Kamis, 17/08/2017
Kamis, 17/08/2017
Kamis, 17/08/2017
JAKARTA – Mengenakan pakaian adat Bugis, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memasuki gedung Nusantara I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Di sebelahnya nampak Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) yang mengenakan kain batik, blangkon, dan beskap.
Mereka datang untuk menghadiri sidang tahunan Majelis Pemusyawaratan Rakyat (MPR). Keduanya ditemani sejumlah menteri dan pejabat dari jajaran Kabinet Kerja. Pakaian yang dikenakan Jokowi merupakan pakaian adat Bugis, Sulawesi Selatan.
Menurut catatan yang merujuk pada pakaian adat Bugis, busana ini dikenakan bersama paroci (celana), lipa garusuk (kain sarung) dan passapu (tutup kepala seperti peci). Model pakaian adat ini biasanya hadir dengan bentuk jas tutup berlengan panjang dengan kerah dan kancing sebagai perekat.
Sementara pakaian yang dikenakan JK merupakan pakaian adat Jawa. JK mengenakan baju tradisional sikepan warna hitam dengan dalaman putih lengkap dengan bros di bagian dada kanannya. Sementara untuk menutupi bagian bawah ia mengenakan kain batik panjang atau disebut sinjang.
Keduanya bertukar pakaian adat yang berasal dari daerah masing-masing. Jokowi diketahui lahir di Solo, Jawa Tengah. Sedangkan JK merupakan putra asli Bone, Sulawesi Selatan.
Pengamat Politik Syamsuddin Haris menilai gaya penampilan Jokowi-JK merupakan simbol kebinekaan. Pemimpin tertinggi Indonesia itu ingin menunjukkan bahwa perbedaan bukanlah masalah.
“Setidaknya hendak ditunjukkan bahwa tidak ada masalah dengan persoalan identitas asal yang berbasis etnik. Suatu saat orang bisa menjadi Jawa, Bugis, dan seterusnya begitu, itulah Indonesia,” kata Haris, Rabu (16/8).
Melalui pakaian, kata Haris, Jokowi-JK ingin mengembalikan jati diri Indonesia yang beragam dan beradat. Apalagi bila dikenalan oleh kepala negara dalam acara tahunan yang sangat formil.
“Identitas keberagaman itu yang simbolik dan hendak ditonjolkan,” kata Haris.
Dihubungi terpisah, Dosen Ilmu Budaya Universitas Indonesia Tomy Christommy menyampaikan hal serupa. Jokowi-JK ingin tampil sebagai pemimpin yang menjunjung budaya negaranya. Tomy memandang Jokowi-JK bermain tanda atau playing sign dalam pertukaran baju adat. Penanda budaya dimanfaatkan oleh Jokowi-JK yang pasti menimbulkan tafsir politik.
“Saya sangat yakin kebudayaan Indonesia digunakan oleh siapapun yang mau bertahan di dunia politik, ini politik budaya. Tidak mungkin pemimpin negara mengesampingkan itu,” kata Tomy. (cnn)
JAKARTA – Mengenakan pakaian adat Bugis, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memasuki gedung Nusantara I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Di sebelahnya nampak Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) yang mengenakan kain batik, blangkon, dan beskap.
Mereka datang untuk menghadiri sidang tahunan Majelis Pemusyawaratan Rakyat (MPR). Keduanya ditemani sejumlah menteri dan pejabat dari jajaran Kabinet Kerja. Pakaian yang dikenakan Jokowi merupakan pakaian adat Bugis, Sulawesi Selatan.
Menurut catatan yang merujuk pada pakaian adat Bugis, busana ini dikenakan bersama paroci (celana), lipa garusuk (kain sarung) dan passapu (tutup kepala seperti peci). Model pakaian adat ini biasanya hadir dengan bentuk jas tutup berlengan panjang dengan kerah dan kancing sebagai perekat.
Sementara pakaian yang dikenakan JK merupakan pakaian adat Jawa. JK mengenakan baju tradisional sikepan warna hitam dengan dalaman putih lengkap dengan bros di bagian dada kanannya. Sementara untuk menutupi bagian bawah ia mengenakan kain batik panjang atau disebut sinjang.
Keduanya bertukar pakaian adat yang berasal dari daerah masing-masing. Jokowi diketahui lahir di Solo, Jawa Tengah. Sedangkan JK merupakan putra asli Bone, Sulawesi Selatan.
Pengamat Politik Syamsuddin Haris menilai gaya penampilan Jokowi-JK merupakan simbol kebinekaan. Pemimpin tertinggi Indonesia itu ingin menunjukkan bahwa perbedaan bukanlah masalah.
“Setidaknya hendak ditunjukkan bahwa tidak ada masalah dengan persoalan identitas asal yang berbasis etnik. Suatu saat orang bisa menjadi Jawa, Bugis, dan seterusnya begitu, itulah Indonesia,” kata Haris, Rabu (16/8).
Melalui pakaian, kata Haris, Jokowi-JK ingin mengembalikan jati diri Indonesia yang beragam dan beradat. Apalagi bila dikenalan oleh kepala negara dalam acara tahunan yang sangat formil.
“Identitas keberagaman itu yang simbolik dan hendak ditonjolkan,” kata Haris.
Dihubungi terpisah, Dosen Ilmu Budaya Universitas Indonesia Tomy Christommy menyampaikan hal serupa. Jokowi-JK ingin tampil sebagai pemimpin yang menjunjung budaya negaranya. Tomy memandang Jokowi-JK bermain tanda atau playing sign dalam pertukaran baju adat. Penanda budaya dimanfaatkan oleh Jokowi-JK yang pasti menimbulkan tafsir politik.
“Saya sangat yakin kebudayaan Indonesia digunakan oleh siapapun yang mau bertahan di dunia politik, ini politik budaya. Tidak mungkin pemimpin negara mengesampingkan itu,” kata Tomy. (cnn)
Copyright © 2024 - Korankaltim.com
Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.