan di area bekas tambang batubaranya. Meninggalkan lubang kolam tambang
yang sangat dalam dan berbahaya. Juga reklamasi kembali lahan yang dikupas, hingga kini belum sampai 40 persen dilaksanakan.
“Pengawasan pemerintah terlalu lemah terhadap perusahaan tambang batubara dan mineral di Kubar. Uang jaminan reklamasi (Jamrek) tidak jelas, entah kemana disimpan, atau digunakan oleh pemerintah secara diam-diam ke pos lainnya,” tegas dia dalam siaran pers yang diterima Koran Kaltim, Minggu (16/7) di Sendawar.
Pius Erick Nyompe menambahkan, dia sangat setuju atas inisiatif Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak melakukan moratorium (penundaan) penerbitan izin sejumlah perusahaan perkebunan dan tambang di Kaltim. Jika masyarakat berjalan dikawasan Kecamatan Jempang, Siluq Ngurai, Muara Lawa, Long Iram, Tering, dan Mook Manar Bulatn, maka bisa dilihat ratusan lubang bekas tambang menganga. Lubang tambang itu bak danau besar yang sangat dalam, dan berbahaya bagi warga kampung disekitar tambang.
“Walhi Kaltim sangat setuju urusan perizinan tambang serta perkebunan ditarik ke provinsi kewenangannya. Karena bukan mustahil selama ditangan pemerintah kabupaten atau kota, terindikasi ada korupsi terselubung dalam urusan perizinan itu,” tegasnya.
“Saya bisa katakan ini adalah kejahatan kemanusiaan, dampak buruk ‘usaha batu hitam’. Kami (Walhi Kaltim) minta agar PT GBPC
bertanggung jawab penuh terhadap korban atas nama Novita Sari (18), yang tewas tenggelam dibekas lubang tambang perusahaan itu pada 25 Juni lalu,” tegas Pius.
Sebelumnya, Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kubar, Ali Sadikin memaparkan pihaknya selalu melakukan sosialisasi kepada perusahaan se-Kubar. Yakni terkait dampak lingkungan alam dan masyarakat dalam setiap operasional perusahaan.
“Termasuk soal aktivitas tambang menyangkut keamanan. Setiap tahun BLH Kubar menggelar sosialisasi. Pesertanya, seluruh perusahaan yang beroperasi di Kubar, salah satu bahasan adalah mereklamasi bekas galian tambang,” tuturnya.(imr)
Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.