Rabu, 03/06/2020

Berharap Olahraga Terus Suarakan Perang Melawan Anti-Rasialisme

Rabu, 03/06/2020

Aksi protes terhadap rasisme dengan cara berlutut diperlihatkan Marcus Thuram di Bundesliga Jerman. (dailymail)

Join Grup Telegram Koran Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/+SsC4jer3I5syZWU1 atau klik tombol dibawah ini.

Grup Telegram Koran Kaltim

kemudian join. Anda harus instal aplikasi Telegram terlebih dahulu di ponsel.

Berharap Olahraga Terus Suarakan Perang Melawan Anti-Rasialisme

Rabu, 03/06/2020

logo

Aksi protes terhadap rasisme dengan cara berlutut diperlihatkan Marcus Thuram di Bundesliga Jerman. (dailymail)

KORANKALTIM.COM - Kematian George Floyd memicu reaksi keras dari banyak pihak, termasuk para atlet dunia yang dengan lantang menyuarakan anti-rasialisme. Pengamat Politik Universitas Al Azhar Indonesia sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Ujang Komarudin, menilai sebenarnya peran atlet dalam menyuarakan aspirasi sosial dan politik belum terlalu membawa pengaruh. 

Jika pun ada, itu di luar negeri dan hanya terbatas pada sosok atlet yang memiliki nama besar dan banyak penggemar. "Untuk atlet-atlet tertentu bisa membawa pengaruh. Misalnya atlet besar yang punya prestasi dunia seperti Michael Jordan yang jadi ikon, bisa berpengaruh karena dia punya banyak penggemar. Tapi kalau atlet biasa yang dari segi prestasi atau pengikut juga tidak terlalu menonjol tidak akan berpengaruh. Tergantung nilai kapasitas atlet itu sendiri," ucap Ujang.

Dalam konteks kejadian George Floyd, pemicu utama menurut Ujang lebih kepada status Floyd yang merupakan warga kulit hitam dan meninggal karena Chauvin, penegak hukum berkulit putih. Diketahui, sejarah perjuangan warga Afrika-Amerika di AS penuh lika-liku.

"Di Amerika kebetulan ada pemicunya. Mohon maaf, ada sejarah panjang kulit putih dan kulit hitam. Untuk kasus Floyd, kebetulan karena dia kulit hitam yang tewas karena kulit putih. Ditambah lagi persoalan ekomoni di Amerika yang sedang bangkrut yang membuat lebih dari tiga juta orang menganggur akibat virus corona," ujarnya.

Hal senada diungkapkan pengamat olahraga nasional Indonesia, Tommy Apriantono. Menurut Tommy, popularitas atlet hampir sama dengan selebritas, jadi wajar bila suara mereka didengar banyak orang. Khusus di sepak bola, pesan atlet di dalam pertandingan baik lewat selebrasi atau tulisan khusus di kaus dianggap bisa berpotensi dipolitisasi. Maka, aksi yang dilakukan Jadon Sancho (Borussia Dortmund) dan Marcus Thuram (Borussia Monchengladbach) terancam sanksi.

"Memang atlet itu dampak sosial dan popularitasnya tinggi. Suara mereka bisa jadi gambaran buat masyarakat. Bundesliga kabarnya masih akan meneliti kesalahan Sancho atas simpatinya karena sepak bola tidak ingin dipolitisasi. Jadi, sangat besar pengaruhnya suara atlet terhadap dalam kehidupan sosial politik," ungkap Tommy seperti diwartakan cnnindonesia.com. (*)

Berharap Olahraga Terus Suarakan Perang Melawan Anti-Rasialisme

Rabu, 03/06/2020

Aksi protes terhadap rasisme dengan cara berlutut diperlihatkan Marcus Thuram di Bundesliga Jerman. (dailymail)

Berita Terkait


Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.