Selasa, 14/04/2020
Selasa, 14/04/2020
Petugas insenerator, melakukan penimbangan dan penyemprotan disinfektan pada material limbah medis, sebelum dilakukan proses pembakaran. (Dokumentasi DLH Kaltim)
Selasa, 14/04/2020
Petugas insenerator, melakukan penimbangan dan penyemprotan disinfektan pada material limbah medis, sebelum dilakukan proses pembakaran. (Dokumentasi DLH Kaltim)
KORANKALTIM.COM, SAMARINDA - Intensitas penanganan pasien Covid-19 di Kaltim, semakin tinggi. Ini dapat tergambar dari timbulan limbah medis yang terdata dimana Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kaltim mencatat selama 1 – 10 April saja, limbah yang dihasilkan sebesar 2.378,4 kilogram, atau sekitar 2,3 ton. Angka ini meningkat drastis. Pasalnya laporan sebelumnya, selama Maret 2020, ada total 2.493 kilogram limbah yang dilaporkan 8 rumah sakit yang menangani Covid-19.
Kepala DLH Kaltim Encek Ahmad Rafidin Rizal menjelaskan, angka timbulan limbah April, kemungkinan akan terus bertambah. Pasalnya, dari total 10 rumah sakit di Kaltim yang tercatat menangani kasus Covid-19, baru 8 diantaranya yang melapor. "Baru 8 yang melaporkan limbah medisnya. Dimana sejumlah 2.207,4 kilogram, dilakukan pengolahan secara mandiri dan 171 kilogram diserahkan ke pihak ketiga. Data tersebut akan terus di perbaharui mengingat jumlah penyebaran ODP (Orang Dalam Pemantauan), PDP (Pasien Dalam Pengawasan) dan Pasien Positif Covid-19 di wilayah Kaltim, yang meningkat dan tersebar di beberapa Rumah Sakit," ujar Rizal, sapaan akrab Ence Ahmad Rafidin Rizal saat dihubungi korankaltim.com, Selasa (14/04/2020) pagi ini.
Seperti diketahui, limbah medis dari penanganan Covid-19 merupakan limbah infeksius dan harus dikelola sebagai Limbah Berbahaya dan Beracun (LB3). Pengelolaannya harus dilakukan sesuai Peraturan Pemerintah (PP) 101 Tahun 2014 tentang pengelolaan limbah B3 serta Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor 56 Tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
"Jenis limbah B3 dari penanganan Covid-19 diantaranya : masker, sarung tangan dan baju pelindung diri, kain kasa, tisu bekas, wadah bekas makan dan minum, alat dan jarum suntik, set infus, sarung tangan, baju pelindung diri, dan dari laboratorium," tukasnya.
Limbah yang dihasilkan oleh rumah sakit kata Rizal berasal dari ODP, PDP dan Pasien Positif COVID-19. Untuk rumah sakit yang memiliki fasilitas pengolahan limbah B3 mereka melakukan pengelolaan limbah B3 secara mandiri dan sesuai SOP yaitu dengan menggunakan insinerator, atau alat pengolah limbah, dengan cara pembakaran.
Sedangkan rumah sakit yang tidak memiliki fasilitas pengolahan limbah namun memiliki izin TPS LB3, mereka melakukan penyimpanan dan kontrak dengan pihak ketiga yaitu perusahaan pengolah limbah B3 berizin.
"Insinerator adalah tungku pembakaran untuk mengolah limbah padat menjadi gas dan abu dengan suhu diatas 800 derajat Celcius. Pada umumnya berat abu yang dihasilkan adalah 20 persen dari berat awal limbah padat tersebut. Abu dari pembakaran limbah tersebut diserahkan ke pihak ketiga yang telah mendapatkan izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai pengolah akhir atau pemanfaat limbah B3," sebut Rizal.
Penulis : Rusdi
Editor: Aspian Nur
Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.