Rabu, 26/02/2020

Dana Desa, Tak Hati-Hati Mengelola Jerat Hukum Bisa Menimpa

Rabu, 26/02/2020

Rakor Percepatan Penyaluran dan Pengelolaan Dana Desa yang menghadirkan 841 kepala desa se-Kaltim, di Hotel Mesra Kota Samarinda. ( Foto: Rusdi/korankaltimcom)

Join Grup Telegram Koran Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/+SsC4jer3I5syZWU1 atau klik tombol dibawah ini.

Grup Telegram Koran Kaltim

kemudian join. Anda harus instal aplikasi Telegram terlebih dahulu di ponsel.

Berita Terkait

Dana Desa, Tak Hati-Hati Mengelola Jerat Hukum Bisa Menimpa

Rabu, 26/02/2020

logo

Rakor Percepatan Penyaluran dan Pengelolaan Dana Desa yang menghadirkan 841 kepala desa se-Kaltim, di Hotel Mesra Kota Samarinda. ( Foto: Rusdi/korankaltimcom)

KORANKALTIM.COM, SAMARINDA - Memastikan mekanisme baru penyaluran Dana Desa (DD) yang baru dipahami, Pemprov Kaltim mengumpulkan 841 kepala desa se-Kaltim, dalam Rapat Koordinasi Percepatan Penyaluran DD 2020, di Hotel Mesra, Kota Samarinda, Selasa (25/2/2020) kemarin.

Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMPD) Kaltim, Moh Jauhar Effendi menjelaskan, sebenarnya mekanisme baru ini juga mensyaratkan adanya Surat Kuasa Pemindahbukuan Dana Desa dari Bupati kepada Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN).  “Bedanya dengan transfer langsung dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN) ke Rekening Kas Desa (RKD), desa-desa yg sudah  siap dan memenuhi persyaratan tidak harus menunggu banyak. Hanya satu pun desa yang siap, bisa disalurkan. Tidak perlu menunggu banyak,” ujar Jauhar.

Tahun ini DD Kaltim mendapat aloasi  sebesar Rp911,97 miliar, untuk total 841 desa. Jumlah tersebut naik dibanding 2019, yang hanya sebesar Rp870 miliar. DD sedianya memiliki manfaat untuk pembangunan desa. Namun di balik itu, DD bila tidak dikelola dengan baik, akan berbuah kasus hukum, menjerat pengelolanya. Untuk itu, perlu komitmen seluruh pihak agar pengelolaan DD tidak berimplikasi hukum di kemudian hari.

“Manfaat Dana Desa ini sangat baik bila ada komitmen bersama, baik pemerintah pusat, pemprov, kabupaten/kota, kecamatan, hingga desa. Bersama-sama dan fokus menangani masalah-masalah yang dihadapi oleh pemerintah desa agar pengelolaan DD berjalan baik dan tidak ada yang terjerat hukum,” sebut Jauhar lagi.

Pada rakor itu, terungkap masih ada empat desa yang bermasalah terkait laporan pertanggungjawabannya, sehingga dana desa keempat desa tersebut tidak dicairkan, dan terancam tidak mendapat alokasi pada tahun ini. “Desa yang bermasalah itu kan sekarang sudah berproses ya, ada yang bermasalah di SPJ (Surat Pertanggungjawaban), ada empat desa di Kutai Timur,” ungkapnya.

Keempat desa tersebut di antaranya, Desa Beno Harapan di  Kecamatan Batu Ampar, Desa Teluk Baru di Kecamatan Muara Ancalong, Desa Jukayaq di Kecamatan Telen, dan Desa Himba Lestari di Kecamatan Batu Ampar.

Masalah yang dihadapi keempat desa tersebut antara lain, terkait penyalahgunaan wewenang, spesifikasi tidak sesuai, serta penyelewengan anggaran. Terkait masalah yang berkaitan dengan hukum, akan diserahkan ke aparat hukum untuk menindaklanjutinya.

Kepala Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan (DJPb) Kaltim-Kaltara, Midden Sihombing mengatakan, keterlambatan pencairan dana desa di empat desa tersebut karena laporan kegiatan DD dari beberapa tahun belum dipertanggungjawabkan. Hal ini, menurut Midden, memerlukan audit dari inspektorat serta pemberkasan bila ditemukan adanya dugaan penyelewengan anggaran untuk dilaporkan ke penegak hukum.

“Nanti aparat hukum menaikan statusnya ke penyelidikan dan penyidikan. Selanjutnya surat dari penegak hukum itu bisa untuk mencairkan dana desa. Yang penting sudah ditangani,” katanya.

Keempat desa itu tetap bisa mencairkan DD. Setidaknya terdapat dua alternatif yang dapat dilakukan. Hal ini, diungkapkan Staf Ahli Bidang Ekonomi dan Pembangunan Kenterian Dalam Negeri (Kemendagri) yang turut hadir dalam Rakor di Samarinda.

Hamdani membeber, anggaran tersebut tidak dibatalkan, namun ditunda pencairannya hingga masalah yang dihadapi desa dapat diselesaikan.

Untuk itu, ketika permasalahan sudah  bisa diselesaikan,  maka dana desanya bisa dicairkan. “Kami berharap masalah yang dialami desa ini bisa diselesaikan oleh pihak kabupaten. Jadi kabupaten itu dalam rangka memfasilitasi,” ujar  Hamdani.

Selanjutnya, untuk kasus yang telah lama, maka pihak penegak hukum akan melihat terlebih dahulu pejabat yang diduga melakukan penyelewengan anggaran akan ditelusuri keberadaannya, bila yang bersangkutan masih menjabat di pemerintahan desa, maka kasus tersebut akan ditelusuri dahulu oleh aparat hukum. 

Namun bila, terduga pejabat tersebut tidak lagi menjabat pengelola keuangan desa, maka masalah tersebut dianggap sudah selesai, dan DD dapat dicairkan untuk desa tersebut.

“Itu syarat pencairan anggaran dana desa ya. Tapi kalau masalah hukumnya tetap berlanjut di aparat hukum, kalau diduga bersalah melakukan penyelewengan anggaran, meski tidak lagi jadi pengelola keuangan desa,” pungkasnya.

Terkait hal ini, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kaltim, tak kalah mengambil peran. Kepala Kejati Kaltim  Chaerul Amir  mengatakan, kejaksaan juga memantau hal ini melalui program jaksa mengawal desa membangun. Pengawalan, kata, dia  tidak hanya mengawal program berjalan, tetapi jaksa juga ingin memastikan pengelolaan Dana Desa berjalan dengan baik.

“Kami tentu berhati-hati dalam menilai laporan pertanggungjawaban itu. Apakah ditemukan ada unsur pidana korupsi atau tidak. Kejati akan menilai apakah sifatnya kelalaian administrasi atau pidana korupsi,” ungkap Chaerul yang turut hadir pada Rakor.

Selanjutnya, pihaknya juga tetap akan memberikan kesempatan untuk dilakukan pembenahan pada laporan administrasinya, jika dianggap perlu.

Kendati demikian, jika ditemukan unsur kesengajaan melakukan penyelewengan, maka proses hukum akan dijalankan.

Saat ini, Kejati Kaltim melalui jaksa penyidik masih dalam proses penelitian untuk tahap pra penuntutan. Chaerul menjelaskan, pihaknya tidak ingin terburu untuk menentukan kemungkinan ada pihak yang bersalah di empat desa tersebut.

“Kami berangkat dari data, fakta, dan alat bukti. Kalau sudah cukup, itu akan kami nyatakan P21 dan dibawa ke pengadilan,” tukasnya. 

Kajati Kaltim mengakui, proses penelusuran LPJ empat desa ini memakan waktu lama, yakni dari 2019 hingga 2020. Sebab, pihak Kejati harus melalui proses-proses pengumpulan data dan bukti kuat, agar mampu menjerat oknum yang bermain di pengelolaan dana desa.

“Bukti kan harus kuat juga. Segera kami selesaikan. Proses hukumnya tetap berjalan sesuai prosedur KUHP, kalau cukup alat buktinya pasti kami bawa ke pengadilan,” tambahnya. 

Dari penelusuran Kejati Kaltim, kendala yang dihadapi empat desa tersebut berkaitan dengan dokumen administrasi yang tidak begitu baik. Meski begitu, Kejati tidak berhenti dikemungkinan kelalaian administrasi. Sebab, Kejati Kaltim telah menetapkan status masalah ini ke penyidikan. 

“Belum tentu kelalaian semata. Biasanya kalau kejaksaan telah menaikan statusnya ke penyidikan sudah pasti dugaannya ada penyalahgunaan wewenang yang berujung pada kerugian negara,” tutupnya. (*)


Penulis: */Rusdi

Editor: Aspian Nur

Dana Desa, Tak Hati-Hati Mengelola Jerat Hukum Bisa Menimpa

Rabu, 26/02/2020

Rakor Percepatan Penyaluran dan Pengelolaan Dana Desa yang menghadirkan 841 kepala desa se-Kaltim, di Hotel Mesra Kota Samarinda. ( Foto: Rusdi/korankaltimcom)

Berita Terkait


Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.