Senin, 10/02/2020

Kominfo Disebut Sulit Tangkal Prostitusi Online ala MiChat cs

Senin, 10/02/2020

Ilustrasi ( Foto: Ist)

Join Grup Telegram Koran Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/+SsC4jer3I5syZWU1 atau klik tombol dibawah ini.

Grup Telegram Koran Kaltim

kemudian join. Anda harus instal aplikasi Telegram terlebih dahulu di ponsel.

Berita Terkait

Kominfo Disebut Sulit Tangkal Prostitusi Online ala MiChat cs

Senin, 10/02/2020

logo

Ilustrasi ( Foto: Ist)

KORANKALTIM.COM, JAKARTA - Niat pemerintah lewat  Kementerian Komunikasi & Informatika untuk mendeteksi konten negatif memang akan kesulitan, khususnya di aplikasi-aplikasi pesan instan. 

Alasannya,  aplikasi-aplikasi tersebut bersifat tertutup dan tidak sembarangan bisa diakses atau diintip oleh pihak ketiga.

Seperti halnya aplikasi MiChat yang belakangan menjadi perbincangan. Sebab, aplikasi ini digunakan untuk melakukan transaksi prostitusi online. Hal ini terungkap setelah seorang anggota DPR RI dari fraksi Gerindra Andre Rosiade menjebak dan menangkap pekerja seks komersial (PSK) di aplikasi tersebut.

Chairman CISSRec, Pratama Persadha mengatakan mesin pencari konten negatif (AIS) Kemenkominfo hanya bisa mencari konten-konten negatif di platform media terbuka. Media terbuka ini seperti situs online, Facebook, Twitter, dan sebagainya.

AIS tak mampu mencari konten negatif di platform tertutup seperti di aplikasi percakapan WhatsApp, Telegram, Line, MiChat, dan sebagainya.

"Memang sangat sulit untuk memberantas prostitusi online yang media promosinya lewat aplikasi pesan singkat. Tidak bisa dengan mudah dimonitor kontennya," ujar Pratama dilansir dari CNNindonesia.com.

Pratama mengatakan transaksi prostitusi online memang marak dilakukan di platform digital. Transaksi prostitusi online tetap berjalan meskipun medianya terus berubah.

Sebelum MiChat, platform digital Bee Messenger, Twitter, hingga WhatsApp telah digunakan sebagai lapak prostitusi online.

"Kominfo jelas tidak bisa mengintip pembicaraan setiap pengguna platform chat. Jadi kalau tidak ada laporan masyarakat memang susah mendeteksinya kalau ada konten negatif di dalamnya," ujar Pratama.

Pratama menjelaskan mesin AIS jelas tidak bisa menyadap atau mengetahui setiap prostitusi online. Sulitnya mengatasi prostitusi online lewat aplikasi perpesanan juga disebabkan oleh minimnya fitur laporan akun.

"Twitter, Facebook, Instagram relatif mudah melaporkan akun bermasalah dengan banyak pilihan opsi, sedangkan aplikasi chat umumnya hanya laporan sebagai spam," kata Pratama.

Lihat juga: Kominfo Respons Kasus Prostitusi Online Michat Andre Rosiade


Mempertanyakan Mesin AIS

Pengamat TIK dari ICT Institute, Heru Sutadi justru mempertanyakan kinerja mesin AIS yang disebut-sebut memakan uang negara sekitar Rp200 miliar tersebut. Heru mengatakan konten negatif sesungguhnya bisa menekan peredaran konten negatif apabila berjalan maksimal.

"AIS kan hanya sekadar jadi proyek saja. Membuang-buang uang negara hampir Rp200 miliar tapi kemampuan dan kegunaannya dipertanyakan. Wajar kalau masyarakat curiga ada sesuatu dibalik proyek ratusan miliar AIS," ujar Heru.

Heru mengatakan Ditjen Aplikasi Informatika (Aptika) Kemenkominfo juga tak mampu melakukan penyaringan konten negatif. Ditjen Aptika hanya mengandalkan pengaduan dari masyarakat kemudian baru melakukan pemblokiran. Ketidakmampuan ini terlihat dari masih banyaknya konten negatif yang masih beredar.

"Laporan konten LGBT didiamkan, hoax tetap merajalela, games tidak diawasi, pinjol ilegal muncul terus. Begitu juga kasus peretasan atau hilangnya uang masyarakat di layanan e-wallet. Di media sosial banyak prostitusi online dibiarkan, pornografi sejenis tidak tersentuh, belum lagi situs-situs pembajakan lagu atau film," ujar Heru.

Dalam kesempatan terpisah, Plt Kepala Biro Humas Kemenkominfo , Ferdinandus Setu menyebut kalau Twitter tercatat sebagai tempat yang lebih marak digunakan untuk prostitusi online.

Nando pun menyebut MiChat tak bisa dikenakan pasal dalam UU ITE terkait penyebaran konten negatif. Pasalnya Michat tidak memiliki fitur yang mendukung penyebaran konten negatif. 

Dalam hal ini yang bersalah adalah pengguna yang menjadikan platform perpesanan menjadi platform transaksi prostitusi online.

"Ini lebih ke praktiknya pengguna dan yang menyalahgunakan untuk kepentingan tertentu untuk prostitusi online," ujar Nando (6/2). 

Lebih lanjut, menurut Nando pihak aplikasi bisa diajak bekerjasama oleh pemerintah. Ia mengatakan pengembang aplikasi ini menuruti perintah pemerintah apabila diminta untuk memblokir suatu akun yang ketahuan menyebarkan konten ilegal. (*)

Kominfo Disebut Sulit Tangkal Prostitusi Online ala MiChat cs

Senin, 10/02/2020

Ilustrasi ( Foto: Ist)

Berita Terkait


Kominfo Disebut Sulit Tangkal Prostitusi Online ala MiChat cs

Ilustrasi ( Foto: Ist)

KORANKALTIM.COM, JAKARTA - Niat pemerintah lewat  Kementerian Komunikasi & Informatika untuk mendeteksi konten negatif memang akan kesulitan, khususnya di aplikasi-aplikasi pesan instan. 

Alasannya,  aplikasi-aplikasi tersebut bersifat tertutup dan tidak sembarangan bisa diakses atau diintip oleh pihak ketiga.

Seperti halnya aplikasi MiChat yang belakangan menjadi perbincangan. Sebab, aplikasi ini digunakan untuk melakukan transaksi prostitusi online. Hal ini terungkap setelah seorang anggota DPR RI dari fraksi Gerindra Andre Rosiade menjebak dan menangkap pekerja seks komersial (PSK) di aplikasi tersebut.

Chairman CISSRec, Pratama Persadha mengatakan mesin pencari konten negatif (AIS) Kemenkominfo hanya bisa mencari konten-konten negatif di platform media terbuka. Media terbuka ini seperti situs online, Facebook, Twitter, dan sebagainya.

AIS tak mampu mencari konten negatif di platform tertutup seperti di aplikasi percakapan WhatsApp, Telegram, Line, MiChat, dan sebagainya.

"Memang sangat sulit untuk memberantas prostitusi online yang media promosinya lewat aplikasi pesan singkat. Tidak bisa dengan mudah dimonitor kontennya," ujar Pratama dilansir dari CNNindonesia.com.

Pratama mengatakan transaksi prostitusi online memang marak dilakukan di platform digital. Transaksi prostitusi online tetap berjalan meskipun medianya terus berubah.

Sebelum MiChat, platform digital Bee Messenger, Twitter, hingga WhatsApp telah digunakan sebagai lapak prostitusi online.

"Kominfo jelas tidak bisa mengintip pembicaraan setiap pengguna platform chat. Jadi kalau tidak ada laporan masyarakat memang susah mendeteksinya kalau ada konten negatif di dalamnya," ujar Pratama.

Pratama menjelaskan mesin AIS jelas tidak bisa menyadap atau mengetahui setiap prostitusi online. Sulitnya mengatasi prostitusi online lewat aplikasi perpesanan juga disebabkan oleh minimnya fitur laporan akun.

"Twitter, Facebook, Instagram relatif mudah melaporkan akun bermasalah dengan banyak pilihan opsi, sedangkan aplikasi chat umumnya hanya laporan sebagai spam," kata Pratama.

Lihat juga: Kominfo Respons Kasus Prostitusi Online Michat Andre Rosiade


Mempertanyakan Mesin AIS

Pengamat TIK dari ICT Institute, Heru Sutadi justru mempertanyakan kinerja mesin AIS yang disebut-sebut memakan uang negara sekitar Rp200 miliar tersebut. Heru mengatakan konten negatif sesungguhnya bisa menekan peredaran konten negatif apabila berjalan maksimal.

"AIS kan hanya sekadar jadi proyek saja. Membuang-buang uang negara hampir Rp200 miliar tapi kemampuan dan kegunaannya dipertanyakan. Wajar kalau masyarakat curiga ada sesuatu dibalik proyek ratusan miliar AIS," ujar Heru.

Heru mengatakan Ditjen Aplikasi Informatika (Aptika) Kemenkominfo juga tak mampu melakukan penyaringan konten negatif. Ditjen Aptika hanya mengandalkan pengaduan dari masyarakat kemudian baru melakukan pemblokiran. Ketidakmampuan ini terlihat dari masih banyaknya konten negatif yang masih beredar.

"Laporan konten LGBT didiamkan, hoax tetap merajalela, games tidak diawasi, pinjol ilegal muncul terus. Begitu juga kasus peretasan atau hilangnya uang masyarakat di layanan e-wallet. Di media sosial banyak prostitusi online dibiarkan, pornografi sejenis tidak tersentuh, belum lagi situs-situs pembajakan lagu atau film," ujar Heru.

Dalam kesempatan terpisah, Plt Kepala Biro Humas Kemenkominfo , Ferdinandus Setu menyebut kalau Twitter tercatat sebagai tempat yang lebih marak digunakan untuk prostitusi online.

Nando pun menyebut MiChat tak bisa dikenakan pasal dalam UU ITE terkait penyebaran konten negatif. Pasalnya Michat tidak memiliki fitur yang mendukung penyebaran konten negatif. 

Dalam hal ini yang bersalah adalah pengguna yang menjadikan platform perpesanan menjadi platform transaksi prostitusi online.

"Ini lebih ke praktiknya pengguna dan yang menyalahgunakan untuk kepentingan tertentu untuk prostitusi online," ujar Nando (6/2). 

Lebih lanjut, menurut Nando pihak aplikasi bisa diajak bekerjasama oleh pemerintah. Ia mengatakan pengembang aplikasi ini menuruti perintah pemerintah apabila diminta untuk memblokir suatu akun yang ketahuan menyebarkan konten ilegal. (*)

 

Berita Terkait

ASN yang Bekerja di IKN Bakal Diseleksi Ketat

Guru Agama Dipastikan Dapat THR, Kemenag Sudah Distribusikan Anggaran ke Satker

Tradisi Muslim Cham yang Tak Puasa Ramadan dan Salat Lima Waktu Ternyata karena Ini

Tiap Jumat, Murid SD di PPU Ikuti FEF untuk Budayakan Bahasa Inggris dan Tingkatkan SDM Menyambut IKN

Andi Setiadi, Wartawan Setia Kejujuran Berpulang

Warga Desa Binuang Sempat Dengar Suara Dentuman di Hutan Rimba Gunung Batuarit Sebelum Pesawat Hilang

Penerapan KRIS Gantikan Sistem Kelas BPJS Kesehatan Tinggal Tunggu Waktu, Menkes: Kami Harapkan Bulan Ini

BPJS Kesehatan Syarat SKCK Sudah Berlaku di Enam Polda, Termasuk di Kaltim?

Tunjangan Beras PNS Ternyata Segini Besarannya per Bulan

Bakal Didampingi Prabowo, Presiden Jokowi ke Kaltim Besok Resmikan Proyek di Samarinda dan Bontang juga Datangi IKN

Presiden Jokowi Hari Kamis Lusa ke Samarinda dan Bontang, Resmikan Terminal dan Pabrik Bahan Peledak

Malam Ini Nisfu Sya’ban, Ini Amalan-Amalan yang Umat Muslim Sebaiknya Lakukan

Terbanyak Berasal dari Sulawesi Selatan, Malaysia Deportasi 292 PMI Lewat Pelabuhan Tunon Taka Nunukan

SMSI Apresiasi Komitmen Jajarannya Jaga Independensi dan Kedamaian Pemilu 2024

Iuran BPJS Kesehatan Berpotensi Naik pada Juli 2025, Begini Tanggapan Presiden Jokowi

Tahun 2024, Kemarau di Indonesia Tak Sekering 2023, Masyarakat Diminta Waspada Waspada Karhutla

Tahun Ini, BPDAS-MB Sudah Distribusikan Lima Juta Bibit Pohon, Terbanyak di IKN

Abu Vulkanik Tebal Keluar dari Gunung Dukono di Pulau Halmahera Pagi Ini

Copyright © 2024 - Korankaltim.com

Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.