Sabtu, 27/04/2019
Sabtu, 27/04/2019
Wakli Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kaltim KH Muhammad Haiban
Sabtu, 27/04/2019
Wakli Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kaltim KH Muhammad Haiban
KORANKALTIM.COM,SAMARINDA - Apa yang terlintas di benak kita ketika mendengar kata Wakaf? Tanah? Yah, memang sebagian besar dari kita pasti akan menyebut tanah atau lahan jika dikaitkan dengan kata wakaf. Padahal, seiring zaman wakaf juga berkembang sesuai keperluan. Wakaf tak lagi soal harta tidak bergerak. Bahkan, Wakli Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kaltim KH Muhammad Haiban mengatakan, kini profesi bisa diwakafkan.
"Selama ini wakaf terbatas pada tanah saja, padahal profesi juga bisa. Misal pengacara, atau dokter. Misal setiap hari Sabtu dia wakafkan untuk rumah sakit, nah hari Sabtu tidak dibayar karena sudah diwakafkan, itu wakaf profesi. Walaupun tidak punya harta profesi bisa," ujar KH Haiban saat ditemui usai menjadi pembicara pada Seminar Keummatan Wakaf di Hotel Bumi Senyiur Samarinda, Sabtu (27/04/2019) siang.
Selain itu, wakaf berupa harta bergerak seperti kendaraan roda empat (ambulans), hingga uang pun diperkenankan. Hanya saja, wakaf dalam bentuk tanah memang yang paling lazim dan banyak ditemui.
Sayangnya, pengetahuan masyarakat akan seluk beluk, hingga tatacara serta hukum wakaf dikatakan masih minim.
Itulah sebabnya, MUI bersama Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Awang Long menggelar seminar terkait wakaf.
"Kami MUI sosialisasi tentang wakaf karena pengetahuan tentang wakaf masih minim. Kami ingin jelaskan kepada masyarakat. Ini yang pertama, kami akan buat yang lebih besar pada bulan Syawal di Islamic Center, dengan peserta paling tidak sekitar 8 ribu orang, kami berikan motivasi orang yang inin berwakaf supaya mereka terdorong menyerahkan wakafnya," tukasnya.
Minimnya pengetahuan masyarakat mengenai wakaf, sering kali menimbulkan permasalahan. Problem utama adalah, ahli waris yang tidak faham menarik atau ikut campur pada objek harta yang sudah diwakafkan. "Makanya dalam kolom wakaf, sekarang ada kolom keluarga, lalu anak yang sudah dewasa ikut tanda tangan, supaya tidak ada yang menggugat,"paparnya.
Dosen STIH Awang Long Dr Kadarudin yang turut menjadi pembicara menuturkan UU Nomor 4/2004, dengan turunannya PP 42/2005 dan perubahannya PP 25/2018, belum cukup untuk menyelesaikan persoalan wakaf di daerah.
Karenanya, pihaknya mendorong lahirnya Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Kaltim tentang wakaf. Pasalnya, di Kota Balikpapan dan Kabupaten Penajam Paser Utara sudah ada Perda mengenai Wakaf.
"Perda itu penting. Banyak permasalahan wakaf di masyarakat, terutama soal tertib administrasi. Misal harta bendanya sudah dijadikan wakaf, tapi sertifikatnya masih hak milik atau HGU, akan berimbas pada saat kewajiban kepada negara, padahal Fasum tidak bayar," bebernya.
Seminar tersebut, kata dia, merupakan langkah awal mendorong bergulirnya pembahasan di tingkat legislatif ataupun eksekutif untuk lahirnya Perda Wakaf di Kaltim.[]
Penulis : Rusdianto
Edotor : M.Huldi
Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.