Senin, 21/08/2017

MK Dinilai Lembaga yang Lemah Pengawasan

Senin, 21/08/2017

Join Grup Telegram Koran Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/+SsC4jer3I5syZWU1 atau klik tombol dibawah ini.

Grup Telegram Koran Kaltim

kemudian join. Anda harus instal aplikasi Telegram terlebih dahulu di ponsel.

Berita Terkait

MK Dinilai Lembaga yang Lemah Pengawasan

Senin, 21/08/2017

JAKARTA - Setara Institute menilai Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai satu-satunya lembaga negara yang lemah pengawasan.Padahal, MK sebagai lembaga yang memiliki wewenang cukup besar, berkaitan dengan perubahan konstitusi dan norma dalam undang-undang.

Direktur Riset Setara Institute Ismail Hasani menyinggung beberapa aturan dan undang-undang yang pernah dibuat untuk mengawasi kinerja MK, malah dibatalkan sendiri oleh MK melalui kewenangan yang dimiliki. “Lemahnya check and balances. MK satu-satunya lembaga yang tidak ada alat kontrolnya,” ujar Ismail dalam jumpa pers di Kantor Setara Institute, Kebayoran, Jakarta, Minggu (20/8).

Ismail mengatakan, Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono pernah membuat peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) terkait MK. Perppu tersebut misalnya mengatur tentang rekruitmen hakim dan pengawasan oleh Komisi Yudisial.

Namun, perppu tersebut dibatalkan oleh MK. Akhirnya, MK tidak diawasi lagi oleh Komisi Yudisial.Selain itu, DPR juga pernah merevisi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, revisi tersebut dibatalkan sendiri oleh MK. “MK masih jadi mekanisme nasional yang efektif untuk penegakan HAM dan rule of law. Tapi ada sejumlah catatan untuk bekal perbaikan di masa yang akan datang,” kata Ismail.

Ismail mengatakan, Setara Institute merekomendasikan agar DPR dan Presiden mendorong revisi UU tentang MK. Khususnya, yang mengatur pembatasan kewenangan absolut MK dan desain check and balances. Kemudian, revisi undang-undang untuk membentuk pengawas dari pihak eksternal dan mekanisme rekrutmen hakim yang lebih akuntabel.

Ketua MK Arief Hidayat sebelumnya mengatakan, sebagai lembaga peradilan, MK tidak dapat diawasi oleh lembaga lainnya, termasuk oleh Komisi Yudisial (KY).

Arief mengatakan hal ini bermaksud menjawab desakan sejumlah pihak yang menilai perlunya pengawasan terhadap MK.

Terlebih setelah adanya kasus suap yang menjerat dua mantan hakim konstitusi, yakni Akil Mochtar dan Patrialis Akbar. “Salah satu hal yang terus mengemuka ialah persoalan klasik ihwal ‘pengawasan hakim konstitusi’,” kata Arief.

Menurut Arief, setelah adanya putusan MK nomor 005/PUU-IV/2006 jelas menegaskan bahwa secara formal, aturan pengawas terhadap hakim konstitusi oleh KY tidak lagi berlaku.

Di sisi lain, menurut Arief, menjadi tidak tepat jika MK sebagai lembaga peradilan yang sedianya Independen dan terbebas dari intervensi justru diawasi. Dengan kata lain, kata Arief, KY didesain untuk ‘mengawasi’ hakim pada lingkungan Mahkamah Agung. KY tidak didesain untuk ‘mengawasi’ MK. 

Arief melanjutkan, dalam UUD 1945 tidak dijumpai terminologi pengawasan hakim, melainkan ‘menjaga’. Terminologi antara ‘mengawasi’ dan ‘menjaga’ mempunyai implikasi berbeda. Kata ‘menjaga’, menurut Arief, mengandung persepsi pencegahan dan koordinasi. Sementara kata ‘megawasi’ memuat persepsi ‘penindakan’ dan ‘subordinasi’. (kcm)

MK Dinilai Lembaga yang Lemah Pengawasan

Senin, 21/08/2017

Berita Terkait


MK Dinilai Lembaga yang Lemah Pengawasan

JAKARTA - Setara Institute menilai Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai satu-satunya lembaga negara yang lemah pengawasan.Padahal, MK sebagai lembaga yang memiliki wewenang cukup besar, berkaitan dengan perubahan konstitusi dan norma dalam undang-undang.

Direktur Riset Setara Institute Ismail Hasani menyinggung beberapa aturan dan undang-undang yang pernah dibuat untuk mengawasi kinerja MK, malah dibatalkan sendiri oleh MK melalui kewenangan yang dimiliki. “Lemahnya check and balances. MK satu-satunya lembaga yang tidak ada alat kontrolnya,” ujar Ismail dalam jumpa pers di Kantor Setara Institute, Kebayoran, Jakarta, Minggu (20/8).

Ismail mengatakan, Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono pernah membuat peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) terkait MK. Perppu tersebut misalnya mengatur tentang rekruitmen hakim dan pengawasan oleh Komisi Yudisial.

Namun, perppu tersebut dibatalkan oleh MK. Akhirnya, MK tidak diawasi lagi oleh Komisi Yudisial.Selain itu, DPR juga pernah merevisi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, revisi tersebut dibatalkan sendiri oleh MK. “MK masih jadi mekanisme nasional yang efektif untuk penegakan HAM dan rule of law. Tapi ada sejumlah catatan untuk bekal perbaikan di masa yang akan datang,” kata Ismail.

Ismail mengatakan, Setara Institute merekomendasikan agar DPR dan Presiden mendorong revisi UU tentang MK. Khususnya, yang mengatur pembatasan kewenangan absolut MK dan desain check and balances. Kemudian, revisi undang-undang untuk membentuk pengawas dari pihak eksternal dan mekanisme rekrutmen hakim yang lebih akuntabel.

Ketua MK Arief Hidayat sebelumnya mengatakan, sebagai lembaga peradilan, MK tidak dapat diawasi oleh lembaga lainnya, termasuk oleh Komisi Yudisial (KY).

Arief mengatakan hal ini bermaksud menjawab desakan sejumlah pihak yang menilai perlunya pengawasan terhadap MK.

Terlebih setelah adanya kasus suap yang menjerat dua mantan hakim konstitusi, yakni Akil Mochtar dan Patrialis Akbar. “Salah satu hal yang terus mengemuka ialah persoalan klasik ihwal ‘pengawasan hakim konstitusi’,” kata Arief.

Menurut Arief, setelah adanya putusan MK nomor 005/PUU-IV/2006 jelas menegaskan bahwa secara formal, aturan pengawas terhadap hakim konstitusi oleh KY tidak lagi berlaku.

Di sisi lain, menurut Arief, menjadi tidak tepat jika MK sebagai lembaga peradilan yang sedianya Independen dan terbebas dari intervensi justru diawasi. Dengan kata lain, kata Arief, KY didesain untuk ‘mengawasi’ hakim pada lingkungan Mahkamah Agung. KY tidak didesain untuk ‘mengawasi’ MK. 

Arief melanjutkan, dalam UUD 1945 tidak dijumpai terminologi pengawasan hakim, melainkan ‘menjaga’. Terminologi antara ‘mengawasi’ dan ‘menjaga’ mempunyai implikasi berbeda. Kata ‘menjaga’, menurut Arief, mengandung persepsi pencegahan dan koordinasi. Sementara kata ‘megawasi’ memuat persepsi ‘penindakan’ dan ‘subordinasi’. (kcm)

 

Berita Terkait

RSUD AWS Digeledah, Penyidik Kejati Kaltim Temukan Dugaan Manipulasi Pembayaran TPP PNS Mulai 2018-2022

Citra Niaga Bakal Miliki Banyak Fasilitas, Disdag Samarinda Berharap Pengunjung Bisa Betah

KM Mitra Bahari Tenggelam di Perairan Tanjung Puting, 16 ABK Dievakuasi KSOP Balikpapan

Diduga Mencuri Beberapa Kali di Pasar Segiri, Seorang Pria Diamuk Massa Malam Tadi

Calhaj Kloter Pertama Asal Balikpapan Berangkat 14 Mei 2024, Kemenag Kaltim Pastikan Tak Ada Kendala

Polisi akan Panggil Pemilik IUP Terkait Kematian Kakak-Beradik di Lubang Tambang Jalan Flamboyan Loa Buah Siang Kemarin

Kurangi Jukir Liar di Samarinda, Wali Kota Dukung Diberlakukannya Kartu Parkir Berlangganan

KPU Kukar Sosialisasikan Persyaratan Dukungan Pencalonan Perseorangan

Mobil Boks Tabrak Motor di Bengalon yang Dikendarai Anak-Anak Hingga Meninggal Dunia

SK Larangan Usaha Pertamini dan BBM Eceran Keluar, Pemilik Usaha Diminta Habiskan Stok Tanpa Dijual

IRT Pengedar Narkoba di Balikpapan Diringkus Polisi, 67 Paket Sabu Disita

Monumen Taman Tuah Himba di Tenggarong Tergenang Air Cukup Tinggi, BPBD Kukar Kerahkan Anggota

Tiga Kapal Perang Angkut Kontingen Latsitarda Nusantara ke Kaltim, Ini Pesan Pj Gubernur ke Taruna dan Taruni

Sejumlah Bacalon Kepala Daerah di Kaltim Taaruf Bersama Gus Muhaimin

Tidak Ada Proses PHPU, KPU Kaltim Tetapkan Perolehan Kursi Partai Politik Peserta Pemilu Hari Ini

Singgung Program Merdeka Belajar di Hardiknas, Pj Gubernur Kaltim: Tidak Usah Lagi Ganti Kurikulum

Kejar Target Upacara Kemerdekaan di IKN, Infrastruktur Kelistrikan Dikebut

Nasib Ribuan THL di Kukar Disorot, DPRD Minta Pemkab Tindaklanjuti karena Belum Terlaporkan di LKPj 2023

Copyright © 2024 - Korankaltim.com

Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.