Kamis, 07/03/2019

PHDI Hormati Keputusan NU Soal Pembatasan Sebutan Kafir

Kamis, 07/03/2019

Ilustrasi / Foto: madinaonline

Join Grup Telegram Koran Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/+SsC4jer3I5syZWU1 atau klik tombol dibawah ini.

Grup Telegram Koran Kaltim

kemudian join. Anda harus instal aplikasi Telegram terlebih dahulu di ponsel.

Berita Terkait

PHDI Hormati Keputusan NU Soal Pembatasan Sebutan Kafir

Kamis, 07/03/2019

logo

Ilustrasi / Foto: madinaonline

KORANKALTIM.COM, SURABAYA - Parisada Hindu Dharma Indonesia ( PHDI) menyambut baik hasil kajian hukum atau Bahtsul Masail Maudluiyyah pada Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar PBNU tentang pembatasan penggunaan sebutan kafir bagi umat non-muslim.

Sabha Walaka Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Pusat, I Nyoman Sutantra, mengatakan, sebutan kafir diakuinya memang berpotensi menimbulkan gesekan dan ketersinggungan.

Karena itu pihaknya menyambut baik hasil keputusan Munas PBNU tersebut.

"Iya baik (keputusan Munas PBNU). Kalau (kafir) itu kan sering membuat tersinggung. Tapi kalau kita (umat Hindu) tak pernah tersinggung untuk itu (disebut kafir)," ucap Sutantra, di Surabaya, Rabu (6/3/2019), dikutip dari kompas.com.

Ia menjelaskan, dalam ajaran Hindu, tidak pernah diajarkan membuat tersinggung orang lain, meski umat Hindu mendapat perlakuan buruk atau sebutan kafir.

Sutantra mengatakan, Hindu selalu mengajarkan untuk hidup rukun sesama manusia, apa pun golongan, warna kulit, dan kepercayaannya.

"Kita itu harus hidup rukun dan damai. Tidak pernah menyebut yang lain itu jelek atau apa pun, itu yang disebut Tri Hita Karana," ujar Sutantra.

Pada hakikatnya, lanjut dia, seluruh agama di bumi ini sama-sama memiliki tujuan baik. Perbedaannya hanyalah pada penyebutan tuhan di masing-masing agama.

Penganut Islam, misalnya, menyebut nama tuhan dengan sebutan Allah, sementara umat Hindu menyebut tuhan dengan nama Sang Hyang Widhi.

"Itu ndak masalah. Tuhan itu tetap satu, makanya Pancasila Ketuhanan Yang Maha Esa. Kita yakin tuhan itu satu, jangan diperebutkan," ujar dia.

Di sisi lain, Tuhan, kata Sutantra, tidak menciptakan agama untuk mengkotak-kotakkan manusia. Justru sebaliknya, agama bagi Sutantra merupakan pemersatu manusia dalam naungan kebajikan.

Di Hindu sendiri, lanjut Sutantra, tidak ada sebutan khusus bagi seperti kafir bagi orang yang memiliki agama berbeda.

Sebab, semua manusia memiliki jiwa yang sama dan bersaudara.

"Intinya kita semua manusia, di Hindu istilahnya Tat Twam Asi, anda adalah sang jiwa, saya jiwa, yang berbeda hanya badannya, jiwanya sama di dalam. Kita bersaudara semua," katanya.

Sebagaimana diketahui, di Munas Alim Ulama dan Konferensi Besar PBNU, di Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar, Banjar, Jawa Barat, Kamis (28/2/2029), Ketua PBNU Said Aqil Siraj menyarankan agar warga Negara Indonesia yang beragama non-Muslim tak lagi disebut sebagai kafir.

Menurut dia, kata kafir cenderung dianggap mengandung unsur kekerasan teologis. Hasil Munas tentang pembatasan penyebutan kafir itu menuai pro-kontra dan menjadi perdebatan publik luas.(*)

PHDI Hormati Keputusan NU Soal Pembatasan Sebutan Kafir

Kamis, 07/03/2019

Ilustrasi / Foto: madinaonline

Berita Terkait


PHDI Hormati Keputusan NU Soal Pembatasan Sebutan Kafir

Ilustrasi / Foto: madinaonline

KORANKALTIM.COM, SURABAYA - Parisada Hindu Dharma Indonesia ( PHDI) menyambut baik hasil kajian hukum atau Bahtsul Masail Maudluiyyah pada Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar PBNU tentang pembatasan penggunaan sebutan kafir bagi umat non-muslim.

Sabha Walaka Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Pusat, I Nyoman Sutantra, mengatakan, sebutan kafir diakuinya memang berpotensi menimbulkan gesekan dan ketersinggungan.

Karena itu pihaknya menyambut baik hasil keputusan Munas PBNU tersebut.

"Iya baik (keputusan Munas PBNU). Kalau (kafir) itu kan sering membuat tersinggung. Tapi kalau kita (umat Hindu) tak pernah tersinggung untuk itu (disebut kafir)," ucap Sutantra, di Surabaya, Rabu (6/3/2019), dikutip dari kompas.com.

Ia menjelaskan, dalam ajaran Hindu, tidak pernah diajarkan membuat tersinggung orang lain, meski umat Hindu mendapat perlakuan buruk atau sebutan kafir.

Sutantra mengatakan, Hindu selalu mengajarkan untuk hidup rukun sesama manusia, apa pun golongan, warna kulit, dan kepercayaannya.

"Kita itu harus hidup rukun dan damai. Tidak pernah menyebut yang lain itu jelek atau apa pun, itu yang disebut Tri Hita Karana," ujar Sutantra.

Pada hakikatnya, lanjut dia, seluruh agama di bumi ini sama-sama memiliki tujuan baik. Perbedaannya hanyalah pada penyebutan tuhan di masing-masing agama.

Penganut Islam, misalnya, menyebut nama tuhan dengan sebutan Allah, sementara umat Hindu menyebut tuhan dengan nama Sang Hyang Widhi.

"Itu ndak masalah. Tuhan itu tetap satu, makanya Pancasila Ketuhanan Yang Maha Esa. Kita yakin tuhan itu satu, jangan diperebutkan," ujar dia.

Di sisi lain, Tuhan, kata Sutantra, tidak menciptakan agama untuk mengkotak-kotakkan manusia. Justru sebaliknya, agama bagi Sutantra merupakan pemersatu manusia dalam naungan kebajikan.

Di Hindu sendiri, lanjut Sutantra, tidak ada sebutan khusus bagi seperti kafir bagi orang yang memiliki agama berbeda.

Sebab, semua manusia memiliki jiwa yang sama dan bersaudara.

"Intinya kita semua manusia, di Hindu istilahnya Tat Twam Asi, anda adalah sang jiwa, saya jiwa, yang berbeda hanya badannya, jiwanya sama di dalam. Kita bersaudara semua," katanya.

Sebagaimana diketahui, di Munas Alim Ulama dan Konferensi Besar PBNU, di Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar, Banjar, Jawa Barat, Kamis (28/2/2029), Ketua PBNU Said Aqil Siraj menyarankan agar warga Negara Indonesia yang beragama non-Muslim tak lagi disebut sebagai kafir.

Menurut dia, kata kafir cenderung dianggap mengandung unsur kekerasan teologis. Hasil Munas tentang pembatasan penyebutan kafir itu menuai pro-kontra dan menjadi perdebatan publik luas.(*)

 

Berita Terkait

ASN yang Bekerja di IKN Bakal Diseleksi Ketat

Guru Agama Dipastikan Dapat THR, Kemenag Sudah Distribusikan Anggaran ke Satker

Tradisi Muslim Cham yang Tak Puasa Ramadan dan Salat Lima Waktu Ternyata karena Ini

Tiap Jumat, Murid SD di PPU Ikuti FEF untuk Budayakan Bahasa Inggris dan Tingkatkan SDM Menyambut IKN

Andi Setiadi, Wartawan Setia Kejujuran Berpulang

Warga Desa Binuang Sempat Dengar Suara Dentuman di Hutan Rimba Gunung Batuarit Sebelum Pesawat Hilang

Penerapan KRIS Gantikan Sistem Kelas BPJS Kesehatan Tinggal Tunggu Waktu, Menkes: Kami Harapkan Bulan Ini

BPJS Kesehatan Syarat SKCK Sudah Berlaku di Enam Polda, Termasuk di Kaltim?

Tunjangan Beras PNS Ternyata Segini Besarannya per Bulan

Bakal Didampingi Prabowo, Presiden Jokowi ke Kaltim Besok Resmikan Proyek di Samarinda dan Bontang juga Datangi IKN

Presiden Jokowi Hari Kamis Lusa ke Samarinda dan Bontang, Resmikan Terminal dan Pabrik Bahan Peledak

Malam Ini Nisfu Sya’ban, Ini Amalan-Amalan yang Umat Muslim Sebaiknya Lakukan

Terbanyak Berasal dari Sulawesi Selatan, Malaysia Deportasi 292 PMI Lewat Pelabuhan Tunon Taka Nunukan

SMSI Apresiasi Komitmen Jajarannya Jaga Independensi dan Kedamaian Pemilu 2024

Iuran BPJS Kesehatan Berpotensi Naik pada Juli 2025, Begini Tanggapan Presiden Jokowi

Tahun 2024, Kemarau di Indonesia Tak Sekering 2023, Masyarakat Diminta Waspada Waspada Karhutla

Tahun Ini, BPDAS-MB Sudah Distribusikan Lima Juta Bibit Pohon, Terbanyak di IKN

Abu Vulkanik Tebal Keluar dari Gunung Dukono di Pulau Halmahera Pagi Ini

Copyright © 2024 - Korankaltim.com

Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.