Sabtu, 14/09/2019

Mengenal Awal Erau, Ini Sederet Prosesi Adat yang Dihapus Setelah Kesultanan Kutai Memeluk Islam

Sabtu, 14/09/2019

Erau adat kutai ( Foto: Istimewa )

Join Grup Telegram Koran Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/+SsC4jer3I5syZWU1 atau klik tombol dibawah ini.

Grup Telegram Koran Kaltim

kemudian join. Anda harus instal aplikasi Telegram terlebih dahulu di ponsel.

Berita Terkait

Mengenal Awal Erau, Ini Sederet Prosesi Adat yang Dihapus Setelah Kesultanan Kutai Memeluk Islam

Sabtu, 14/09/2019

logo

Erau adat kutai ( Foto: Istimewa )

KORANKALTIM.COM, TENGGARONG - Selama ini, rangkaian Erau Adat Kutai diketahui mulai mendirikan tiang ayu, beseprah, malam barjanji, belimbur hingga merebahkan tiang Ayu dan setiap malamnya Sultan menyusur tapak leman dengan berpegang pada tali juita untuk menginjak gong diiringi dengan letupan meriam. Ternyata, ada beberapa rangkaian yang telah lama ditinggalkan. Seperti menginjak kepala orang yang mati dipenggal atau ngayau dan kepala pekerja paksa yang masih hidup.

Ketua Majelis sekaligus Penasihat Kesultanan Adji Deck menceritakan, hal itu ditinggalkan setelah Kerajaan Kutai memeluk agama Islam. Erau sendiri merupakan perintah dari dewa-dewa saat turunnya seorang anak yang merupakan Raja Kutai pertama Aji Batara Agung Dewa Sakti dari Jangkat atau kayangan menuju Jahitan Layar yang sekarang dikenal dengan Kutai Lama, Anggana. 

Dewa-dewa tadi, lanjutnya, berpesan kepada Petinggi Jahitan Layar yang bernama Ki Dohong. Apabila anak tersebut diberi nama, terkena air, dan menginjakkan kakinya untuk pertama kali ke bumi, maka harus di’Erau’kan atau diramaikan. Erau pertama kali dilakukan saat pemberian nama Aji Batara Agung Dewa Sakti pada abad ke-13. 

“Kamu injakan kakinya ke bumi, kamu Eraukan. Kamu memberi nama, kamu Eraukan. Kamu memandikan dia, kamu Erau kan,” begitu ujar Adji Deck merapalkan perintah dewa kepada petinggi Jahitan Layar.

Setelahnya, Erau terus dilaksanakan setiap tahunnya menyusul dimandikannya Aji Batara Agung saat bayi dan menginjakkan kakinya ke bumi untuk pertama kali yang saat itu diperkirakan seusia anak 4-5 tahun.

 Aji Batara Agung Dewa Sakti dipercaya sebagai Kemanusan atau manusia setengah dewa karena merupakan keturunan dewa. Tidak ada yang tahu bagaimana asal mula eksistensinya berwujud.

Sesuai dengan pesan dewa, setiap prosesi atau upaya mensukseskan Erau tidak boleh diganggu siapapun. Suatu ketika, ada salah satu suku pelaut nusantara yang menangkap ikan di wilayah Kerajaan Kutai, sehingga menyebabkan susahnya masyarakat menangkap ikan yang nantinya diserahkan ke kerabat untuk dimasak dan disajikan dalam prosesi Beseprah atau makan bersama raja. 

Prosesi Erau dianggap terganggu dan ditangkaplah beberapa orang suku pelaut tadi untuk kerja paksa selama tiga tahun yang kemudian menjadi bagian masyarakat dan ada yang diayau atau disembelih. 

Kepala orang yang kerja paksa dan kepala yang diayau tadi pun diinjak oleh raja. Hal tersebut terus terjadi saban tahun pelaksanaan Erau. Suku pelaut tersebut, lanjut Adji Deck, semakin dilarang terus-terusan menangkap ikan semakin marah dan mengulangi hal yang sama.

“Makna diinjaknya kepala orang mati oleh raja tadi, bahwa kepala tersebut punya pikiran serakah. Terus saja ngambil yang bukan haknya,” ungkapnya.

Ada cerita bahwa raja-raja terdahulu meminum darah manusia. Adji Deck menyebut cerita itu dilebih-lebihkan. Yang sebenarnya, darah orang yang diayau itu dicuil lalu diconteng sedikit ke dahi, antara dua alis raja. Hal itu bermakna penghormatan bahwa yang diayau itu juga manusia.

“Cerita soal meminum darah itu hanya cerita yang dilebih-lebihkan,” cetusnya.

Hal tersebut sudah tidak lagi dilakukan setelah Kerajaan Kutai menganut agama Islam mengingat nilai-nilai keislaman yang menghargai nyawa manusia.


Penulis: Reza Fahlevi

Editor : M.Huldi

Mengenal Awal Erau, Ini Sederet Prosesi Adat yang Dihapus Setelah Kesultanan Kutai Memeluk Islam

Sabtu, 14/09/2019

Erau adat kutai ( Foto: Istimewa )

Berita Terkait


Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.