Rabu, 11/07/2018
Rabu, 11/07/2018
Rabu, 11/07/2018
MOSKOW – Tahun 2002 silam grup band asal Inggris, The Lightning Seeds menciptakan lagu berjudul Football Is Coming Home! demi memberikan semangat kepada timnas negara mereka yang berjuang di Piala Dunia Korea-Jepang. Hasilnya, langkah The Three Lions terhenti di perempatfinal, dikalahkan Brasil 1-2. Menarik lebih ke belakang, tahun 1990, prestasi lebih ciamik ditorehkan dengan berlaga pada fase semifinal saat ajang itu berlangsung di Italia sampai akhirnya kalah adu penalty melawan Jerman.
Kini setelah 28 tahun sejak terakhir kali menginjak fase 4 Besar, sejarah kembali terulang dan lagu Football Is Coming Home! pun kembali bergema, memberikan semangat kepada anak asuh Gareth Southgate yang berlaga di Piala Dunia 2018 dan menginjak babak semifinal yang dimainkan Kamis (12/7) dinihari nanti menghadapi Kroasia di Luzhniki Stadium, Moskow.
Pasukan Tiga Singa pun meretas asa tak sekedar mengulang sejarah 28 tahun silam, namun juga ingin menyamai catatan di tahun 1966 kala mereka berhasil juara di negeri sendiri saat trofi masih bernama Jules Rimet.
Di stadion berkapasitas 80 ribu penonton yang jadi venue final Liga Champions 2008 antara Manchester United kontra Chelsea itu, Inggris pun berjuang untuk mewujudkan harapan publik Britania Raya. Ini untuk kedua kalinya mereka bermain di stadion yang sama setelah tahun 2007 silam di ajang Piala Eropa.
Namun yang perlu diingat, saat Inggris mencapai semifinal Piala Dunia pertamanya dalam 28 tahun, Kroasia sukses mengulangi prestasi fenomenal di Piala Dunia 1998, lolos ke semifinal dan juara ketiga saat diperkuat Zvonimir Boban dan Davor Suker. Itu artinya kedua negara sama-sama ingin meretas sejarah pada pertemuan ini dengan harapan bisa melampaui torehan di masa silam.
Bek Kroasia Dejan Lovren bahkan percaya kalau negaranya lebih baik daripada 1998. “Inggris bermain fantastis di Piala Dunia ini. Mereka punya banyak pemain muda yang hebat. Namun kami sadar kalau kami ini kuat, dan kami tidak takut melawan siapapun,” tegas Lovren. “Tidak ada rasa takut dalam diri kami. Kami menghormati setiap lawan dan kami percaya pada kemampuan kami,” striker Mario Mandzukic menambahkan.
Kebugaran jadi kendala Valtreni, julukan Kroasia, karena harus melewati dua laga sebelum semifinal dengan ekstra time dana du penalty yang menguras tenaga dan mental. Namun Kroasia punya kekuatan dan motivasi tinggi. Kiper Danijel Subasic sebagai benteng terakhir dikawal Lovren dan Domagoj Vida, Ivan Rakitic dan kapten Luka Modric sebagai motor permainan, sayap-sayap berbahaya pada diri Ivan Perisic dan Ante Rebic, serta Mario Mandzukic sebagai ujung tombak membuat Inggris harus waspada kalau tak ingin asa terkubur.
Kroasia dan Inggris sendiri belum pernah bentrok di pentas Piala Dunia kecuali di Piala Eropa. Bila sejarah pertemuan dijadikan tolak ukur, Inggris lebih dijagokan. Setidaknya, di luar Piala Dunia, keduanya sudah bersua tujuh kali. Hasilnya, Inggris mengemas empat kemenangan. Kroasia hanya dua kali menang. Satu duel lagi berakhir imbang. “Kami akan bermain dengan gaya kami seperti di pertandingan sebelumnya. Yang terpenting adalah bermain menyerang, kami tidak ingin mendapat tekanan,” tegas Erick Dier, gelandang Inggris.
“Kami tahu ada pertandingan besar di depan, yakni semifinal dan kami merasa percaya diri,” Harry Kane menambahkan
Hanya Jordan Henderson yang kemungkinan absen karena cedera. Sisanya, Harry Kane ditemani Raheem Sterling di lini depan. Ashley Young dan Jesse Lingard menyokong dari lini kedua sementara kiper Jordan Pickford dikawal Harry Maguire, John Stones dan Kyle Walker. (bbc)
Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.